Suatu hari, seorang anak laki-laki berlarian menyusuri Hutan. Pakaian anak laki-laki itu, tampak lusuh dan tubuhnya berlumuran cairan merah.
Anak itu terus berlari dan tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Orang itu adalah pria yang memakai zirah lengkap. Tampak beberapa prajurit pun berada di sekitarnya.
Melihat pria berziarah itu terjatuh, seorang prajurit pun menghampirinya, "Anda baik-baik saja, Jenderal Ozu?"
Ternyata pria itu adalah seorang Jenderal Kerajaan Dwyn bernama Achmad Ozu. Ia dan para prajuritnya sedang berpatroli di sekitar Kota Bros.
Sang Jenderal pun berdiri, "Aku tak apa-apa."
Anak itu kemudian melihat ke arah pria yang ia tabrak. Orang itu menatap tajam ke arahnya. Ia kemudian mengulurkan tangannya.
"Kau tak apa-apa, nak? Apa yang terjadi?" tanya sang Jenderal.
Namun, anak laki-laki itu hanya bergumam, "Ayah... Ibu... Aku takut..."
Merasa iba dengan sang anak, pria itu pun membawanya pulang ke Rumahnya. Di rumah Jenderal Ozu, sang istri yang bernama Zara pun terkejut saat melihat suaminya membawa pulang seorang anak laki-laki.
"Siapa dia? Kenapa kau membawanya pulang?" tanya Zara keheranan.
Jenderal Ozu pun menjawab, "Aku tadi menemukannya di Hutan. Namanya..."
Ia lalu melihat ke arah sang anak laki-laki dan bertanya, "Aku hampir lupa, siapa namamu?"
Mendengar pertanyaan itu, si anak laki-laki pun menunduk, "Ayah dan ibu... Tak memberiku nama... Aku, tak punya nama..."
"Hmph, begitu ya. Baiklah, kalau begitu akan ku berikan satu nama untukmu. Mulai sekarang, namamu adalah Ozuza" ucap Jenderal Ozu tersenyum sembari mengelus rambut anak laki-laki itu.
"Ozuza... Ozuza... Namaku, Ozuza..." gumam sang anak laki-laki.
Ozuza pun kini tinggal di Rumah Jenderal Ozu dan diangkat sebagai anak olehnya. Beberapa hari kemudian, Trauma yang Ozuza alami pun mulai sembuh. Jenderal Ozu bahkan mengenalkannya dengan orang kepercayaan yang bernama Oni.
***
Suatu hari, sang istri hamil dan sembilan bulan kemudian ia melahirkan seorang anak laki-laki. Jenderal Ozu pun begitu senang dengan kelahiran anak pertamanya. Namun di hari yang sama, terjadi penyerangan kerajaan Zyro di Kota Bros.
Ternyata semua itu adalah ulah dari orang kepercayaan Ozu yang bernama Oni. Oni adalah seorang penyihir baik yang suka menolong. Tapi ternyata, itu adalah tipuan untuk membuatnya dekat dengan Jenderal Ozu. Semua itu ia lakukan, supaya Zyro bisa menguasai Kota Bros dan Kastil Betro. Ternyata, Oni adalah mata-mata kerajaan Zyro.
Istri Ozu yang baru saja melahirkan, ia merasa kelelahan. Namun, jujur saja dia sangat khawatir dengan keadaan suaminya dan nasib kedua anaknya itu.
Zara pun memanggilnya, "Ozuza..."
"Ya, ibu. Ada apa?" tanya Ozuza sembari mendekat.
"Pergilah... Dan selamatkan adikmu... Jaga dan lindungi dia..." ucap Zara dengan nafas terengah-engah karena baru saja melahirkan.
"Tapi, bagaimana dengan ayah dan ibu?" tanya Ozuza bingung.
"Kami... Akan baik-baik saja..." ucap Zara mencoba meyakinkan anaknya itu.
Mendengar hal itu, Ozuza pun berkata, "T-Tap--."
"Tidak apa-apa... Adikmu ini... Namanya... Ryujin... Achmad Ryujin... Pergilah... Selamat... dan hiduplah..." ucap Zara yang meneteskan air matanya sembari mengelus kepala Ozuza.
Mau tak mau, Ozuza pun menurut. Ia lalu membawa Ryujin yang masih bayi untuk kabur dari tempat itu.
Sembari berlari menjauhi Kota Bros, Ozuza pun menangis, "Hiks, hiks, kenapa... Kenapa selalu saja orang tuaku harus mati... Kenapa... Kenapa!!!"
***
Tiba-tiba semuanya menjadi gelap dan ketika membuka matanya, ia pun terbangun di Kamarnya sendiri. Dia merasa begitu syok dengan kenangan masa lalunya itu. Dan orang itu adalah Ozuza.
"Kenapa... Kenapa aku bisa memimpikannya... Tunggu, kalau diingat-ingat, sebenarnya dia mirip dengan Pion... Oni mirip dengan Pion..." pikir Ozuza dalam hatinya.
Tiba-tiba, Ryujin masuk ke Kamar dan mengajaknya untuk sarapan. Mereka kemudian duduk di meja makan dan mulai melahap makanan.
"Aku dengar, kak Zuza sedang melatih kak Azuma, ya? Bagaimana perkembangannya, kak?" tanya Ryujin sembari mengunyah makanan.
Ozuza kemudian berhenti mengunyah dan menjawab, "Iya, benar. Kalau soal perkembangan, dia masih belum bisa menguasai teknik yang kakak ajarkan padanya."
***
Di sisi lain, di Rumah 35, Stick sedang mengobati telapak tangan kanan Azuma yang terluka dan berdarah. Spear pun sangat khawatir dan meminta agar ia tak berlatih lagi dengan Ozuza.
"Hei, Azuma. Lebih baik kau berhenti saja berlatih dengannya. Dia itu orangnya kasar dan sifatnya dingin" ucap Spear mencoba membujuknya.
Mendengar hal itu, Stick malah menjawab, "Aku juga orangnya dingin. Lagipula jika memang ingin membalas dendam, paling tidak harus menjadi lebih kuat, kan?"
Spear pun menambahkan, "T-Tapi, dia itu... Ozuza it--."
"Tak apa-apa. Ini memang pilihanku. Stick benar, jika ingin membalas dendam, paling tidak aku harus menjadi lebih kuat" ucap Azuma berpegang teguh pada pendirian.
Melihat situasi menjadi tegang, Stick pun mengajak Azuma dan Spear untuk sarapan. Mereka lalu duduk di meja makan dan mulai menyantap makanan.
***
Tepat setelah sarapan, Azuma pun mengambil pedang dan bergegas pergi ke luar. Azuma berniat menghampiri Ozuza untuk melanjutkan latihan. Sedangkan, Spear menghampiri Stick. ia penasaran kemana adiknya pergi kemarin.
"Hei, Stick. Kemarin kau pergi kemana?" tanya Spear penasaran.
Stick pun terdiam sesaat dan kemudian menjawab, "Aku hanya pergi mengunjungi Pion."
Spear lalu bertanya lagi, "Pion, untuk apa? Sejak kapan kau dekat dengan orang itu?"
Stick pun menunduk dan menjawab lagi, "Hanya saling bertukar pikiran saja. Jangan khawatir, ia bukanlah Cavalry, orang yang dulu memanfaatkanmu."
Tak ingin terus ditanyai, Stick lalu masuk ke dalam Kamar. Sedangkan Spear, ia masih bingung dengan apa maksud dari adiknya itu.
"Cavalry... Apa maksudnya itu? Kenapa dia mengungkitnya lagi?" pikir Spear dalam hatinya.
Di dalam Kamar, Stick pun bersandar pada dinding. Tangannya mengepal keras dan matanya pun menatap tajam.
"Cavalry, ya? Aku rasa, aku salah bicara. Pion justru lebih berbahaya dari si penunggang kuda itu. Tapi, bagaimana pun aku harus melakukan ini. Akan sia-sia jika aku berhenti di sini" pikir Stick dalam hatinya.
***
Di sisi lain, Azuma sedang berjalan menuju Rumah 23 untuk menghampiri Ozuza. Namun, ketika ia sampai di sana, terlihat Ozuza sedang berbicara dengan seorang Pria di depan Rumah 23. Azuma yang tak ingin mengganggu, ia hanya berdiri menunggunya selesai mengobrol dengan pria itu.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya pria itu pun pergi. Tampak Ozuza menatap pria itu dengan tajam seakan-akan punya masalah dengannya.
Saat itu juga dia tersadar bahwa Azuma menunggunya. Ia lalu mengambil pedang dilanjutkan kemudian menghampiri dan mengajaknya ke Hutan.
Namun di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan pria penunggang kuda yang waktu itu menghina Spear. Azuma pun menatapnya dengan tajam. Namun, pria itu hanya tersenyum sombong sembari terus menunggangi kudanya melewati mereka.
"Kau kenal dia?" tanya Ozuza penasaran.
Azuma pun menjawab, "Tidak. Hanya saja dia pernah menghina Spear. Padahal Spear tak melakukan apapun waktu itu. Siapa sih orang br*ngsek itu?!"
Ozuza kemudian menjelaskan, "Namanya adalah Cavalry dan sifatnya memang sombong. Dulu, ia tak punya apa-apa. Tapi, sekarang ia bahkan punya kuda, pedang, dan zirah lengkap. Banyak kabar beredar bahwa Spear-lah yang membantunya. Sepertinya, setelah mendapatkan semua itu, ia malah menjauhi Spear yang telah membantunya."
"Apa karena itu dia tak mau cerita tentang orang itu. Dasar Cavalry, beraninya kau memanfaatkan Spear yang telah membantumu!" gumam Azuma dalam hatinya sembari kedua tangannya yang mengepal.
.....Bersambung.....