Di Hutan, Ozuza tengah mengawasi Azuma yang sedang berlatih. Seperti kemarin, Azuma masih saja belum bisa mengeluarkan api di bagian mata pedang miliknya.
"Lakukan sekali lagi!!" ucap tegas Ozuza.
"B-Baik" jawab Azuma.
Dia lalu menutup matanya dan mengingat kembali masa lalunya. Ia mengingat saat kenangan bersama ayah dan ibunya, kenangan bersama gadis teman masa kecil, kenangan saat diajari guru Shin, dan semua itu lenyap di rebut oleh Zyro.
Ia lalu membuka matanya dan mengangkat pedang setinggi bahu dan diletakan tepat di depan mata sembari berkata, "Flame Sword..."
*Whusssh... (Muncul api di bagian mata pedangnya)
Namun, Azuma yang terkejut langsung mengangkat pedangnya lebih tinggi menjauh dari wajah. Tangannya merasakan panas lantaran api yang membara di bagian tajam pedang itu. Ozuza pun sedikit tersenyum melihat Azuma yang ada kemajuan.
Namun, api itu semakin berkobar membara dan menyebar ke gagang pedang. Api kemudian merambat ke telapak tangan kanan Azuma yang sedang memegang pedang itu. Sontak, ia pun terkejut dan langsung membuang pedang itu jauh-jauh. Api di pedang itu pun padam.
"Aaa!!" teriak Azuma kesakitan.
Telapak tangan kanannya kini mengalami luka bakar. Ozuza kemudian mendekat dan memukulnya.
"Lakukan lagi!" ucap Ozuza memberi perintah.
Azuma pun menengok sembari memegangi telapak tangan kanan yang terbakar dengan tangan kiri, "A-Apa?! Kau gila, ya?! Tidak, tidak mau!! Telapak tanganku saja sampai terbakar!!"
Mendengar jawaban itu, Ozuza pun langsung menatap tajam ke arahnya. Ia kemudian mengepalkan tangan dan memukulnya.
*Bukk
Azuma pun terpental tiga langkah dari tempatnya berdiri. Ia kemudian menengok Ozuza dan terkejut melihat dia menatapnya dengan tajam.
"Bangun, tak ada waktu untuk beristirahat!!" bentak Ozuza.
Karena takut, Azuma pun menurut. Ia kemudian bangkit berdiri dan melanjutkan latihannya. Walaupun sekarang Azuma bisa memunculkan api di bagian mata pedang, namun ia tidak bisa mengendalikan api itu. Sehingga, telapak tangan kanannya pun kembali terbakar.
Azuma terus merasakan rasa sakit itu, namun Ozuza tidak peduli dan terus menyuruhnya untuk tetap berlatih. Mereka terus berlatih hingga menjelang tengah malam.
***
Di pagi hari di Desa Pemberontak, Rumah 35, Spear dan Stick sedang berada di Dapur untuk menyiapkan sarapan. Sembari memasak makanan, mereka juga saling berbicara.
"Dia... Masih belum pulang..." gumam Spear.
Stick pun menjawab, "Begitulah, seharusnya ia tidak berurusan dengan pemanah itu."
Spear pun kemudian berkata, "Tapi, dialah yang membawa Azuma kemari!! Hei, apa menurutmu arti dari balas dendam?"
"Balas dendam? Itu adalah cara terkahir untuk mencapai tujuan hidupmu. Intinya kau tak peduli tentang hal lain, satu-satunya tujuanmu adalah membalas dendam. Bahkan, jika yang menjadi taruhannya adalah nyawamu sendiri" ucap Stick menjelaskan.
Ia lalu berjalan mendekati Spear dan melanjutkan, "Intinya... Nyawamu bukanlah masalah. Asalkan dendammu terbalas, walaupun harus kehilangan nyawa bukanlah hal penting. Balas dendam adalah tujuan terakhir orang yang tak punya harapan untuk hidup".
Makanan pun sudah tertata rapi di atas meja makan. Namun, ketika mereka bersiap untuk sarapan, tiba-tiba pintu depan terbuka dan masuklah Azuma.
Dia tampak kelelahan sambil terus memegangi tangan kanannya dengan tangan kiri. Ia kemudian berjalan menuju meja makan. Namun, karena merasa begitu lelah, Azuma pun terjatuh dan pingsan.
Spear dan Stick langsung terbangun dari tempat mereka duduk. Kakak beradik itu lalu membawa Azuma ke Kamar dan menidurkannya di atas kasur.
Stick lalu mengambil kotak obat dan perban. Ia lalu memandangi dan mengecek tubuh Azuma. Seketika, Stick pun terkejut saat mendapati telapak tangan kanan Azuma terluka sampai mengeluarkan darah.
***
Di saat yang bersamaan, Spear yang sedang membersihkan Rumah 35, ia terkejut ketika melihat noda merah di Lantai. Spear lalu mengambil kain, dan mulai membersihkan noda itu. Saat sedang membersihkan, ia pun teringat ketika Azuma datang tadi pagi. Ia curiga bahwa noda merah itu adalah darah milik Azuma yang selesai berlatih.
Spear pun berlari menuju Kamar Azuma untuk memastikan bahwa firasatnya benar. Saat di dalam Kamar, ia pun melihat Stick yang sedang mengobati Azuma.
"Stick, Stick, sepertinya Azuma terluka! Aku baru saja menemukan noda merah di Lantai. Dan aku yakin bahwa itu miliknya!" ucap Spear dengan tergesa-gesa.
"Aku tahu, telapak tangan kanannya terluka. Sepertinya, sekali lagi ia mengalami latihan yang berat. Si pemanah itu memang orang yang keras dan tegas" ucap Stick menjelaskan.
***
Beralih ke Ozuza, ia sedang bejalan pulang menuju Rumah 23. Namun, dalam perjalanannya itu, ia kembali bertemu dengan Pion.
"Sepertinya kita bertemu lagi, ya? Mungkin ini sudah takdir, Ozu... za" ucap Pion menyapanya.
Mendengar hal itu, Ozuza pun langsung menatap tajam dan tak menanggapi ucapannya. Ia hanya berjalan melewatinya dan mempercepat langkah agar cepat sampai ke Rumah 23.
Pion pun dibaikan, ia hanya terus memandangi Ozuza yang berjalan menjauh dan terus menjauh. Namun, Pion kemudian tersenyum.
"Aku tak percaya kau tak mengenaliku, Ozuza. Cepat atau lambat, kita pasti akan saling bertarung" ucap Pion dengan senyum menyeringai.
Sedangkan, Ozuza yang berjalan pulang dengan tergesa-gesa, ia pun berkata dalam hati, "Tidak mungkin. Seharusnya, tidak ada yang tahu soal masa laluku. Mungkin, hanya kebetulan saja. Ia pasti hanya bercanda. Pasti cuma kebetulan... Pasti hanya kebetulan!!"
***
Di sisi lain, di Desa Pemberontak, Rumah 23, Ryujin sedang menyiapkan makanan. Tiba-tiba, pintu depan pun terbuka. Ternyata itu adalah Ozuza. Ryujin yang melihatnya kemudian menyapa.
"Ah, kak Zuza sudah pulang. Ayo, makan bareng kak" ucap Ryujin sembari tersenyum.
Tapi, Ozuza malah langsung berjalan menuju Kamarnya sembari berkata, "Maaf, kakak sibuk."
Mendengar jawaban itu Ryujin pun langsung murung. Mau tak mau ia pun sarapan sendirian.
"Apa kak Zuza sedang ada masalah..?" gumam Ryujin sembari memakan makanannya.
***
Kembali ke Azuma yang sedang terbaring di tempat tidur. Spear kini sedang berada di Kamar itu dan menjaganya. Tiba-tiba, Stick memasuki Kamar.
"Spear, maaf aku ada urusan. Aku akan kembali nanti malam" ucap Stick berpamitan.
"Apa? Tapi, Azuma sedang sakit. Apa kau tak merasa kasihan padanya?" ucap Spear mencoba membujuknya.
Stick kemudian menjawab, "Maaf, tapi ini urusan penting. Aku juga tak bisa menundanya."
Spear pun mengerti, "Baiklah, aku paham. Cepatlah kembali."
Stick kemudian keluar dan pergi ke suatu tempat. Ia terlihat menengok ke kanan-kirinya untuk memastikan tak ada yang mengikuti.
***
Di sisi lain, Rumah 23, Ozuza keluar dari Kamar dan pergi. Ia berjalan menuju suatu tempat. Namun, di tengah perjalanan, dia bertemu dengan Stick. Langkah antara kedua orang itu pun saling terhenti.
"Jangan terlalu keras padanya. Kau membuatnya semakin menderita" ucap Stick memperingatkan.
Ozuza pun berkata, "Ini bukanlah urusanmu, kan? Untuk apa kau peduli padanya. Bukankah, kau hanya peduli pada Spear, kakakmu itu?"
Stick pun membalas perkataan Ozuza, "Ia adalah urusanku. Tentu saja, karena mereka berteman. Bukankah, kau juga hanya peduli pada adikmu? Kau tak mempedulikan yang lain selain adikmu, kan?"
***
Beralih ke Spear yang menemani Azuma di Kamarnya. Ia semakin khawatir karena temannya itu belum juga sadar sejak tadi. Tiba-tiba secara perlahan, Azuma kini membuka kedua matanya. Melihat hal itu, Spear pun merasa senang.
Azuma yang baru terbangun, ia kemudian beralih dari posisi berbaring menjadi duduk. Dilanjutkan dengan menghela nafas dan raut wajahnya pun terlihat lesu. Tiba-tiba, pintu depan pun terbuka. Dilanjutkan dengan pintu Kamar Azuma. Ternyata yang datang adalah Ozuza.
"Ayo, kita latihan lagi" ucap Ozuza mengajaknya.
Mendengar hal itu, Azuma pun menunduk dan berkata, "Maaf... Aku tak mau berlatih teknik itu lagi..."
Spear pun langsung berdiri dan mendorong Ozuza sembari berkata, "Apakah kau tak tahu?!! Kau itu terlalu berlebihan!!"
"Kalau tidak ku latih begitu, dia tak akan pernah bisa menguasainya" ucap Ozuza menjelaskan.
"Semua orang punya batas kemampuan! Dan inilah batas kemampuanku" ucap Azuma menjawab.
Ozuza kemudian melepas sarung tangan di telapak tangan kirinya. Ia lalu menunjukan telapak tangan kirinya ke Azuma dan Spear. Terlihat sebuah bekas luka bakar di telapak tangan kiri Ozuza.
"Aku juga mengalami latihan yang berat. Tuan Magma melatihku waktu itu. Namun, walaupun latihannya sangat berat, aku tidak menyerah dan meneruskannya. Hingga akhirnya, aku berhasil menguasai teknik Flame Sword" ucap Ozuza memberi penjelasan.
Azuma kemudian bertanya, "Jadi, alasan kenapa kau hanya memakai sarung tangan di telapak tangan kiri adalah untuk menutupi bekas luka itu?"
Ozuza pun mengiyakan, "Iya, dan karena aku kidal, aku memegangi pedang dengan tangan kiri. Bahkan saat membusur, aku pun melakukan hal yang sama. Jadi, ayo lanjutkan Latihanmu."
.....Bersambung.....