Chereads / Jadi Pocong? / Chapter 3 - Si Bayu

Chapter 3 - Si Bayu

Dan untuk yang ke-6 kalinya gue di tolak.

Mungkin bukan di tolak, gue lagi gak beruntung aja.

Siang itu gue lagi ngajak makan wanita yang gue taksir di salah satu restoran pinggir jalan. Namanya Vita, dia gadis yang baik hati dan yang pasti cantik. Gue baru kenal dia jalan tiga bulan.

Sebenernya gue ragu. Tapi, karena gue takut dia dimiliki sama orang lain, siang itu gue berencana mau nembak dia.

"Gimana, Makanannya enak kan?"

"Enak banget, Ka,"

"Vit, gue mau bicara sesuatu,'

"Ya sudah, bicara aja, Ka,"

"Loe mau gak," Baru gue mau bilang jadi pacar. Tiba-tiba, perut gue mules banget.

"Mau apa, Ka?"

"Sebentar ya, gue mau ke toilet dulu," Dengan tergesa-gesa, gue langsung pergi ke toilet.

Menit demi menit pun berlalu, setelah gue selesai dari toilet. Sumpah gue kaget banget, gue melihat si Vita lagi duduk berdua dengan seorang cowok yang gak gue kenal.

"Oh, ya, Ka. Kenalin pacar gue, dia baru datang dari bandung,"

"Pacar loe, Vit?"

"Iya, pacar gue,"

"Gue kira loe gak punya pacar,"

"Punya dong, gue kan cantik. Oh ya, tadi loe mau bicara apa?"

"Loe mau gak bayarin apa yang sudah kita makan, soalnya dompet gue ketinggalan,"

"Sama gue juga gak bawa dompet. Kalau gitu, gue duluan ya, gue mau makan di tempat lain sama pacar gue,"

Di saat gue mau pergi.

"Sudah bayar belum?" Ternyata bodyguard yang waktu itu.

"Gue lupa, ini restoran yang dulu nyita pakaian gue," ucap gue dalam hati.

"Belum pak, saya gak ada uang," Sekarang sepeda motor gue yang di sita.

Dan untuk yang ke-7 kalinya gue di tolak.

Namanya Gina, gue baru kenal kurang lebih tiga bulan. Saat itu gue lagi jalan-jalan santai dengannya.

"Gin, gue mau jujur, gue suka sama loe. Loe mau gak jadi pacar gue?"

"Gimana ya, Ka. Loe itu cowok yang terlalu baik buat gue," Mendengar perkataannya, gue jadi tersipu malu.

"Jadi, gimana. Mau jadi pacar gue?"

"Gue belum bisa jadi pacar loe. Loe benar-benar terlalu baik. Sedangkan gue, bukan wanita baik-baik," Saat itu juga datang pria separuh baya berkumis tebal yang langsung mencium pipi nya.

"Oh ya, Ka kenalin, ini Om Rendi, gue mau ke Oyo dulu, mau nyuci mic," Pria berkumis tebal itu pun langsung ngajak pergi si Gina ke Oyo  dan gue gak bisa berkata apa-apa, selain geleng-geleng kepala.

Dan untuk yang ke-8 kalinya gue di tolak.

Wanita yang gue taksir namanya Indri, saat itu gue lagi di perpustakaan kampus bareng dia.

"Dri, loe mau gak jadi pacar gue?"

"Gila loe, ya. Baru juga semenit kenalan, sudah ngajakin jadi pacar. Sarap!" Dia langsung pergi ninggalin gue gitu aja.

Dan keesokan harinya, gue lagi duduk santai di kantin sama teman gue si Bayu dan gue melihat si Indri lagi sendirian.

"Loe kenal dia, Ka?" Tanya si Bayu.

"Siapa, yu?"

"Itu, yang lagi makan bakso," Nunjuk ke si Indri.

"Oh, namanya Indri, kemarin gue sempat kenalan, pas gue tembak, gue di tolak. Alasannya baru kenalan,"

"Loe di tolak?"

"Iya, gue di tolak sama dia. Jual mahal banget,"

"Ya jelas di tolak lah, loe kan baru kenal, segala sesuatu itu butuh proses, gak ada yang instan,"

"Kalau loe mau nyoba, silahkan aja, Yu. Yang ada pasti di tolak juga, kayak gue,"

"Ya sudah, gue coba. Siapa tahu, gue hoki," Si bayu pun pergi ninggalin gue dan langsung menghampiri si Indri. Gue lihat dari kejauhan mereka berdua sepertinya sudah akrab. Atau mungkin, si Bayu memang ngerjain gue, sebenarnya dia sudah kenal. 

Setelah lima menit, si bayu dan si indri datang menghampiri gue.

"Mantap, Ka. Gue baru kenalan langsung di terima cinta gue, gue pergi dulu ya, rezeki anak Soleh," Si Bayu pun langsung pergi gandengan tangan sama si Indri.

"Sialan, benar-benar hoki, si Bayu,"

Dan untuk yang ke-9 kalinya gue di tolak.

Waktu itu, gue baru balik dari nonton bioskop. Meskipun baru kenal tiga bulan, gue merasa dia jodoh gue. Nama nya Lyla.

"Makasih ya, untuk hari ini,"

"La, gue suka sama loe. Loe mau gak jadi pacar gue?"

"Gimana ya, Ka," Lyla sepertinya bingung. Namun tiba-tiba.

"Kamu sudah pulang, La?" Tanya Ayahnya yang berada tepat di depan pintu rumah.

"iya, Yah!"

"Kamu balik sama siapa?"

"Sama ojek online, Yah," Gue di bilang ojek online. Perih banget hati gue.

"Sorry ya, Ka. Gue sudah punya pacar, loe itu cuma pelarian gue aja," Dia pun langsung masuk kedalam rumah dan ninggalin gue gitu aja.

Dan untuk yang ke-10 kalinya gue di tolak.

Mungkin bukan di tolak, gue lagi di permainkan aja.

Waktu itu, gue di ajak ketemuan ke salah satu cafe. Wanita yang gue taksir namanya Hilda, gue baru kenal dia tiga bulan.

Sesampainya di cafe yang di maksud.

"Loe cantik banget, Hil?"

"Ya sudah, duduk aja, Ka. Oh ya, gue udah pesan makanan yang banyak buat loe,"

"Wah, kebetulan banget, Hil. Gue belum makan dari pagi," Gue pun langsung menyantap makanan yang memang sudah di siapkan. Saat itu gue agak salting. Karena, dari tadi si Hilda ngelihatin gue terus.

"Ka, loe mau gak jadi pacar gue?" Mendengar pertanyaannya, gue sedikit kaget. Gak biasanya ada wanita yang nembak cowok duluan.

"Gue gak salah denger, Hil?"

"Enggak!" Hilda tersenyum. Akhirnya, setelah penantian panjang, ada juga wanita yang mau sama gue. Padahal hari itu, gue memang niat mau nembak dia.

"Iya, Hil. Gue mau jadi pacar loe," Baru aja gue bilang gitu. Tiba-tiba, ada satu cowok kekar datang menghampiri gue berdua.

"Oh, jadi ini, cowok yang loe maksud, loe putusin gue gara-gara dia, brengsek," Ucap cowok kekar itu yang langsung mencengkram kerah leher gue.

"Maksud loe, apa'an?" Tanya gue bingung. Gue Langsung dapet bogeman mentah dari cowok kekar itu. Gue lihat, si Hilda tenang-tenang aja, padahal kondisi gue sudah babak belur.

"Sampai kapan pun, gue gak mau putus," Setelah puas menganiaya gue, cowok kekar itu langsung pergi dengan penuh emosi.

"Loe gak kenapa-napa, Ka?"

"Memang dia siapa?"

"Dia itu, mantan gue, Ka. Dia gak mau putus. Oh ya, sebelumnya, gue berterimakasih banget sama loe. Dan hari ini juga kita putus,"

"Kita kan baru jadian?"

"Gue sudah punya pacar, pacar gue lagi duduk di sana," Ucap si Hilda sambil melambaikan tangan ke pacarnya.

"Jadi, gue cuma buat samsak doang?"

"Iya, soalnya mantan gue itu tempramental nya tinggi. Gue kasihan aja, kalau pacar beneran gue yang di pukuli. Sudah dulu ya, gue mau jalan sama pacar gue," Si Hilda pun langsung pergi ninggalin gue gitu aja sama pacarnya. Yang bisa gue lakukan hanya merintih kesakitan.