Kalian tahu tentang Pocong??
Sosok setan yang jalannya lompat-lompat. Oh ya, pocong itu sosok setan asli dari Indonesia ya, bukan setan naturalisasi dari negara lain.
Pocong itu bukan setan ya, tapi suatu kaum elit dari sebuah bentuk kehidupan di dunia lain. Karena, derajat pocong lebih tinggi dari pada setan.
Pocong juga pernah di klaim sama negeri tetangga. Tapi, karena kesigapan pemerintah Indonesia, Pocong resmi di nyatakan asli dari Indonesia dan di akui oleh berbagai negara sampai saat ini. Sedangkan di negeri tetangga, mengganti namanya menjadi hantu bungkus.
Sebenernya, gue kurang tahu sejarah Pocong itu seperti apa, dari desa mana atau pun dari kota mana.
Informasi yang gue dapat dari google, pocong terlahir. Karena, saat di makamkan, Tali Pocong bagian kepala yang mengikat jasad tersebut gak di lepas dan akhirnya mayat tersebut menjadi sosok Pocong, bukan setan pocong, ya. Ingat derajat pocong lebih tinggi dari pada setan.
Pertama kali gue di takdirkan menjadi Pocong. Awalnya gue gak terima. Menurut gue, pocong itu salah satu setan yang sangat menderita dan sangat teraniaya. Karena, jalannya aja harus lompat-lompat. Oh ya, sebelum gue memilih menjadi pocong, awalnya gue itu setan, setan penasaran. Mungkin, penyebabnya, sebelum gue mati, gue belum mendapat jawaban cinta yang pasti dari wanita yang gue cinta.
Kehidupan sebelum menjadi pocong.
Nama gue Andika Pratama, biasa di panggil Dika. Gue remaja yang selalu sial soal cinta, gue sudah puluhan kali di tolak sama wanita yang gue suka dan yang pasti, gue itu salah satu murid yang terpandai di kelas gue. Contohnya. Waktu itu, sedang ada ulangan matematika, setelah lepas dari pandangan pengawas, gue sembunyi-sembunyi untuk menyontek. Tapi sial, gue ketahuan sama pengawas dan kertas contekannya langsung gue telan. Alhasil, gue jadi muntah di kelas. Itu salah satu kepandaian gue.
Gue juga pernah iseng ngunciin teman gue si Burhan yang lagi kebelet di toilet. Setelah gue pergi. Ternyata, toilet itu mau di renovasi dan langsung di segel sama Pak kumis.
Keesokan harinya, gue baru ingat dan ternyata si Burhan sudah pingsan gak sadarkan diri. Sumpah, gue panik banget.Tapi sial nya, Pak Warno kepala sekolah tahu. Alhasil, gue di jemur seharian sambil hormat.
Dulu, waktu SMA, gue ingin banget jadi ketua OSIS, biar gue terlihat aktif di berbagai macam kegiatan di sekolah. Tapi, itu hanya angan gue aja. Jangankan ketua OSIS, waktu pemilihan ketua kelas aja, gak ada satu pun yang milih gue.
Banyak yang bilang, SMA itu masa-masa yang indah. Tapi buat gue, masa-masa yang penuh dengan kenangan pahit. Kenapa? Karena gue, selalu sial, apalagi soal percintaan.
Dan akhirnya, waktu yang gue nanti pun tiba. Gue melihat seorang wanita yang begitu cantik dan sangat ayu. Jiwa gue pun mulai kembali bersemangat.
Memang benar menurut pepatah, jodoh gak akan kemana-mana.
Wanita itu bernama Rahel, dia murid pindahan dari Bandung. Senyumnya manis dan imut, wajahnya seperti rembulan yang sedang bersinar terang. Rambutnya, benar-benar selera gue, di kuncir kuda.
Awal gue berjumpa dengannya.
Waktu itu gue lagi di ruangan Pak Warno, gue lagi di sidang sama guru-guru, cuma gara-gara masalah pulpen.
"Kamu lagi-kamu lagi, gak ada bosannya jadi anak jahil," Tegas Pak Warno.
"Cuma gara-gara pulpen aja, saya sampai di interogasi gini," celetuk gue.
"Cuma gara-gara pulpen, coba lihat ulah kamu," Salah satu dari guru yang menginterogasi gue langsung ngangkat satu plastik pulpen.
"20 kelas, pulpen murid kamu ambil semua, mau jadi apa kamu?"
"Mau jadi pelaut pak!" Celetuk gue.
"Kamu kalau di bilangin, ngeyel, ya!" Sumpah, waktu itu gue keringetan abis, baru kali ini gue lihat guru-guru pada emosi.
"Kamu tunggu di luar, Bapak mau membicarakan hukuman yang pantas buat kamu," Jelas Pak Warno. Dan di saat gue mau meninggalkan ruangan Pak Warno, gue berpapasan dengan seorang wanita yang gak pernah gue lihat sebelumnya di sekolah gue. Sumpah, pertama gue melihat dia, gue langsung terpesona akan kecantikannya.
Menit demi menit berlalu, Pak Warno pun manggil gue.
"Dika masuk!" panggil Pak Warno.
"Setelah pertimbangan yang matang, kamu di hukum membantu pak Jajang membersihkan sekolah selama satu minggu,"
Gue cuma bisa iya-iya aja. Nolak salah, menerimanya juga terlalu berat. Dan saat itu gue benar deg-degan banget. Gue deg-degan bukan karena hukumannya, melainkan ada wanita yang bikin selera hidup gue bangkit lagi sedang duduk di samping gue.
Jujur, gue penasaran banget sama wanita yang satu ini. Gue ingin banget dekat, apa lagi jadi pacarnya.
Keesokan harinya, wanita cantik itu ternyata sekelas dengan gue. Memang benar benar jodoh. Oh ya, Nama wanita cantik itu Rahel Anastasya.
Setiap waktu, hari-hari gue di penuhi dengan perasaan tanda tanya.
"Bisa gak, ya. Gue jadi pacarnya, jangan pacar deh, jadi teman aja dulu,"
Semua itu, pasti akan gue buktikan suatu hari nanti dengan keyakinan dan sugesti yang gue pegang.
Nenek gue pernah berkata.
"Kalau cinta di tolak, jangan pernah patah semangat, jangan putus asa, jodoh gak akan kemana-mana,"
Nenek gue memang pahlawan. Berkat nasihat Nenek gue, gue masih bisa bertahan sampai saat ini.
Seminggu kemudian.
"Sekarang kan jam istirahat, pasti dia lagi di kantin," celetuk gue. Sesampainya di kantin. Ternyata benar, dia lagi duduk santai seorang diri, dengan percaya diri gue langsung mendekatinya. Tapi, sayang, dia cuek banget dan langsung pergi gitu aja ninggalin gue.
Gue gak patah semangat dan keesokan harinya.
Seperti biasa, dia lagi duduk santai di kantin seorang diri, gue pun langsung mesan dua minuman dan menaruhnya tepat di sampingnya.
"Apa kabar, Hel," sapa gue. Lagi-lagi dia cuek dan sikapnya pun sangat dingin. Dia pergi ninggalin gue gitu aja dan yang lebih sialnya, si gendut Mumun datang nyamperin gue dan langsung nyambar minuman yang sudah gue pesan.
Dan keesokan harinya lagi, seperti yang lalu-lalu, dia sedang berada di kantin. Tapi, kali ini dia gak sendiri.
"Ngapain si Mumun sama dia," Gue pun punya ide.
"Han, loe mau duit 50 ribu gak?"
"Mau, kalau di kasih, mah,"
"Tapi, ada syarat nya, loe harus ngajak si Mumun pergi, terserah loe bawa kemana aja,"
"Yang benar loe, Ka. 50 ribu mana cukup buat si Mumun,"
"Ya sudah, gue tambahin 50 ribu lagi, setuju gak?"
"Kalau harganya segitu, gue baru setuju,"
Setelah sepakat, teman gue si Burhan langsung ngajak paksa si Mumun pergi. Semua pun sesuai dengan rencana.
Setelah si Mumun pergi, gue langsung duduk di sebelah si Rahel. Tapi, sial. Karena terburu-buru, gue nyenggol segelas minumannya yang berada tepat di atas meja sampai tumpah mengenai bajunya.
Dia marah banget sama gue dan lagi-lagi gue apes. Karena, Pak Warno sudah berada di belakang gue dan gue berdua langsung di suruh menghadap ke ruangannya.
Setibanya di ruangannya Pak Warno. Gue sudah pasrah. Karena, gue yakin, kata-kata kasar pasti akan keluar dari mulutnya. Soalnya, gue sudah berkali-kali kena marah, karena ulah jahil gue di sekolah. Tapi, saat itu gue merasa nyaman banget, secara ada wanita cantik di samping gue.
"Boleh kenalan gak? Gue, Dika?"
"Gue Rahel," Jawab si Rahel jutek, Saat pertama kali gue berjabatan tangan dengannya, gue langsung panas dingin, yang pasti seneng banget.
"Loe, baru kali ini ya, di panggil ke ruangannya Pak Warno?"
"Memang kenapa. Gue kan' baru seminggu sekolah di sini,"
"Jutek banget, sih," Ucap hati gue.
"Pak Warno itu galak. Apalagi kalau marah, mukanya seram, kayak kambing,"
"Oh gitu, terus?"
"Dia itu, orang yang paling di takuti di sekolah ini. Tapi, selagi loe di samping gue, loe tetap aman, gak ada yang berani marahin loe,"
Pak Warno pun datang dan langsung duduk di bangku kebesarannya. Namun, gak seperti biasa nya, Pak Warno datang dengan wajah yang tenang.
"Kamu lagi-kamu lagi, Bapak sudah bosan menyikapi tingkah laku kamu,"
"Maaf, Pak. Kalau mau hukum saya. Hukum aja. Tapi, jangan hukum wanita cantik yang ada di samping saya ini,"
"Siapa yang mau menghukum kamu. Saya mau, kamu minta maaf ke dia. Lihat, karena ulah kamu, bajunya sampai basah," Ujar Pak Warno.
"Tapi, Yah. Dia gak sengaja kok!"
"Walaupun gak sengaja. Ayah yakin, dia itu ada maunya,"
GUBRAK...!!! GUBRAK...!! GUBRAK..!
Mendengar percakapan mereka berdua, gue langsung mati kutu. Jantung gue serasa berhenti. Ternyata, selama ini wanita yang lagi gue incar itu anaknya Pak Warno.
"Ayah, anak," ucap hati gue.
Si Rahel pun langsung menoleh ke gue.
"Embeeeek," Ucap si Rahel menirukan suara kambing.
Gue pun langsung pergi ninggalin ruangan Pak Warno dengan tergesa-gesa.
"Kenapa tuh anak, gak seperti biasanya," ucap Pak Warno.
Saat pertama kali gue tahu, kalau si Rahel itu anaknya Pak Warno. Sumpah, gue malu banget.
Keesokan harinya.
Seperti biasa, dia lagi duduk santai di kantin.
"Maafin gue ya, Hel. Soal yang kemarin,"
"Gak apa-apa, kok. Gue sudah biasa nemuin orang seperti loe. Embeeeek," Ucap si Rahel yang langsung menirukan suara kambing
"Sorry, ya!"
"Nama loe siapa? gue lupa,"
"Dika, Hel!"
"Terus, loe mau ngapain kesini?"
Sumpah, dia cuek banget sama gue, rasanya seperti ada tembok besar yang menghalangi gue untuk dekat dengannya.
"Yang tadi gue bilang, gue mau minta maaf,"
"Maaf?"
"Iya, Maaf. Loe mau kan maafin gue?"
"Loe gue maafin. Tapi, ada syaratnya,"
"Syaratnya apa, Hel?"
"Loe harus traktir makan,"
"Traktir makan, itu mah gampang," Tiba-tiba, si Mumun datang dan ternyata, gue harus traktir si Mumun. Demi sebuah kata maaf, gue harus rela berkorban.
"Makasih ya, Ka. Loe baik banget," Ucap si Mumun, setelah habis makan bakso 3 mangkok.
Jam pulang sekolah.
"Sendiri saja, Hel?"
"Iya, nih. Gue lagi nunggu jemputan,"
"Mau bareng gak, sama gue?"
"Gak deh, makasih,"
"Oh ya, Hel. Loe benar kan, mau maafin gue?"
"Memang kenapa, penting buat loe?"
"Ya penting. Gue butuh kepastian. Oh ya, gue punya coklat. Loe mau kan' maafin gue?"
"Iya, gue maafin. Tapi, gue alergi sama coklat,"
"Alergi, kalau gue kasih bunga ini gimana?"
"Gue juga alergi sama bunga," Sumpah deh, baru kali ini gue melihat ada wanita alergi sama coklat dan bunga.
"Kalau, kue tar ini, pasti mau dong!"
"Kok, loe tahu sih kesukaan gue. Mau banget,"
Tapi sayang, pemilik kue tar itu langsung ngambil kuenya dari genggaman tangan gue dan ternyata pemilik kue tar itu Pak Warno.
Waktu terus berlalu.
Sudah setahun lebih gue berteman sama si Rahel. Dan dia juga sudah gak jutek lagi. Andai dia tahu kalau selama ini gue itu sayang sama dia. Tapi.....
Sekarang, waktu benar-benar cepat berlalu, kemarin hari Senin, besoknya sudah hari Senin lagi.
Menurut gue, hari yang berat itu adalah hari Senin. Karena, hari Senin, adalah hari dimana segala aktifitas di mulai.
Pagi itu gue baru bangun tidur, gue kaget banget, karena jam sudah menunjukkan pukul 08.00 wib.
Dengan terburu-buru gue langsung berangkat ke sekolah tanpa sarapan.
Sesampainya di sekolah, gerbang sudah di tutup sama Pak Kumis.
"Kamu lagi, kamu lagi, sudah berapa kali kamu telat?"
"Baru kali ini, Pak!"
"Kemarin telat, kemarinnya lagi telat, dan kemarinnya juga telat," Tegas Pak Kumis.
"Itu kan kemarin, Pak. Sekarang beda, jangan di samain dong, Pak."
Setelah perdebatan yang panjang, Pak Kumis tetap gak mau membukakan pintu gerbang sekolah.
"20 ribu nih, Pak. Mau gak?"
"Saya tahu maksud kamu. 20 ribu, cukup buat beli nasi, rokoknya belum kebeli,"
"50 ribu deh, Mau gak Pak?"
"Mau, mau!"
Setelah ada perjanjian, Pak Kumis pun mau membukakan pintu gerbang sekolah. Tapi, sial, Pak Warno melihat aksi gue. Alhasil, gue disuruh masuk sekolah sambil merangkak.
Bukan itu aja, gue juga sempat di jemur sampai siang hari sama Pak Kumis di bawah tiang bendera sambil hormat.
"Maaf ya, Pak Kumis!"