Dan untuk yang ke-22 kalinya gue di tolak.
Namanya Sinta, tiga bulan gue sudah berteman dengannya. Tapi, setiap gue bersama dia, selalu aja mantannya yang dia ceritakan. Bahkan, gue disuruh rubah gaya style rambut gue seperti mantannya. Rambut belah pinggir jadi belah tengah. Dan gue juga di wajib kan harus berpakaian seperti mantannya.
Siang itu gue lagi di kedai makan pinggir jalan.
"Kalau seperti ini, loe benar-benar mirip mantan gue, Ka," Sebenarnya gue bete banget. Karena, selalu mantannya yang dia bicarakan.
"Memangnya, loe sudah berapa lama putus sama mantan loe itu, Sin?"
"Kurang lebih tiga bulan, Ka. Oh ya, makasih ya, selama tiga bulan ini loe selalu ada di saat gue lagi kesepian,"
"Tenang aja, Sin. Buat loe apa, sih yang enggak,"
"Coba loe pakai kaca mata, Ka. Loe pasti lebih mirip sama mantan gue,"
"Sin, selama tiga bulan ini, gue berusaha sebisa gue agar loe nyaman di dekat gue. Loe mau gak jadi pacar gue?"
"Pacar?"
"Iya, pacar loe?"
"Gimana ya, gue gak bisa jadi pacar loe, Ka,"
"Memang kenapa, Sin. Apa gue masih kurang mirip sama mantan loe itu?" Tiba-tiba, datang seorang cowok yang tampilannya persis seperti gue, mulai dari rambut belah tengah, kemeja kotak-kotak yang gue pakai, celana hitam yang gue pakai, bahkan sepatu yang gue pakai persis banget. Hanya aja dia memakai kaca mata.
"Dia siapa, Sin?"
"Kenalin, Ka. Dia mantan gue yang selalu gue ceritakan. Semalam, gue sudah balikan lagi," Dia pun langsung pergi bersama pacarnya itu ninggalin gue gitu aja.
Dan untuk yang ke-23 kalinya gue di tolak.
Mungkin, bukannya di tolak, gue nya aja yang kurang gerak cepat.
Siang itu seperti biasa, gue lagi berbincang-bincang di kantin kampus sama si Bayu.
"Gimana, yu. Enak pacaran sama si Tata?"
"Gue sudah putus, Ka,"
"Lah, kenapa loe putusin?"
"Bukan gue yang mutusin. Tapi, si Tata yang mutusin gue, katanya gue bau mulut,"
"Mangkanya, kalau mau kemana-mana itu gosok gigi, gigi kuning gitu," Namun sat itu juga, wanita yang gue taksir datang ke kantin seorang diri. Namanya Zahra.
"Si Zahra sudah punya pacar belum, ya?"
"Gak, tahu. Coba aja loe tembak dia, kali dia mau jadi pacar loe,"
"Ya sudah, gue mau nembak dia, loe diam di sini. Ntar loe lagi yang di terima," Gue pun langsung menghampiri si Zahra.
"Sendiri aja, Ra?"
"Iya, Ka,"
"Oh ya, Ra. Kita kan sudah berteman lama, kurang lebih tiga bulan. Loe sering curhat sama gue dan gue jadi nyaman sama, loe. Loe mau gak jadi pacar gue?"
"Sama, Ka. Gue juga sudah nyaman sama loe. Tapi, gue gak bisa jadi pacar loe,"
"Kenapa, Ra?"
"Gue sudah punya pacar, semalam gue baru jadian, Ka,"
"Loe sudah punya pacar?"
"Iya, itu pacar gue lagi duduk sendiri?" Pas gue noleh ke arah yang di tunjuknya, ternyata si Bayu pacarnya, dia juga melambaikan tangan ke gue. Sue si Bayu, gue kalah cepat. Saat itu juga si Zahra pun pergi ninggalin gue sama si Bayu.
"Gue tinggal ya, Ka. Rezeki anak Soleh," Ucap si Bayu.
Dan untuk yang ke-24 kalinya gue di tolak.
Mungkin bukan di tolak, soalnya gue belum sempat nembak dia.
Namanya, Riri. Malam itu gue ngajak dia nonton konser Kangen band, acara malam itu begitu ramai dan padat. Gue baru kenal dia tiga bulan. Niat gue sih, setelah nonton konser, gue pingin nembak dia.
"Ramai, juga ya. Ka?"
"Iya, Ri. Loe jangan jauh-jauh ya dari gue. Soalnya ramai banget, takut nanti loe hilang, hehe," Setelah 1 album full di nyanyikan oleh Kangen band, konser pun selesai. Tapi, gue kehilangan si Riri, karena saking padatnya penonton di malam itu.
"Loe di mana, Ri?" Ucap hati gue gelisah. Gue telepon juga hp nya gak aktif.
Malam itu, gue balik seorang diri. Namun, hal yang menyakitkan pun terjadi. Tepat di lampu merah, gue berpapasan sama si Riri, dia lagi berboncengan motor dengan seseorang yang gue gak kenal. Motor nya berhenti pas di samping motor gue.
"Loe sama siapa, Ri?"
"Makasih ya, Ka. Loe sudah ngajak gue nonton konser, gue jadi ketemuan sama mantan gue, sekarang gue sudah balikan lagi," Lampu hijau menyalah, dia pergi gitu aja dan gue hanya terdiam membisu. Tanpa sadar, kendaraan yang berada di belakang gue sudah membunyikan klakson, karena lampu memang sudah hijau.
Dan untuk yang ke-25 kalinya gue di tolak.
Mungkin bukan di tolak, jawabnya aja belum pasti.
Waktu itu gue lagi makan siang di sebuah resto di transmart. Namanya Shela, gue baru kenal mungkin baru jalan tiga bulan.
"La, besok ada film horor terbaru, Agak Laen. Kita nonton yuk?"
"Kapan, Ka?"
"Besok, La,"
"Boleh, Ka,"
"Kalau misalnya, gue jadi pacar loe. Boleh, La?"
"Pacar?"
"Iya, La. Kita sering jalan berdua, gue mau hubungan kita berdua lebih jelas lagi, La,"
"Gimana ya, Ka," Namun saat itu juga, ada notifikasi pesan WA datang dari handphone si Shela, setelah dia membaca pesan itu. Sepertinya dia sangat marah, seketika dia pun langsung memukul meja makan sampai-sampai gelas minuman yang ada di meja pun tumpah.
"Loe kenapa, La?"
"Antar gue, Ka!"
"Kemana, La?"
"Jangan banyak nanya!" Si Shela seperti nya sangat marah. Di dalam perjalanan gue pun gak berani untuk banyak bertanya.
Sesampai nya di lokasi, ternyata itu sebuah komplek perumahan. Tepat di salah satu rumah. Gue melihat, di dalam rumah itu seperti sedang ada sebuah perayaan pesta kecil-kecilan. Dengan penuh amarah si shela langsung turun dari motor dan melabrak seseorang yang akan mau melaksanakan ijab kabul.
"Enggak, sah. Pernikahan ini batal,"
"Kamu siapa?" Tanya penghulu.
"Saya istri sahnya," Ucap si Shela marah.
Mendengar perkataan nya, ternyata selama ini gue sudah menjalin hubungan terlarang sama istri orang. Karena gue gak mau ikut campur, gue pun mutusin untuk pergi.
Dan untuk yang ke-26 kalinya di tolak.
Siang itu, gue lagi duduk santai di kedai burger king dengan seorang wanita yang gue kenal, kurang lebih baru tiga bulan. Namanya Cinta. Selama menjalin hubungan dengannya, perasaan gue benar-benar yakin kalau dia memang jodoh gue.
"Cin, sudah tiga bulan kita berdua menjalin hubungan pertemanan, mungkin lebih dari pertemanan, loe mau gak jadi pacar gue?"
"Iya, Ka. Gue mau,"
"Serius, Cin?" Setelah penantian panjang, akhirnya ada yang nerima Cinta gue. Namun, kebahagiaan gue hanya sebentar aja. Karena, saat itu ada pria separuh baya yang menghampiri gue berdua.
"Kamu yang namanya Dika, ya?" Tanya pria separuh baya itu.
"Iya, pak. Saya Dika," Setelah gue menjawab pertanyaan nya, gue pun langsung dapat bogeman mentah.
"Salah saya apa Pak?"
"Dasar brengsek," Gue pun kembali mendapatkan bogeman mentah.
"Pak, pak. Tolong pak sabar, memangnya pacar saya salah apa?" Tanya si Cinta dan gue senang banget, karena hari itu dia menganggap gue sebagai pacarnya.
"Pacar kamu telah menghamili anak saya," Mendengar perkataan pria separuh baya itu si Cinta sangat kaget dan begitu pun gue.
"Dasar cowok, kelakuannya sama aja. Sekarang kita Putus," Gue langsung di putusin sama si Cinta dan dia pun langsung pergi ninggalin gue.
"Saya gak kenal siapa anak bapak,"
"Jangan pura-pura gak tahu kamu," Di saat gue mau dapat bogeman lagi, seorang wanita yang perutnya sudah buncit datang menghampiri gue berdua.
"Pah, bukan dia orang yang hamilin, Silvi,"
"Serius, kamu?"
"Iya, Pah. Yang hamilin Silvi yang lagi duduk di sana," Mereka berdua pun langsung pergi ninggalin gue gitu aja tanpa minta maaf.
Dan untuk yang ke -27 kalinya gue di tolak.
Siang itu gue lagi di taman kampus sama teman gue si Bayu.
"Gimana, enak Yu. Pacaran sama si Zahra?"
"Gue sudah putus, Ka,"
"Kenapa putus?"
"Gue sama dia beda agama, Ka,"
"Kalau masalah itu gue no coment, Yu," Jelas gue. Namun saat itu juga, gue dan si Bayu melihat seorang wanita cantik masuk ke dalam perpustakaan. Namanya Nita.
"Loe kenal sama si Nita berapa lama, Ka?"
"Kurang lebih tiga bulan. Kalau loe, Yu?"
"Kalau gue baru kemarin kenalan,"
"Gue mau nembak si Nita dulu ah, nanti keburu loe yang jadian sama dia," Gue langsung menuju ke perpustakaan dan menghampiri si Nita.
"Apa kabar, Ta?"
"Baik, Ka,"
"Oh ya, Ta. Selama ini loe kan sering curhat sama gue. Loe mau gak jadi pacar gue?"
"Gimana ya, Ka. Curhat bukan berarti harus jadi pacar, lagi pula gue mau fokus belajar, Ka," Jelas si Nita. Gue pun langsung pergi dengan perasaan sedih.
"Kenapa, Ka. Murung banget?"
"Si Nita nolak gue. Katanya, mau fokus belajar,"
"Ya sudah, gantian. Sekarang giliran gue," Si Bayu Langsung pergi menuju perpustakaan.
"Yang ada paling di tolak juga. Gue aja yang kenal tiga bulan di tolak, apa lagi yang baru kenal kemarin," Ujar gue. Tapi setelah keluar dari perpustakaan, si Bayu sedang bergandengan tangan dengan si Nita. Mereka berdua menghampiri gue.
"Rezeki anak Soleh, cinta gue di terima," Si bayu dan si Nita langsung pergi ninggalin gue gitu aja.
"Sialan, katanya fokus belajar," Celetuk gue.