Chereads / Sword Slayer / Chapter 9 - BAB 9 TEMAN MASA KECIL

Chapter 9 - BAB 9 TEMAN MASA KECIL

Di sebuah Toko Roti, seorang anak perempuan dan anak laki-laki sedang bermain. Mereka sama-sama berumur 7 tahun.

Kedua anak itu saling bercanda dan tertawa dengan riang gembira. Suatu hari, anak laki-laki itu memberikan sebuah roti kepadanya.

Sang gadis pun begitu senang dengan pemberian temannya itu. Namun, tiba-tiba seorang pria berziarah lengkap mengambil roti itu lalu membuangnya ke tanah.

Dilanjutkan dengan menginjak-injak roti itu dengan kakinya. Ia lalu berjalan mendekati sang anak laki. Pria berziarah itu kemudian memukulnya dengan keras. Anak laki-laki itu pun terjatuh. Sang Pria berziarah lengkap kemudian menginjak-injakkan kakinya di tubuh anak laki-laki itu.

"Tidak... Tidak... Hentikan... Hentikan!!!" teriak gadis kecil itu.

Namun, Pria itu tidak berkutik dan terus menyakiti si anak laki-laki. Sang gadis pun terus meminta si Pria untuk berhenti. Sang Pria yang sudah merasa puas, ia lalu menghentikan aksinya. Pria itu lalu mengusir si anak laki-laki. Gadis itu kemudian berjalan mendekati si anak laki-laki.

Namun, sang anak laki-laki malah menatap tajam ke arahnya dan berkata, "Diamlah... Jangan ganggu aku lagi!"

"Tidak... Tidak!!!" teriak gadis itu.

Tiba-tiba semuanya menjadi gelap, dan gadis itu kemudian membuka matanya. Gadis itu pun terbangun di sebuah kamar yang terasa begitu dingin. Di beberapa sudut kamar juga terlihat membeku. Ternyata gadis itu adalah Putri Yuki.

"Cuma mimpi...? Tidak, itu adalah kenangan masa kecilku... Teman masa kecilku... Satu-satunya temanku..." gumam Putri Yuki.

Ia kemudian berjalan mendekati jendela dan melihat keluar lalu kembali bergumam, "Padahal aku tidak tahu siapa namanya, tapi entah kenapa terasa begitu nyaman saat bersama dia."

Dia lalu berjalan ke tempat tidur, dan duduk di sana seraya berkata dalam hati, "Apa... Kita akan bertemu lagi?"

***

Di pagi hari, di Desa Pemberontak, Azuma sedang berjalan menuju suatu tempat. Spear yang khawatir pun mengejarnya.

"Hei, sudahlah. Lupakan perkataan Ozuza yang kemarin. Dia memang orangnya kasar seperti itu" ucap Spear mencoba menenangkannya.

"Tapi, harusnya tak sekasar itu?! Apa dia tak tahu, kalau kita sampai melawan Gargoyle Besi waktu itu?!" ucap Azuma membentak.

Ia kemudian menunduk dan melanjutkan, "Aku juga tak enak dengan kau Stick yang sudah membantuku..."

"Iya, iya, yang sudah ya sudah. Lalu, sekarang apa rencanamu?" tanya Spear.

"Aku akan terus berlatih teknik Bayangan" jawab Azuma dengan tegas.

Azuma dan Spear terus berjalan keluar Desa. Mereka lalu menuju hutan untuk melanjutkan pelatihan Azuma.

***

Di sisi lain, di kamar Stick, Stick sedang berbicara dengan seorang pria . Ia tampak memakai jubah berwarna hitam yang menutupi wajahnya.

"Apa kau sengat suka berpakaian seperti itu?" tanya Stick.

"Hah, tentu. Ini jelas lebih nyaman dari pada memakai sebuah zirah" jawab sang pria.

"Oh, begitu. Jadi, ada apa?" tanya Stick.

"Kau tahu, kan? Sebentar lagi, para Pemberontak akan menyerang Bros? Aku tak bisa membiarkan itu terjadi. Karena itulah, aku punya rencana" jawab sang pria lagi.

"Katakan..." sahut Stick.

***

Kembali ke Azuma yang sedang berlatih di hutan. Azuma terus melatih teknik Bayangan-nya. Sedangkan, Spear terduduk di sebuah batang pohon yang ambruk sembari melihat latihan temannya itu.

Setelah cukup lama berlatih, Azuma pun beristirahat. Spear lalu mendekat ke arahnya.

"Latihanmu sudah cukup bagus. Hanya saja, sepertinya kurang sempurna" ucap Spear.

"Aku tahu. Aku belum bisa mempertahankan Bayanganku dalam waktu cukup lama" ucap Azuma menambahkan.

Ia kemudian menatap ke langit dan bertanya, "Di Desa, semua orang hidup mandiri, 'kan?"

Spear pun menjawab, "Iya, memang kenapa?"

"Lalu makanan yang selama ini kita makan itu berasal dari mana?" tanya Azuma lagi.

Spear pun menjawab lagi, "Oh, itu. Stick-lah yang mendapatkan makanan-makanan itu. Kadang ia berburu di hutan, atau malah memancing di sungai."

Azuma pun tersadar, "Tunggu, berarti itu tidak adil, kan?"

Ia kemudian berdiri dari tempat duduknya dan menarik tangan Spear, "Ayo, kita pergi."

"Eh, kemana?" tanya Spear mengeluh.

Azuma pun menjawab, "Kemana lagi, tentu saja gantian dong!! Kita yang berburu!! Apa kau tidak kasihan dengan adikmu?!"

"Eh, tak apa-apa kok. Sudah seharusnya sang adik melayani kakaknya, kan?" jawab Spear dengan anda santai.

Azuma pun menariknya dan berkata, "Kau menyebut dirimu seorang kakak?!! Ayo, kita ber-bu-ru!!!"

Karena Azuma yang terus mengoceh, Spear yang tak tahan pun menurut. Mereka lalu bersiap untuk berburu.

***

Beralih ke Stick yang sedang bersama pria misterius. Setelah menjelaskan rencananya, pria itu pun izin pamit.

Pria itu kemudian berdiri dan berkata, "Sampai jumpa. Ingat jangan sampai gagal. Sekarang aku harus pergi untuk menemui yang lain."

Stick hanya terdiam dan tak menjawab. Pria itu pun pergi keluar. Ketika akan keluar, Pria itu tampak menengok ke kiri-kanannya untuk memastikan keadaan aman. Dirasa aman, ia kemudian langsung berlari keluar rumah.

***

Kembali lagi ke Azuma dan Spear yang selesai berburu. Waktu pun berganti menjadi sore hari. Azuma dan Spear merasa senang karena berhasil mendapatkan satu ekor rusa. Sembari, berjalan membawa hasil buruan mereka, Azuma pun memulai pembicaraan.

"Hei, Spear. Apa kau punya teman masa kecil?" tanya Azuma.

"Hah, teman masa kecil? Tentu, aku punya. Salah satunya, adalah anak laki-laki yang mengajariku teknik Bayangan" jawab Spear.

Mendengar hal itu, Azuma pun bercerita, "Dulu ketika masih berumur tujuh tahun, aku bertemu seorang gadis cantik. Dan ak--."

Spear memotong pembicaraan, "Dan kau menyukainya, ya?"

"Eh, tidak, tidak" jawab Azuma mencoba mengelak.

Namun, Spear yang melihat wajah temannya memerah, ia pun paham dan tertawa keras. Azuma pun menunduk malu.

"Berhentilah, tertawa!! Kau temanku bukan, sih?!!" bentak Azuma.

Spear kemudian menghentikan tawanya, "Aduh, maaf, maaf. Lanjukan, lanjutkan ceritamu."

"Gadis itu sepertinya, anggota keluarga bangsawan atau kerajaan. Soalnya, pengawal gadis itu tampak berziarah lengkap" ucap Azuma bercerita.

Spear pun mulai penasaran, "iya, iya. Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"

"Karena semakin dekat dengannya, aku berniat untuk memberi hadiah. Aku lalu meminta ayah dan ibuku untuk mengajariku cara membuat roti" ucap Azuma melanjutkan ceritanya.

Spear pun dibuat makin penasaran, "Oh, keluargamu mempunyai Toko Roti, ya?"

Azuma lalu menjawab, "Iya. Dan aku pun mulai belajar membuat roti. Akhirnya, roti yang ku buat pun jadi. Aku berniat untuk menghadiahkan roti itu untuknya."

Spear pun dibuat penasaran dan deg-degan, "Jadi, jadi... Gadis itu menerima pemberianmu dengan senang hati. Dan kemudian kalian menikah, hore!!!"

Azuma pun menunduk, "Tidak, bukan begitu. Memang benar, dia sangat senang dengan pemberianku. Tapi, pengawalnya yang tidak senang. Pengawal itu menjatuhkan roti ke tanah dan menginjaknya. Aku lalu dipukuli habis-habisan. Harga diriku diinjak-injak seakan-akan aku hanyalah sampah baginya."

Wajah penasaran Spear pun mulai hilang, "Maaf... Aku terlalu berlebihan, ya..?"

Azuma pun mulai menangis, "Gadis itu berusaha menghentikan pengawalnya agar tidak menyakitiku. Ia bahkan sempat memanggil nama pengawalnya itu. Ternyata, nama pengawalnya itu adalah Sogun. Dan sejak hari itu, kesialan mulai menimpaku. Orang tuaku yang dibunuh, toko kami yang dibakar, dan guru yang baru saja ku temui pun harus mati. Kenapa... Kenapa...?"

.....Bersambung.....