Setiap detik, menit dan jam, yang selalu ada di pikirkan gue hanya si Rahel. Meski gue sudah berteman cukup lama. Gue belum bisa mengungkapkan isi hati gue yang sebenarnya.
Saat itu di kantin.
"Jangan kebanyakan melamun, Ka. Nanti kesurupan." Ujar si Rahel.
"Gak apa-apa kesurupan, kalau setannya itu loe, Hel, hehehe."
Setiap saat bersamanya, entah di kelas maupun di kantin. Yang bisa gue lakuin hanya bisa memandangi wajahnya yang cantik.
"Ada yang salah dengan wajah gue, Ka?"
"Wajah loe terlalu manis untuk di pandang,"
"Dasar, cowok!"
Keesokan harinya .
Siang itu gue lagi mampir ke salah satu toko buku Ahaymedia. Dan gue pun gak sengaja ketemu sama si Rahel.
"Lagi nyari novel juga, Ka?" Setelah gue menoleh.
"Gue kira siapa. Iya nih, gue lagi nyari novel Agak Laen,"
"Sama dong. Gue juga lagi nyari novel Agak Laen,"
"Kok, bisa sama sih. Sudah jodoh kali Hel, hehe,"
"Loe bisa aja, Ka,"
Setelah mendapatkan novel yang di cari, dengan percaya diri gue langsung ngajakin dia makan siang. Awalnya gue ragu, takut dia nolak. Tapi, dugaan gue salah.
"Cari makan yuk, Hel?"
"Makan, gimana ya,"
"Tenang aja, gue yang bayarin."
"Boleh deh. Tapi, jangan lama-lama ya, soalnya gue keluar belum minta ijin sama bokap,"
Setibanya di restoran siap saji. Nasib sial menimpa gue. Si gendut Mumun datang nyamperin gue berdua.
"Kenapa si gendut terus yang muncul," Keluh gue.
"Boleh gabung gak, Hel?" Tanya Mumun.
"Boleh kok, Mun. Mau gue pesanin makan juga gak?"
"Mau, Hel. kebetulan gue belum makan 2 hari," Jawab Mumun.
"Pesan aja yang loe suka, ada AA Dika yang mau traktir, hehe,"
Sumpah, gue seneng banget waktu di bilang AA, rasanya ingin terbang. Tapi, gue gak mau traktir si Mumun gendut, dompet gue pasti kebobolan. Dan bener aja, makanan yang dia pesan lebih dari 10 piring.
Hari demi hari pun berlalu.
Setelah melewati jangka waktu sekolah yang lumayan panjang, waktu yang gue nanti pun tiba "Perpisahan Sekolah".
Gue senang banget bisa lulus dengan nilai sempurna. Tapi sayang, di saat perpisahan sekolah, gue sama sekali gak melihat si Rahel.
"Mun, si Rahel kemana ya?"
"Enggak tahu, Ka,"
Periode Kuliah.
Sekarang gue kuliah di UNIVERSITAS INDONESIA. Meskipun sudah lama gue gak ketemu si Rahel, dipikiran gue selalu aja ada dia, dia dan dia. Dan dalam masa kekosongan itu, gue sudah puluhan kali di tolak sama wanita yang gue suka dan sempat membuat gue down. Namun, akhirnya tuhan mengirimkan sesuatu yang hilang untuk kembali.
Siang itu gue lagi di perpustakaan kampus.
Di saat gue lagi milih-milih buku, gue di tabrak seseorang yang membuat konsentrasi gue buyar. Dan stelah gue bertatap muka dengan siapa yang nabrak gue. Jantung gue bergetar hebat. Ternyata si Rahel.
"Rahel?''
"Dika?"
"Loe kuliah disini juga, Hel?"
"Iya, Ka. Gue baru pindah kemarin,"
"Gimana kabar Loe, Hel?"
"Baik, Ka. Oh ya, loe kok' gak pernah ngasih kabar," Ucap si Rahel.
"Habis, nomor loe gak aktif, Hel. Gue bingung ngasih kabarnya juga, rumah loe juga kan pindah?"
"Sorry ya, Ka. Gue lupa banget buat ngasih kabar kalau gue mau pindahan, gue pindahan pas banget acara perpisahan sekolah. Oh ya, Kira-kira, kita sudah berapa lama ya gak ketemu?"
"Kurang tahu deh, berapa lamanya sudah gak penting. Jujur, gue kangen banget sama loe,"
"Sama, Ka. Gue juga kangen, gue jadi rindu masa-masa SMA kita dulu,"
Kenapa ya, waktu itu gue bisa bicara seperti itu. Apa mungkin terlalu kangen, suasananya pun berubah mulai dari hati ke hati. Gue pun langsung ngajak dia ke kantin untuk mengenang masa-masa SMA.
"Gimana, Hel. Kabar Bokap loe?"
"Alhamdulilah, baik, Ka."
"Oh ya, si Mumun kan sudah married?"
"Serius loe, si Mumun yang gendut itu?"
"Iya, dia. Siapa lagi,"
"Gue kira, dia gak laku,"
"Sembarangan kalau ngomong. Jodoh mana ada yang tahu,"
"Oh ya. Kalau loe, kapan married nya, Hel?"
"Gue masih Jomblo, Ka,"
"Sama dong, gue juga jomblo. Gimana kalau kita married aja?"
"Stres loe ya, baru ketemu langsung ngajakin married,"
"Bercanda, Hel. hehe. Habis, gue benar-benar gak nyangka bisa ketemu loe lagi," Ucap gue senang.
Dan gak kerasa, sudah setahun lebih gue dan si Rahel kembali menjalin pertemanan yang dahulu sempat terputus.
Gue jadi ingat saat pertama kali ngajak si Rahel jalan.
Awalnya gue gak berani untuk mampir kerumahnya, apa lagi ngajak dia jalan. Gue takut kena marah sama Pak Warno. Dan benar aja, sesampainya di rumah si Rahel, gue langsung di interogasi.
"Mau apa kamu kesini?"
"Mau ngajak Rahel jalan sore, Pak,"
"Mau ajak jalan anak saya, duduk!!"
Gue langsung panas dingin dan gemetaran. Sedangkan Pak Warno masuk kedalam rumah. Gue kira dia mau manggil anaknya. Ternyata, dia mengambil sebilah papan catur.
"Kita tanding catur,"
"Catur, pak?"
"Iya, main catur. Kalau kamu menang, kamu boleh ajak jalan anak saya, kapan pun kamu mau,"
"Serius, Pak Warno?"
Ternyata, gue di tantang main catur, bagi gue main catur itu sangat mudah.
Di kamar gue banyak piala-piala lomba main catur, ada lomba sedaerah, sekabupaten dan lain-lain.
Setelah berjam-jam gue main catur melawan Pak Warno. Di babak kelima, sepertinya Pak Warno mulai kelelahan.
"Skak. Gimana pak, mau main lagi?"
"Gimana, ya. Kepala saya pusing,"
Saat itu juga, si Rahel pun keluar dari dalam rumah. Sumpah, dia cantik banget, rasanya ingin gue peluk dan gue cium, hehe.
"Yah, Rahel berangkat dulu ya?"
"Ya sudah hati-hati, pulangnya jangan malam-malam,"
"Benar di izinkan, Pak?"
"Iya!"
"Makasih, Pak," Gue langsung nyium kedua tangannya. Dan gue juga jadi orang yang pertama kali bisa ngajak jalan anaknya Pak Warno. Kalian tahu sendiri, Pak Warno saat di sekolah dulu adatnya keras. Setelah gue tahu sifatnya. Ternyata, gak seburuk pandangan murid-murid yang pernah di hukumnya.
Belum sempat keluar gerbang, Pak Warno teriak manggil gue.
"Dika?"
"Iya, Pak,"
"Kapan-kapan, kita main catur lagi,"
"Ok, Pak. Siap."
"Oh ya, jangan lupa baliknya belikan Bapak Martabak ketan,"
Waktu pun semakin berlalu dan berlalu dan terus berlalu.
Sekarang gue sudah tenang. Apa yang gue harapkan sudah nyata.
Suatu hari, si Rahel gue ajak ke tempat yang di mana tempatnya itu masih jarang di jamah orang. Taman yang di penuhi dengan ilalang yang lumayan tinggi. Cocok untuk jadi tempat pacaran, hehe.
"Ini tempat yang paling indah yang sering gue kunjungi, Hel,"
"Iya, Ka. indah banget,"
"Dan sekarang semakin sempurna, karena ada loe di samping gue,"
"Loe bisa aja, Ka,"
"Ini tempat pelampiasan gue, Hel. Kalau gue lagi sedih, marah, gue pasti kesini, tempatnya bikin gue tenang,"
"Memang, loe sudah berapa kali kesini, Ka?"
"Sudah gak kehitung lagi, Hel. Kalau gue lagi ada masalah, ya disini tempat gue. Semenjak ketemu loe lagi, perasaan gue benar-benar gelisah,"
"Gelisah kenapa?"
"Kayaknya hidup gue gak lama lagi,"
"Loe ngomong apa sih, Ka. Kayak mau pergi jauh aja," Tapi, saat itu juga gue mencium bau yang kurang sedap.
"Tumben, udaranya jadi bau," celetuk gue.
"Gue kentut, Ka. Hehehe"
Di kemudian hari, tepat di hari jadinya, si Rahel pun gue ajak ketempat itu lagi. Taman yang indah di penuhi dengan ilalang.
"Loe tahu gak, Kenapa loe sering gue ajak kesini terus?"
"Enggak. Memang kenapa, Ka?"
"Gue mau, tempat ini menjadi saksi kisah antara kita berdua, hehe,"
"Maksudnya, Ka. Gue gak ngerti,"
"Selamat ulang tahun ya, Hel,"
"Loe ingat hari jadi gue, Ka?"
"Tentu ingat dong, bahkan ukuran sepatu loe aja gue masih ingat. Oh ya, gue punya sesuatu buat loe, Hel,"
"Bagus banget kalungnya, Ka. B&B artinya apa, Ka?"
"Artinya Bulan dan Bintang. Buat gue, loe itu Bulan yang harus bersinar bersama Bintang"
"Makasih, ya. Ka,"
"Gue mau bicara sesuatu, Hel."
"Bicara aja, Ka,"
"Tapi, gue takut,"
"Takut kenapa?"
"Gue sudah sering banget di tolak sama wanita yang gue suka, Hel. Setiap gue nyatakan cinta, pasti ujung ujungnya ditolak,"
"Loe serius? Gue yakin, yang sekarang nolak cinta loe pasti nyesel,"
"Kenapa bisa, Hel?"
"Loe kan orangnya baik hati, hehe,"
"Loe bisa aja, Hel"
"Oh ya, Ka. Ceritain ke gue dong kisah cinta loe yang di tolak,"
"Serius loe mau denger?"
"Gue serius"
"Begini ceritanya, Hel,"
Saat pertama kali gue di tolak.
Wanita yang gue taksir saat itu sedang merayakan hari jadinya tepat di tanggal 1 bulan April. Namanya Mila, gue kenal dia baru tiga bulan.
Malam yang gue tunggu pun tiba.
"Loe tahu gak, kenapa gue seneng banget malam ini, Mil?"
"Enggak, memang kenapa?"
"Karena, malam ini ada bidadari yang begitu cantik di hadapan gue,"
"Loe bisa aja, Ka,"
"Mil, Saat pertama kali gue ketemu loe, gue langsung jatuh cinta, loe mau gak jadi pacar gue?"
"Pacar?"
"Iya Pacar loe,"
"Gimana, ya,"
"Oh ya, gue punya hadiah buat loe, Mil. Gue yakin Loe pasti suka," Setelah hadiah pemberian gue dia buka, gue langsung teriak sekencang-kencangnya.
"April Mop," Teriak gue. Tapi sayang, dia langsung pingsan saat mengetahui isi hadiah pemberian gue itu. Setelah lama menunggu dengan rasa khawatir, dia pun siuman.
"Kenapa loe masih disini?"
"Loe kenapa, Mil?"
"Loe gak tahu apa, kalau gue itu takut banget sama kecoa,"
"Ini kecoa karet, bukan kecoa asli. April mop, hari jadi loe kan 1 April, Mil"
"Loe mau gue jantungan, hari jadi gue 1 Maret bukan 1 April, keluar loe dari pesta gue."
"Tapi, Mil. Loe mau jadi pacar gue?"
"Najis, loe,"
Dan untuk yang ke-2 kalinya gue di tolak.
Waktu itu, gue memakai pakaian yang lumayan bagus. Sepatu, kemeja dan celana gue beli di shopee. Kira-kira, outfit yang gue pakai habis 1 jutaan, itu juga gue belinya pakai paylatter.
Namanya Nurul. Dia anak orang kaya, wajar gue pakai pakaian bagus, biar terlihat gaya di mata dia.
Seandainya gue jadi cowoknya, dompet gue pasti tebal terus. Secara, ayahnya kan, anggota DPR. Pasti ada duit rakyat yang masuk ke kantongnya.
Sebenarnya, gue belum lama kenal sama dia, mungkin baru tiga bulan. Tapi, rasanya gue sudah kenal dia bertahun-tahun.
Sore itu, gue di ajak makan di salah satu restoran. Pertamanya sih, gue nolak. Karena dia maksa, ya gue nurut-nurut aja.
Sesampainya di restoran itu. Gue seneng banget, soalnya gue belum sempat makan siang.
Dalam momen-momen yang menurut gue romantis.
"Rul, gue mau bicara sesuatu,"
"Makan aja dulu," Tegas si Nurul. Buset dah, gitu banget, orang gue mau nyatain cinta.
Dan setelah selesai makan, gue melanjutkan pembicaraan yang tertunda tadi.
"Gue mau bicara sesuatu, Rul,"
"Ya sudah, bicara aja,"
"Loe mau gak, jadi pacar gue?"
"Pacar, Gimana ya. Boleh aja. Tapi, loe harus bayar semua makanan yang sudah kita makan,"
"Semua?"
"Iya, semuanya," Dengan hati ragu gue langsung buka dompet.
"Kenapa, gak punya duit ya?"
"Duit gue tinggal lima ribu,"
"Ya sudah, cinta loe gue tolak," Tegas Nurul, tanpa ada rasa berdosa dia langsung pergi ninggalin gue gitu aja. Dan gue hanya bisa melamun selama 10 menit.
"Mba kasir, total semua pesanan meja nomor 5 berapa ya?"
"Total semuanya 350 ribu, Mas,"
"Gini Mbak, uang saya kan ketinggalan, bisa gak saya bayarnya besok,"
"Maaf mas gak bisa, yang di makan sekarang, harus di bayar sekarang,"
Sumpah gue benar-benar bingung.
"Ini Pak, orangnya yang gak mau bayar,"
"Bukan gak mau bayar, Mbak. Tapi, belum bisa, uang saya ketinggalan,"
"Jangan banyak alasan, bilang aja kalau loe hanya mau makan gratis di sini," Ucap salah satu bodyguard. Gue pun langsung dapat bogeman mentah dari Bodyguard-Bodyguard restoran itu. Bukan itu aja, kemeja, celana dan sepatu gue yang keren pun di sita.
"Kemeja, celana dan sepatu kami sita untuk jaminannya, sekarang loe balik dan ambil uang loe,"
Dan untuk yang ke-3 kalinya gue di tolak.
Saat itu, wanita yang gue taksir, gue ajak jalan ke sesuatu tempat. Yang siapa aja kesana, pasti akan mendapatkan keberuntungan.
Namanya Melan. Kira-kira, gue baru kenal dia tiga bulan.
"Romantis banget tempatnya, Ka,"
"Iya, Lan. Oh ya, loe tahu gak kenapa loe gue ajak kesini?"
"Enggak. Memang kenapa?"
"Gue mau bicara sesuatu, Lan. Loe mau gak, jadi pacar gue?"
"Pacar?"
"Iya, Pacar,"
"Maaf ya, Ka. Gue gak bisa,"
"Kenapa gak bisa, Lan?"
"Gue sudah punya pacar, Ka,"
"Loe sudah punya pacar, sejak kapan?" gue benar-benar gak nyangka, kalau dia sudah punya pacar.
"Sudah lama, sih. Sekarang pacar gue ada di belakang loe," Ternyata, cowoknya sudah ada di belakang gue.
"Ngapain loe ke sini sama pacar gue?"
lagi-lagi gue dapet bogeman mentah, katanya kalau datang kesini akan mendapatkan keberuntungan. Tapi, gue malah sebaliknya,
kesialan.
Dan untuk yang ke-4 kalinya gue di tolak.
Mungkin bukan di tolak, cuma gue nya aja yang terlalu percaya diri.
Siang itu, gue lagi mampir ke salah satu toko buku bersama wanita yang gue taksir.
Namanya Amel, setiap gue dekat dengannya, gue merasa nyaman banget, padahal gue baru kenal dia tiga bulan.
Keadaan toko buku saat itu sangat sepi, setelah menentukan waktu yang tepat, gue pun mulai beraksi.
"Mel, sebenarnya gue sayang sama loe, Loe mau gak jadi pacar gue?"
"Mel, gue sayang sama loe," Tapi, gue heran banget, dia serius banget baca bukunya.
"Mel, gue cinta sama loe!" Setelah lidah gue komat-kamit gak jelas. Ternyata, dia lagi dengerin musik lewat earphone nya.
Pantes aja dia cuekin gue, telinganya ketutup sama lagu.
"Sorry, Ka. Tadi loe bilang apa?"
"Gue mau bilang. Loe mau gak?" Baru gue ngomong jadi pacar. Eh, dia motong pembicaraan gue.
"Tunggu dulu ya, Ka. Ada telepon masuk," Gak lama setelah menunggu, kenyataan pahit benar-benar gue terima.
"Gue tinggal ya, Ka. Pacar gue sudah nunggu di luar, gue mau jalan,"
"Loe sudah punya pacar, Mel?"
"Sudah, Ka. Semalam gue baru jadian, ya sudah, gue berangkat dulu ya, Ka. Gak apa-apakan gue tinggal?"
"Gak apa-apa, kok. Mel," Lagi-lagi seperti ini, hari yang benar-benar menyebalkan, kayak lagunya tipe-x "Saat-saat menyebalkan".
Dan untuk yang ke-5 kalinya gue di tolak.
Malam itu gue mampir kerumah cewek yang gue taksir. Namanya Sinta. Seperti biasa, gue kenal dia baru tiga bulan.
Malam itu terasa canggung, hati gue pun mulai gak tenang. Karena, niat gue sebenernya main kerumahnya untuk mengungkapkan isi hati gue yang sebenarnya.
"Sin, malam ini loe cantik banget,"
"Makasih ya, Ka,"
"Sin, Loe mau gak jadi pacar gue?"
"Pacar?"
"Gue mau merubah status kita, berteman jadi berpacaran. Loe mau kan, Sin?"
"Gimana ya, Ka. Gue masih bingung,"
"Kenapa harus bingung, Sin. Tinggal di jawab aja,"
"Jawabannya besok ya, Ka. Lewat WA, jujur, gue masih bingung,"
"Benar ya, gue tunggu jawabannya,"
Dan keesokan harinya.
Hari dimana gue bisa merubah status berteman menjadi berpacaran, yang pasti gue senang banget, karena respon dia selama ini begitu baik.
Siang itu gue hanya bisa H2C. Dan gue yakin, cinta gue pasti di terima dan gak mungkin di tolak. Tapi, sudah lama menunggu, gak ada satu chat WA pun yang gue terima. Sekalinya ada, itu cuma chat dari Pak Kumis. Karena penasaran, gue langsung nelepon dia lewat WA. Tapi, hanya memanggil. Dan gue coba telpon biasa.
"NOMOR YANG ANDA TUJU SEDANG TIDAK AKTIF, SILAHKAN COBA BEBERAPA SAAT LAGI,"
Sumpah, gue gelisah banget. Berkali-kali gue telepon hasilnya pun sama aja, "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan coba beberapa saat lagi,"
Gue pun mutusin untuk mampir ke rumahnya.
Sesampai dirumahnya. Gue benar-benar heran, rumahnya sepi banget. Di saat gue lagi kebingungan, kebetulan ada tukang sayur yang sering berjualan di komplek itu lewat.
"Mas, mau nanya. Ini rumah, kok sepi banget ya?"
"Yang punya rumah sudah pindah mas, denger-denger sih, pindah ke Bogor,"
"Serius, Mas?"
"Lihat aja tulisan di gerbang pojok sana,"
Mendengar penjelasan tukang sayur, gue langsung pergi menuju gerbang pojok rumah.
Setelah gue lihat "RUMAH INI DI JUAL".
Pantas aja nomornya gak aktif. Dengan penuh rasa sedih, gue langsung pergi ninggalin rumahnya.
Namun, baru aja gue mau pergi, datang satu chat WA dari dia "DI TOLAK".
Sumpah, gue benar-benar gak nyangka, jawabannya simpel banget.
Pas gue telepon ulang, lagi-lagi hanya memanggil, Gue cek foto profilnya, ternyata hilang. Gue di BLOKIR.