Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Adventuring Until I Die

Alyzavon
--
chs / week
--
NOT RATINGS
556
Views
Synopsis
Berkisah mengenai seorang anak muda yang mencari kebebasan hingga kematiannya. Saat kehidupannya telah berakhir, sebuah kesempatan untuk memulai kebebasan baru dimulai. Kebebasan dan kematian adalah satu kesatuan dimata anak itu, namun kehidupan yang benar-benar bebas akan menjumpainya dalam perjalanannya. Ikuti cerita anak itu dalam menemukan arti baru dari kebebasannya.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Hari-hari yang damai tanpa perselisihan. Meski begitu, siapapun dapat menyadari, begitu banyak kekacauan yang telah terjadi jauh dari pengamatan kita.

Dunia yang luas, terasa begitu sempit ketika didatangkan dengan berbagai masalah yang silih berganti.

Di dalam untaian dunia yang luas nan sempit ini, orang-orang berlarian, terkadang mereka berjalan, bahkan ada yang hanya berdiam diri di dalam dunianya.

Namun, ada seorang anak muda yang hidup hanya untuk menunggu kematiannya yang telah pasti.

Hanya berdiam diri. Mengharapkan sesuatu agar berubah menjadi sebuah keberuntungan. Anak muda itu menatap langit-langit yang sempit nan gelap.

Setiap gerakan, mimik wajah, dan suara yang ia buat, menjadi pertanda bahwa kehidupannya perlahan menipis dari dunia ini.

Kekuatan untuk melawan segala kerusakan yang berada diluar dirinya tidak dapat ia hentikan.

Panggilan-panggilan yang meracuni otaknya perlahan memudar, dan menghilang.

Tubuhnya yang berat, kini menjadi seringan angin yang selalu berhembus dari ventilasi udara yang sangat kecil di tempat tinggalnya.

Kegelapan yang telah menyelimuti dirinya selama bertahun-tahun, menampakkan sebuah cahaya dari ujung kesadarannya.

Cahaya kecil nan indah yang menyegarkan pikirannya, secara bertahap semakin besar dan terang.

Kehangatan yang lembut perlahan meruak kedalam kesadaran anak muda itu. Pikirannya yang hampir menghilang ditelan kehampaan berubah menjadi lebih jernih.

Saat anak muda itu menyadarinya, cahaya lembut yang seakan memeluknya, melihat kembali kearahnya.

Seorang wanita yang memiliki perawakan anggun, menutupi matanya dengan cahaya putih yang begitu menyilaukan mata semua orang yang melihatnya.

"Selamat pagi, anak muda. Bagaimana perasaanmu setelah melewati proses yang begitu panjang dalam kehidupanmu?"

Anak muda itu terdiam seribu bahasa saat untuk pertama kalinya ia dapat melihat cahaya yang hangat. Saking terpana dirinya pada cahaya, ia hampir tak mempedulikan kehadiran seorang wanita yang nampak layaknya dewi bagi sebagian besar orang.

Menyadari hal itu, sang dewi yang menunjukkan tanda-tanda sedikit terganggu, namun pada akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan perkataannya tanpa menyadarkan anak muda yang masih terpana dengan cahaya disekitarnya.

"Anak muda, aku telah memanggilmu setelah kematianmu yang begitu mengenaskan. Sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas pemeliharaan alam semesta pasca kehancurannya, aku menunjukmu, untuk mengawasi salah satu dunia yang terancam akan hancur," ucapnya dengan senyuman yang menenangkan hati.

Meski kata-kata yang bermakna berat itu telah dilontarkan, anak muda itu hanya ingin terus mengangumi pemandangan yang mungkin tidak akan pernah ia lihat lagi dimasa depan.

Dengan perasaan terasingkan karena untuk pertama kalinya ia diacuhkan, dewi itu menghela napas ringan sembari menggerakkan tangannya keatas dan kebawah seakan ia sedang melambaikan tangannya.

Bersamaan dengan itu pula, sang pemuda yang selama ini terdiam karena tengah mengagumi keindahan tempat itu, seketika menjadi panik saat sebuah lubang yang besar tercipta dibawah kakinya.

Karena itu pula, sang pemuda terjatuh, dan berteriak cukup histeris. Sehingga dewi yang mengamatinya sedikit terkikik melihat reaksi pemuda yang baru saja terjatuh kedalam lubang yang dipenuhi warna putih.

Cahaya putih yang lembut nan agung dari tempat itu telah menghilang. Kini, anak muda itu hanya dapat merasakan jejak dari cahaya tempat itu.

Sebagai ganti dari kehilangan cahaya yang agung, anak muda itu melihat dan merasakan sebuah sensasi hangat yang menusuk kulitnya dan kelopak matanya.

Tanpa peringatan, anak muda itu telah dipindahkan ke tengah padang rumput yang terbentang seluas pengelihatan burung di langit.

"A... Tunggu, aku...." suaranya yang berat namun juga tidak mengganggu pendengaran, membuat dirinya sendiri terkejut.

"A, aku, suaraku... Haha, aku bisa mengeluarkan suaraku lagi...!"

Perasaan yang meluap bagaikan gelombang laut yang tidak pernah berhenti menerpanya dengan begitu kuat.

Kakinya yang lemah, akhirnya dapat ia gunakan pula untuk berdiri.

Jantungnya yang lemah pun akhirnya dapat ia bawa berlari.

Kekuatan yang tidak ia ketahui sumbernya meledak-ledak hingga ia dapat mengeluarkan teriakan yang dapat membuat tenggorokannya sakit.

"Hahaha! Tempat ini luas sekali...!"

Kaki dan suaranya yang perlahan melemah, akhirnya membiarkan dirinya tergeletak diatas rumput yang sedikit menggelitik punuknya.

Dengan perasaan bahagia yang masih belum dapat ia artikan, anak muda itu tersengal-sengal sembari menahan rasa sakit dari matanya yang seakan ingin mengeluarkan sesuatu.

Hingga akhirnya rasa sakit itu tak tertahankan dari matanya. Anak muda itu pun menggosok air asin yang keluar dari sana.

Keinginannya untuk berlari ditempat yang luas telah terpenuhi. Hanya itulah keinginan seumur hidupnya yang telah tercapai setelah kematiannya.

Namun, anak muda itu masih belum bisa percaya bahwa dirinya telah melewati kehidupan sebelumnya, dan dihidupkan kembali kedunia ini oleh seorang wanita yang tidak dikenalnya.

Satu hal yang pasti anak muda itu rasakan saat ini adalah, perasaan untuk tidak pernah kehilangan kebebasan yang ia miliki saat ini sampai kapanpun juga.

Karena, ia telah meninggalkan dunia yang mengekangnya, ia tidak perlu lagi berdiam diri di dalam satu tempat yang gelap dan dingin.

Mulai hari ini, aku akan melakukan semua yang aku lihat di dalam kotak tua bersinar itu.

Dengan ketetapan hatinya, anak muda itu mulai berjalan tanpa arah ditengah padang rumput yang bergoyang dengan gembira bersamanya.

***

Tiga hari telah berlalu.

Selama masa itu, ia berjalan tanpa dapat menemukan apapun yang dapat ia minum ataupun makan.

Kini, kebebasannya yang telah lama ia idam-idamkan, terasa begitu semu dengan dirinya yang berjalan sambil menyeret kakinya.

Rasa lelah dan ketidakmampuan perlahan menggerogotinya. Namun, harapannya untuk menjalani kehidupan yang bebas masih menopang perjalanannya.

Meski begitu, pada akhirnya ia hanya seorang manusia biasa yang memiliki banyak batasan.

Sehingga, ketika seluruh tenaganya telah ia gunakan untuk mengangkat satu kakinya yang memberinya kemajuan sebanyak seperempat meter, anak muda itu akhirnya terjatuh ke padang rumput yang memberikannya ketenangan.

Kelelahan yang menumpuk membuatnya kesulitan bahkan untuk sekedar menjaga kesadarannya.

Saat matanya yang perlahan memaksa untuk beristirahat, sebuah siluet yang asing mendekatinya dengan gerak-gerik mewaspadai.

Ketika pandangan anak muda itu semakin memudar, ia mempercayakan tubuhnya pada siluet misterius itu.

Meski singkat, pemuda itu merasa telah mendapatkan hal yang paling ia inginkan dalam hidupnya.

Begitu kesadarannya telah hampir menghilang sepenuhnya, ia terus berdoa agar setidaknya tubuhnya dapat dimanfaatkan dengan benar oleh siapapun yang menemukan tubuhnya itu.

Namun, takdir justru berkata lain.

Harapannya untuk mengakhiri kesenangan singkatnya sirna. Sebagai buktinya, ia masih merasakan bagian tubuhnya yang justru sudah merasa lebih baik, terutama mengenai masalah dehidrasi yang dialaminya semenjak datang ke dunia ini.

Kepala anak muda itu terasa sedikit berguncang saat ia akhirnya dapat membuka matanya.

Pemandangan pertama yang pertama kali dapat ia lihat adalah sebuah ruangan remang-remang yang terlihat kumuh. Dapur dan kasur yang ditempatinya berada dalam ruangan yang sama, sehingga, hal itu mengembalikan trauma akan tempat ia hidup sebelumnya.

Karena tak ada seorangpun di ruangan itu, ia pun berlari dengan putus asa untuk mencapai pintu keluar.

Braakk!

Pintu kayu reot terbuka dengan paksa hingga hampir lepas dari dinding yang juga terbuat dari kayu.

Ruangan gelap yang dikiranya rumah, ternyata adalah gubuk. Namun, anak itu tidak mempedulikannya, dan melihat kearah langit yang menjulang tinggi.

Anehnya, anak muda itu tidak asing dengan pemandangan yang ia lihat. Langit seharusnya menjadi sesuatu yang tinggi, luas, dan tak terbatas.

Tapi, baginya, langit yang ada didepannya saat ini, tidak lebih dari langit-langit yang sedikit lebih tinggi dibanding pusat kesengsaraannya.

"Akkhh...!!!"

Kepala anak muda itu terasa begitu berat seakan langit runtuh menimpanya, ia secara sadar tak dapat membendung teriakan yang histeris.

"Kenapa... Kenapa...!"

Tanpa disadarinya, orang disekitar melihatnya dengan keheranan dan ketakutan akan teriakan yang begitu tiba-tiba di tempat yang sebenarnya jarang terdengar suara keras.

Salah satu dari mereka, berjalan maju menerobos kerumunan yang mengelilingi anak muda itu.

Dia merupakan seorang anak perempuan yang tampak masih berumur belasan tahun. Dengan wajah panik, ia mencengkram kerah baju anak muda itu, dan menariknya kedalam gubuk yang menjadi tempat bernaungnya.

Duk!

Anak muda itu terlempar dengan sangat mudah ke atas kasur meski ia memilki tubuh yang lebih besar.

"Apasih yang kamu pikirkan berteriak seperti itu!?" ucap anak perempuan yang rambutnya acak-acakan dengan ekspresi marah bercampur khawatir.

Anak muda itu pun hanya melihatnya sekilas, lalu segera memalingkan wajahnya seperti seorang anak kecil.

Dengan kesal, anak perempuan yang melihat sikap orang yang ditolongnya tidak menghargai usahanya, mendengus dengan keras namun imut.

"Hmph! Kalau kamu tidak ngomong, bagaimana caraku tahu kenapa kamu berteriak seperti orang gila." ungkapnya yang mengabaikan orang di depannya sembari menyiapkan peralatan masak. "Tapi terserah kamu deh, lagian aku juga menolongmu karena kamu terlihat sudah sekarat" sambungnya dengan nada yang agak kecewa dengan respon anak muda itu setelah diselamatkan.

Anak muda itu pun menjadi semakin bingung. Kenapa seseorang yang tidak perempuan itu kenal, mau menyelamatkan hidupnya yang yang tidak berarti ini.

"Ke-Kenapa kamu mau menyelamatkanku?"

Dengan nada kebingungan, perempuan itu menjawab, "Hah? Bukankah sudah jelas, karena kita ini sesama manusia."

Mendengar kata itu, sang pemuda berusaha memikirkan dengan keras perkataan darinya dengan ekspresi rumit.

"Manusia...."