Chereads / Jadi Pocong? / Chapter 8 - Martabak

Chapter 8 - Martabak

Dan untuk yang ke 31 kalinya gue di tolak.

Namanya milea, gue baru kenal dia tiga bulan, dia salah satu siswi pindahan di kampus gue kuliah.

Siang itu, gue lagi duduk berdua dengannya di taman kampus.

"Mil, gak kerasa ya, kita sudah berteman sejauh ini. Gue merasa nyaman banget kalau lagi berduaan sama loe,"

"Iya, Ka. Gue juga sudah mulai nyaman sama loe. Semenjak gue kuliah di sini, cuma loe yang mau berteman sama gue,"

"Mil, loe mau gak jadi pacar gue?"

"Pacar?"

"Iya, Mil,"

"Gimana ya, gue bingung,"

"Jujur, Mil. Kalau gue lagi di rumah, Terkadang gue rindu sama loe, Mil,"

"Gue juga sama, Ka, gue juga terkadang rindu,"

"Rindu itu berat, Mil. Loe gak akan kuat, biar gue aja," jelas gue. Tiba tiba pundak gue di pegang seseorang dan setalah gue menoleh.

"Itu kata-kata gue," ucap seseorang yang langsung ngasih Bogeman mentah ke muka gue. Gue pun langsung tersungkur jatuh.

"Dilan, Loe sedang apa disini?" Ucap Milea.

"Gue kesini nyariin loe, Mil. Setiap kampus gue datengin hanya untuk mencari keberadaan loe," ucap Dilan. Milea pun Langsung memeluknya tanpa menghawatirkan keadaan gue.

"Gue rindu loe, Lan," ucap Milea.

"Gue juga sama. Oh ya, Mil. Loe mau ga jadi pacar gue?"

"Gue mau, Lan," jawab Milea. Dilan dan Milea pun jadian di hari itu dan gue hanya bisa menyaksikan kisah cinta mereka berdua.

Dan untuk yang 32 kalinya gue di tolak. Mungkin bukan di tolak, untuk di posisi kali ini gue yang menyerah.

Siang itu gue baru selesai jalan sama cewek yang gue taksir, namanya Susan. Kira-kira baru tiga bulan gue kenal dia.

"Makasih ya untuk hari ini, gue senang banget bisa jalan sama loe, Ka," ucap Susan dengan senyum manisnya.

"Apa lagi gue, San. Oh ya sebelum loe masuk rumah, gue mau bicara sesuatu,"

"Ya sudah, bicara aja, Ka?"

"Loe mau gak jadi pacar gue?"

"Iya, gue mau!"

"Loe serius, San?"

"Iya, gue serius,"

"Jadi, mulai hari ini kita jadian?" ucap gue senangnya sambil memegang kedua tangannya.

"Iya, Ka. Oh ya, mampir dulu ya kerumah," pinta Susan, gue pun mengiyakan ajakannya.

Sesampainya di dalam rumah, hanya ada seorang pembantu yang sedang menonton tv di ruang tamu.

"Mbok, ambilkan minum dong buat pacar Susan," Mendengar perkataannya gue senang banget, akhirnya gue bisa punya pacar.

"Loe tunggu dulu ya disini, gue mau mandi, cuacanya bikin gue gerah,"

"Gue ikut mandi dong,"

"Nanti aja, kalau sudah muhrim," Ucap Susan yang langsung pergi menuju kamar mandi.

Sambil menunggu, gue mulai keliling ruang tamu untuk melihat lihat sekeliling rumahnya dan saat itu gue melihat banyak foto anak lelaki yang sangat mirip dengan si Susan.

"Di minum dulu airnya, Mas,"

"Makasih, mbok," Gue pun langsung duduk di sofa yang benar-benar empuk.

"Oh ya, Mbok, saya perhatikan banyak foto anak laki-laki di dinding, mirip banget sama si Susan, foto adiknya ya?"

"Bukan mas, itu foto neng Susan waktu masih kecil,"

"Maksudnya?" Tanya gue heran.

"Waktu kecil, neng susan namanya Susanto, setahun lalu dia pergi ke Thailand untuk operasi ganti kelamin," gue yang lagi minum benar benar kaget dan langsung keselek.

"Jadi, si Susan itu Transmart, eh maksudnya transgender?"

"Iya mas dan sekarang mengganti nama menjadi Susan," jelas pembantunya.

"Tolong bilangin si Susanto Mbok. Eh, maksud saya si Susan, saya mau pamit pergi dan tolong bilangin ke dia, saya sudah bukan pacar nya lagi," Gue pun langsung pergi dengan bulu kuduk berdiri.

Dan untuk yang 33 kalinya gue di tolak, mungkin bukan di tolak, gue kalah hoki lagi sama si Bayu.

Siang itu gue lagi duduk santai berdua sama si Bayu di kantin kampus.

"Gimana yu, enak pacaran sama si Nita?" Tanya gue.

"Gue sudah lama putus,"

"Kenapa putus?"

"Gue di undang di clan COC nya, pas war gue gak pernah dapat bintang tiga, eh gue di putusin,"

"Mangkanya, kalau main COC itu pakai strategi" Namun, saat itu juga datang wanita cantik  ke kantin seorang diri, namanya Elisa, gue baru kenal dia tiga bulan, begitu juga dengan si Bayu.

"Yu, si Elisa sudah punya cowok belum ya?" Tanya gue.

"Gak tahu, deh,"

"Jangan gak tahu, nanti ternyata loe pacarnya,"

"Gue serius. Tapi, kalau gue tembak kira-kira di terima gak ya," jelas si Bayu

"Ya sudah, tembak aja,"

"Gue malu, soalnya dia cantik banget,"

"Sekarang loe ikut gue,"

"Mau kemana, Ka?"

"Giliran gue beraksi, dulu loe ngewakilin gue buat nembak, tapi loe yang di terima, siapa tahu sekarang gue yang ngwakilin, gue yang di terima," Tegas gue, gue pun langsung ngajak si Bayu menghampiri si Elisa.

"Sendiri aja, Sa?" Tanya gue.

"Iya, Ka,"

"Gue berdua boleh duduk gak, ada yang mau gue bicarain,"

"Yaudah, bicara aja, Ka"

"Si Bayu mau nembak loe jadi pacar, tapi di malu,"

"Iya, gue mau jadi pacar loe, Yu," si Elisa dan si Bayu  pun langsung pergi ninggalin gue seorang diri.

"Sorry ya, Ka. Rezeki anak Soleh," Ucap si Bayu tersenyum lebar.

"Hoki bener si Bayu, niat gue biar gue yang di terima, kenapa jadi beneran si Bayu yang di terima,".

Dan untuk yang ke 34 kalinya gue di tolak, namanya Resti, gue kenal dia baru tiga bulan.

Malam itu gue baru selesai nonton  dan kebetulan turun hujan deras, gue pun mutusin untuk mampir ke ruko kosong pinggir jalan untuk berteduh.

"Gimana nih, Ka. Ujan nya makin banyak," Keluh si Resti.

"Tunggu aja dulu, Res. Nanti juga reda. Oh ya Res. Pakai jaket gue nih, biar gak kedinginan," Gue pun langsung melepaskan jaket yang gue pakai.

"Nanti loe masuk angin, Ka,"

"Ga apa-apa Res, kalau dekat loe dinginnya hilang, koo,"

"Makasih ya, Ka,"

"Oh ya, Res. Gue mau bicara sesuatu,"

"Bicara aja a, Ka,"

"Loe mau gak jadi pacar gue?" Ucap gue dan hujan pun turun semakin deras.

"Sebentar ya, Ka. Ada telepon masuk," saat itu juga dia menjauh untuk mengangkat telpon itu. Selang beberapa menit.

"Siapa yang nelepon, Res?"

"Bokap gue, Ka,"

"Terus, loe mau jadi pacar gue?"

"Gimana ya, Ka. Bentar ya tunggu 15 menitan buat gue mikir," Malam itu selama 15 menit gue diam diaman. Dan selang 15 menit datang sebuah mobil Honda jazz hijau.

"Gimana, Res. Sudah 15 menit, loe mau jadi pacar gue,"

"Maaf ya Ka, gue sudah punya pacar,"

"Maksudnya, Res?"

"Itu pacar gue sudah jemput. Makasih ya tiga bulan ini sering ngajak gue jalan  dan gue pun gak pernah ngeluarin duit sama sekali," Si Resti pun langsung masuk kedalam mobil Honda jazz yang sudah menunggunya.

"Res, jaket gue," Teriak gue.

"Oh iya, gue lupa. Nih jaketnya," Ucap si Resti sambil melemparkan jaket tepat kearah muka gue.

"Sial bener nasib gue," Keluh gue.

Dan untuk yang 35 kalinya gue di tolak. Namanya Clara, gue baru kenal dia tiga bulan.

Malam itu malam Minggu, gue yang bingung mau kemana, akhirnya mutusin untuk mampir kerumahnya.

Sesampainya di rumahnya.

"Permisi," ucap gue sambil mengetuk pintu. Selang beberapa menit pintu pun di bukakan oleh seseorang.

"Dika, ngapain malam-malam ke rumah gue?"

"Engga, gue lagi nyari martabak aja, gue lapar. Kebetulan lewat rumah loe, jadi gue mutusin buat mampir,"

"Siapa Ra?" ucap seseorang dari dalam rumah.

"Dika, yah,"

"Suruh masuk aja, sudah malam gak enak sama tetangga," Ucap bokapnya si Clara.

"Iya yah. Ya sudah masuk, Ka," Karena sudah di izinkan, gue pun langsung masuk kedalam rumahnya.

Sesampainya di dalam rumah.

"Ini Pak, saya bawakan martabak spesial buat bapak,"

"Wah, kamu tahu aja kesukaan bapak, ya sudah bapak mau makan martabak dulu, kalian silahkan mengobrol aja,"

"Makasih ya Pak," Bokapnya si Clara pun pergi ninggalin gue berdua.

"Oh Ra, sebenarnya gue kesini ada sesuatu yang mau gue bicarakan,"

"Ya sudah bicara aja,"

"Kita kan sudah berteman lama dan gue sebenernya suka sama loe, loe mau gak jadi pacar gue?"

"Pacar?" Namun. Sebelum gue tahu jawabannya, bokapnya datang menghampiri gue berdua.

"Nak Dika, martabak yang kamu beli enak banget, bapak mau di beliin lagi dong,"

"Ayah, jangan bikin Clara malu dong,"

"Ga apa-apa Ra, ya sudah Pak, di tunggu ya, saya belikan dulu,"

"Oh, ya. Martabak ketan 2, kacang nya 3, kejunya 5, sama martabak telornya 3 ya,"

"Siap, pak" Dalam hati, sebenernya gue ingin banget nolak karena gue bawa duit pas-pasan banget.

Gue pun langsung pamit untuk membeli martabak. 20 menit berlalu dan martabak pesanan sudah di tangan.

Sesampainya di rumah si Clara, keadaan pintu tenyata sudah tertutup rapat.

"Permisi," Ucap gue, setelah menunggu beberapa menit.

"Ini Ra, martabak pesanan bokap loe,"

"Makasih ya, Ka,"

"Oh ya, gimana dengan pertanyaan yang tadi, loe mau kan jadi pacar gue?"

"Gimana ya, Ka. Kayaknya gue belum bisa,"

"Memang kenapa, Ra?" Tanya gue. Namun, saat itu juga datang seorang cowok dari dalam rumah menghampiri gue berdua.

"Siapa yank?"

"Oh, ini yank. Dari Shopee food nganterin martabak,"

"Ya sudah yank, masuk susah malam,"

"Iya, yank," Mereka pun langsung masuk kedalam rumah meninggalkan gue seorang diri di depan pintu.

"Apes bener nasib gue," Baru gue mau pergi, motor gue mati kehabisan bensin, duit gue juga sudah habis buat beli martabak pesanan bokapnya si Clara, alhasil gue dorong motor sampai rumah.