Sepetak layar luas menemaniku saat aku mempelajari Gundarna, planet raksasa gas di perbatasan Daerah Belum Terjelajah. Semua informasi tentang planet ini didapat dari sebuah prob antariksa yang ditemukan Yu'zar dan tim beberapa saat lalu.
Informasi semacam ini sangat membantu eksplorasi, sebab tidak semua pihak tahu-menahu soal Daerah Belum Terjelajah dan planet-planetnya. Beruntung jejak eksplorasi Serikat membuat aku tak perlu membajak basis data mereka lagi.
Pintu terbuka, seorang lelaki masuk dengan dua kotak makanan di tangannya. "Kapten, aku bawakan makan malam."
Yu'zar datang membawakan makan malam untukku. Aku yang tengah terfokus dengan layar komputer holografik pun mengalihkan pandangannya kepada lelaki itu.
"Terima kasih."
"Sudah dapat sesuatu, Kapten?" tanyanya sembari duduk di kursi sebelah.
"Yah, cukup banyak data lingkungan yang mendetail. Komponen gas, suhu rata-rata permukaan, periode rotasi dan orbit, kecepatan angin rata-rata. Sepertinya otomaton prob itu sudah ke sana ke mari cukup lama."
Kalau diingat lagi, berita soal pergerakan organisasi antarbintang bernama Serikat Sistem Independen sudah beredar lebih dari dua puluh tahun lalu. Juga kabar tentang kolonisasi Daerah Belum Terjelajah sudah beredar belasan tahun. Yang membuat seluruh penjuru Galaksi gempar adalah perlakuan mereka kepada beberapa planet koloni, serta gerakan separatis di beberapa planet. Hal itulah yang membuat Republik Antarbintang, negara terbesar di Galaksi menentang mereka.
Aku jadi ingat, Ayah dan Ibu pernah dimintai pendapat soal sebaiknya para perompak berpihak pada siapa, sebelum akhirnya Edeatu menegaskan untuk tetap bersikap netral.
"Kapten," Yu'zar memanggilku.
Aku memotong ucapannya yang sepertinya hendak lanjut mengatakan sesuatu. "Tidak perlu panggil aku Kapten jika sedang tidak ada orang. Bukannya aku sudah bilang?"
"Ya, tapi ...."
"Tidak enak rasanya jika aku menganggapmu sebagai anak buah kalau hanya kita berdua. Kita sudah lama kenal, bukan?"
"Yah, pertama kali aku mengenalmu, kau sudah jadi kapten Viatrix. Aku jadi ingat waktu pertama kali ke sini. Aku beruntung bertemu denganmu, Milla."
Mata biru terangnya menatapku. Aku segera memalingkan wajahku seketika. Lagi-lagi Yu'zar memanggilku dengan nama di saat yang kurang tepat. Meski aku senang dia merasa beruntung bertemu dengan orang sepertiku, aku sudah kepalang malu.
"Jadi, apa kau menemukan tempat yang cocok untuk kilang gasnya?" lanjut Yu'zar.
Aku kembali terfokus pada informasi yang disajikan komputer. "Ah, itu. Prob-nya sudah menandai beberapa lokasi yang cocok untuk tempat stasiun kilang gas. Kita bisa tempatkan kapal kilangnya di salah satu tempat itu."
Tidak sembarang tempat di Gundarna bisa dijadikan kilang gas, meskipun seluruh permukaanya tertutup awan gas. Gundarna berputar dengan kecepatan yang luar biasa, bahkan satu hari di sana tak sampai 10 jam. Hal itu menyebabkan kecepatan angin di permukaan sangat ekstrem jika dibandingkan dengan planet yang memiliki permukaan padat. Juga, badai di permukaan bisa berlangsung hingga ratusan tahun. Bahkan badainya bisa dilihat langsung dengan jelas dari ruang angkasa.
"Baguslah. Kalau begitu, kita lebih baik pikirkan soal pengamanan. Serikat pasti tidak mau sumber daya dari wilayahnya diambil begitu saja," ucap Yu'zar.
"Apa yang kira-kira mereka akan lakukan? Mengirim kapal patroli atau mengirim satu armada?"
Jika hanya sekadar kapal patroli, bukan masalah besar untuk kami. Namun, kalau Serikat mengirim armada dengan jumlah kapal yang fantastis, bisa-bisa Viatrix hancur jadi puing antariksa. Aku sadar diri bahwa kami tak sekuat itu hingga musuh perlu mengerahkan banyak unit dari mereka.
Aku punya satu ide. "Bagaimana kalau otomaton prob yang kita temukan digunakan sebagai pelacak jarak jauh. Jika ada yang datang, kita bisa bersiaga."
"Aku setuju denganmu, Milla. Meskipun aku yakin kita perlu lebih dari satu."
"Kita bisa menggunakan sensor milik Vidi, lalu meletakkan prob-nya di tempat lain. Kalau perlu, aku bisa menyuruh Kaal untuk menjadi mata-mata."
Yu'zar tak menyangkal. Dia mengangguk tanda setuju dengan ideku barusan. Satu per satu masalah perencanaan sudah teratasi.
"Kalau soal armada, aku yakin Serikat tidak merasa perlu menurunkan kapal-kapal mereka untuk menangkap kita. Mereka pasti mementingkan beberapa hal lain, apalagi Gundarna tempatnya di perbatasan," ucap Yu'zar.
Aku mengangguk. "Ada benarnya, sih. Aku hanya teringat cerita dari kapten kapal lainnya. Mereka harus dikalahkan oleh kekuatan militer pemerintah."
Layar holografik menutup, menyisakan cahaya dari lampu neon yang menyinari seluruh ruangan sedari tadi. Biasanya lampu menyala redup di waktu malam, tetapi kali ini masih terang sebab aku perlu menggunakannya. Melihat layar dengan cahaya persekitaran yang buruk bisa merusak mata.
Aku lupa soal makan malam yang Yu'zar bawakan tadi. "Sekarang lebih baik kita makan dulu."
Aku menyantap nasi dan telur goreng. Menu makanan yang sederhana dan proses pembuatannya mudah. Anak buah kapal di sini biasanya menyantap makan malam dengan segelas anggur, tetapi kami berdua tidak menyukai minuman beralkohol. Aku tidak suka dengan baunya yang aneh, sementara Yu'zar punya gaya hidup anti-alkohol.
"Ini ruanganmu sejak kau masih kecil, bukan?" tanya Yu'zar sembari menilik dinding interior lapis baja berwarna perak.
"Iya. Aku tidak mau menggunakan ruangan milik orang tuaku."
"Ruanganmu terlihat biasa saja, padahal biasanya ruangan seorang kapten perompak dipenuhi harta dan perhiasan," ucapnya.
Aku memperhatikan sebongkah permata seukuran telapak tangan yang disimpan dalam kotak kaca di mejaku. Juga melihat beberapa benda-benda kuno yang dipajang di dinding. Benda-benda tadi memiliki harga yang mahal di pasaran, tetapi tetap saja aku tidak terlihat seperti orang kaya.
"Gaya hidup bermewah-mewahan bukan tradisi di Viatrix. Seorang Kapten yang bergelimang harta harusnya malu kalau anak buahnya terlihat seperti orang miskin," balasku. "Kalau aku serakah, aku memilih menimbun uang di sini ketimbang membagikan kepada anak buahku."
Yu'zar menyelesaikan makannya ketika kotakku masih ada setengah isinya. Dia berdiri dan melihat-lihat benda pajangan dinding. Aku sendiri melanjutkan santap makan malam.
"Ini fotomu dengan orang tuamu?" tanya Yu'zar.
"Ya," aku spontan menjawab, lagian aku tak memajang foto orang lain di sini. Aku menoleh ke belakang dan mendapati Yu'zar yang memperhatikan fotoku dengan kedua orang tuaku.
"Benar bukan? Orang tuaku tidak terlihat seperti orang dengan gaya hidup mewah."
Tradisi orang tuaku ketika mereka masih memimpin Viatrix adalah tidak bermewah-mewahan. Tak seperti kapten perompak lain yang tampil bergelimang harta, mereka memilih sederhana. Kesejahteraan anak buah kapal yang menumpang hidup adalah prioritas utama.
Aku mengalihkan pembicaraan ke bahan bincangan yang lebih penting. "Besok aku akan langsung pergi ke lokasi kilang. Perwakilan perusahaan gas itu akan menjemput. Bisa kauambil alih Viatrix besok?"
"Baiklah, Kapten," jawab Yu'zar. Padahal aku sudah bilang tak perlu memanggilku Kapten saat kami hanya sedang berdua.
"Sepertinya perencanaan sudah selesai semua. Kau lebih baik beristirahat," ucapku.
Yu'zar beralih ke depan pintu, membawa kotak makan plastik. "Semoga besok harimu baik," ucapnya, salam perpisahan sebelum dia akan kembali ke ruangannya untuk beristirahat.
Aku berdiri dari kursi kerjaku dan berjalan ke lemari pakaian yang letaknya berdekatan dengan tempat tidurku. Aku menanggalkan jubah putih, lalu melepaskan sabuk pinggang. Aku lanjut mengganti pakaian dengan baju santai. Aku beristirahat. Esok, pekerjaan besar menantiku.
---
Bel berbunyi kencang, membuatku terbangun seketika. Aku terperanjat lalu terdiam dalam posisi duduk di atas tempat tidur.
"Siapkan pertahanan!" teriakku. Memalukan, memang. Untung tak ada yang mendengar. Ternyata alarm membuatku terbangun dari tidur tenang. Yah, aku harus bersiap.
Aku berjalan ke anjungan sembari mengencangkan sarung tangan hitamku. Tampaknya aku terlambat bangun pagi ini, makanya aku buru-buru sampai harus memakai atribut pakaian sembari berjalan. Untungnya aku tak seperti perompak lain yang senang memakai topi besar dengan bermacam bentuk, sebab pakaian itu sangat menganggu apalagi ketika aku terburu-buru.
Aku akhirnya tiba di anjungan setelah berjalan cepat. Tidak sarapan sebab aku bukan orang yang banyak makan. Langsung saja aku sapa awak anjungan yang tampaknya sudah bersiap sedari tadi. Semuanya sudah hadir, termasuk Yu'zar yang berdiri di dekat kursiku.
"Selamat pagi, semua!"
"Kapten, langitnya masih gelap," balas Euize. Perempuan berambut hitam yang sebagian dicat pirang itu memang senang bercanda sesekali.
"Langitnya tidak akan cerah kecuali kita beli lampu sebesar lubang hitam," balasku.
Qamary ikut serta berbincang. "Kapten, tugas kita hari ini apa?"
Aku pun berjalan ke dekat kursiku. Semua awak anjungan beranjak dari kursi mereka dan berdiri berjajar menghadapku dan Yu'zar.
"Hari ini akan menjadi hari yang patut dicatat. Aku akan menyaksikan langsung pengolahan gas dari Gundarna. Jadi untuk sekarang, Yu'zar akan memimpin sementara. Pastikan keamanan kapal. Yu'zar akan memberi perintah lebih lanjut. Apa kalian siap, Anak-Anak?"
"Yera-yera, Yo!" Seluruh awak anjungan bersorak layaknya biasa.
Semangat mereka memberikanku kepercayaan diri. "Baiklah, kembali bekerja!"
Yu'zar menghadapkan tubuhnya kepadaku. "Sebentar lagi mereka akan menjemputmu. Perlu kuantar?"
Aku menggeleng. "Tak apa. Lakukan saja tugasmu di sini, Tuan Wakapten."
Aku memberikan kepalan tanganku. Yu'zar dan aku melakukan tos kepalan tangan. Dia mengangguk dan berkata, "Serahkan semuanya kepadaku."
"Kapten, tiga kapal sudah tiba di titik lompatan. Dua kapal pengangkut gas alam cair dengan satu kapal kilang." Saviela melaporkan kedatangan tamu.
Dari jendela besar, aku bisa melihat kapal-kapal itu. Kapal pengangkut gas alam cair dengan konstruksi tangki raksasa di bagian tengah tubuhnya, memiliki ukuran yang kira-kira tidak jauh beda dengan Viatrix. Sementara kapal kilang, semacam stasiun pengolahan gas alam berjalan, bentuknya seperti piring terbang dengan ukuran yang jauh lebih besar ketimbang dua kapal tadi. Kapal sejenis itu memungkinkan untuk beroperasi di berbagai planet gas dan dapat berpindah-pindah.
Aku menatap Yu'zar sekali lagi. "Aku pergi dulu."
Lantas aku berjalan keluar dari anjungan menuju hanggar. Beberapa anak buah kapal yang tengah berjaga menyambutku. Mereka berdiri di sisi lorong, terdiam sembari berdiri menghadapku. Akhirnya, aku tiba di hanggar, menunggu pesawat jemputan untuk datang.
Sebuah pesawat angkut mendarat saat hanggar menyisakan satu area lapang. Seorang pria datang dengan beberapa orang berjalan di belakangnya.
"Salam. Saya Demarai, perwakilan dari perusahaan Grup Naxar. Saya hendak menjemput anda, Kapten Milla Mazcira."
Pria itu memberikan tangannya. Kami pun berjabat tangan. Aku segera mengikuti rombongan menuju pesawat angkut itu diikuti satu regu anak buah kapal yang mengawalku.
Aku duduk di sebuah kursi dengan desain elegan di kabin khusus. Tuan Demarai juga ada, duduk di depanku.
"Nona Kapten, solusi yang anda tawarkan benar-benar bisa mendongkrak produksi kami. Sangat senang bisa mengenal orang seperti Anda."
Aku merasakan pesawat yang mulai lepas landas. Pesawat terbang menuju kapal kilang.
Aku membalas ucapannya. "Senang juga bisa diajak kerja sama oleh Anda."
Jarak yang terpaut antara Viatrix dengan kapal kilang tak begitu jauh, sehingga hanya membutuhkan waktu singkat untuk mendarat. Aku dengan Tuan Demarai turun setelah pesawat tumpangan sampai di kapal kilang gas lepas langit.
Seseorang menyambutku. "Anjungannya ada di atas. Ikuti saya."
Aku tiba di level atas kapal kilang. Aku bisa melihat pemandangan tiga ratus enam puluh derajat melalui jendela pantau satu arah. Padahal kalau dilihat dari luar, bagian dalam kilangnya tak terlihat.
Tuan Demarai berdiri di atas mimbarnya. "Mari kita mulai."
Kapal kilang mulai bergerak, juga dua kapal pengangkut gas alam cair mengikuti terlihat dari layar. Sebentar lagi, aku akan terbang di raksasa gas Gundarna. Semoga si raksasa tak mengamuk.
"Mulai memasuki atmosfer tinggi," ucap salah satu awak.
Suasana anjungan atau ruang komando di sini tak seperti di Viatrix. Tidak berisik seolah kapal ini dioperasikan oleh tangan-tangan dingin.
Aku sendiri hanya diam. Bukan aku yang memegang pimpinan di sini.
"Memasuki atmosfer menengah."
Tempat yang pas untuk dijadikan lokasi kilang adalah atmosfer menuju rendah, di mana awan-awan berkumpul. Aku merasakan kapal berguncang. Begitu juga dua kapal pengangkut gas cair tampak sedikit oleng dari layar.
Kapal yang beroperasi di raksasa gas memang dirancang untuk dapat menahan angin sekencang apa pun. Namun, guncangan akibat hempasan angin masih bisa dirasakan meski tak membuat para awak hingga terpelanting.
"Kapalnya oleng, Kapten. Tapi tenang saja, ini memang sering terjadi," ucap Tuan Demarai.
Dua orang berbicara melalui saluran komunikasi. Aku bisa mendengarkannya setelah Tuan Demarai menyetel pengeras suara.
"Guncangannya sangat kuat!"
"Benar, apa yang harus kita lakukan?"
Kapal kilang aman, tetapi kapal pengangkut tampaknya tidak begitu. Masing-masing kapten kapal mengeluhkan hal yang sama. Ukuran kapal pengangkut yang lebih kecil ketimbang kilang berjalan ini menjadi penyebabnya. Selain itu, kecepatan angin semakin meningkat. Sang raksasa gas tengah mengamuk kali ini.
Aku sendiri merasa pusing sebab lantai yang kupijak berguncang tak hentinya. Namun, aku baik-baik saja dan masih bisa menahan.
Tampaknya Tuan Demarai tak begitu baik. Dia memegangi ulu hatinya sembari berusaha berdiri tegak. Tak jarang dia harus berpegangan kepada meja kendali di mimbar. Aku pun menghampirinya.
"Anginnya semakin kencang. Kapten Mazcira, tolong gantikan aku sebentar. Aku sudah tidak—"
Tuan Demarai berlari sembari mengambil kantung muntah dari sakunya. Lalu, apa yang terjadi dengannya sesuai dugaanku. Aku kini berdiri di atas mimbar kendali.
"Semuanya, dengarkan aku. Tuan Demarai sedang tidak sehat, jadi aku yang mengambil alih. Lokasi dengan kecepatan angin lebih tenang ada di depan. Sedikit lagi, kita tak boleh menyerah!"
Aku berucap kepada awak komando di anjungan serta kepada kapten kapal pengangkut. Aku berusaha mencari jalan agar kapal-kapal bisa segera keluar dari angin yang ekstrem. Semoga semuanya berjalan lancar, sebab aku sendiri belum pernah terbang ke permukaan raksasa gas yang ganas seperti Gundarna.
"Naikkan kekuatan pendorong menuju kekuatan maksimum. Gunakan sabuk pengaman untuk semua orang, sebab guncangan bisa jadi lebih hebat."
Sebuah kursi muncul setelah aku menekan sebuah tombol. Aku segera duduk dan menggunakan sabuk pengaman. Jika tidak, tubuhku bisa terbanting ke lantai. Efek guncangan semakin kurasakan, aku mulai mual.
Tahan. Setidaknya untuk sebentar saja.
Kapal kilang akhirnya tak menerima guncangan lagi. Kini angin sudah lebih tenang dan kami sudah menemukan lokasi yang cocok untuk proses penyulingan.
Tak ada satu pun suara yang kudengar. Semua orang sunyi seperti hampir mati. Aku sendiri sudah tak kuat untuk duduk. Aku lepaskan sabuk pengaman kencang lalu menjatuhkan kepala di atas meja kendali dengan napas terengah-engah. Untuk bicara saja aku sudah tidak kuat.
Aku berusaha memberi perintah akhir meskipun dengan kepala yang tak bisa kuangkat dan suara berat. "Jalankan ... operasi ... mengambang."
Stasiun kilang gas berjalan kini mengambang di atas lapisan awan Gundarna. Aktivitas pengolahan bisa saja dimulai sekarang. Namun, aku yakin semua orang tidak siap untuk saat ini.
Saat-saat keberhasilanku terbang di atmosfer Gundarna tak bisa aku nikmati. Bahkan untuk memandang awan yang sangat tebal di bawah kapal sekalipun. Tak apa, biar kunikmati indahnya Gundarna nanti.