"Yang Mulia! Malaikat Agung Raphael telah jatuh!"
"Yang Mulia! Kerajaan Mawar Putih telah runtuh!"
"Yang Mulia!..."
"Yang Mulia!..."
Laporan demi laporan tentang keadaan di medan perang membanjiri pria paruh baya yang duduk di atas tahta suci. Dalam pakaian liturgisnya yang disertai dengan lambang keagungan gereja, paus memancarkan otoritas rohaniah dan kekudusan. Namun, kilau mata birunya terlihat lelah, dan mahkota kepausan yang dipakainya terasa berat. Kesejukan dinding katedral menggema dengan doa-doa dan nyanyian pujian, namun tak ada kehangatan dalam hatinya. Langit-langit tinggi yang diselimuti keabu-abuan tampak menyiratkan kegelapan yang datang.
"Hah, bahkan Malaikat Agung Raphael telah jatuh. Kita benar-benar ditakdirkan," gumam paus seraya berdiri dan menuju jendela yang ada di ruangan itu.
"Yang Mulia, mohon jangan terlalu bergerak. Anda telah menghabiskan energi dan vitalitas Anda untuk keturunan ilahi 7 Malaikat Agung," kata seorang pria yang berdiri di samping tahta suci.
"Adelon, perintahkan seluruh umat manusia untuk mundur ke Kubah Suci Rahasia. Kita harus mundur untuk menghindari pemusnahan. Iblis-iblis itu semakin kuat, dan aku tidak mendapat tanggapan dari Dewa Cahaya ketika aku berdoa. Semoga cahaya-Nya tetap melindungi kita," ujar paus yang sekarang berdiri, menatap keluar jendela.
"Baik, Yang Mulia," jawab Adelon seraya membungkuk mundur dengan tangan kanan di dada.
"Semoga Dewa menghempaskan para iblis ke jurang neraka, amin," gumam paus sambil melihat ke arah kanan jendela. Matanya berkilau, tampak seolah-olah bisa merentangkan pandangan ke lokasi yang jauh hingga ke medan perang.
Di sana terlihat pasukan iblis memukul mundur pasukan manusia. Jeritan kesengsaraan manusia layaknya sebuah melodi yang indah di telinga para iblis. Iblis tertawa sambil menebaskan pedang secara gila-gilaan. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, datang seorang pria bersayap 12 dengan lingkaran cahaya di atas kepalanya. Dia adalah salah satu dari 7 Malaikat Agung, Metatron Sang Pelindung Suci. Malaikat ini muncul sebagai sosok megah, bersinar dengan keanggunan dan kekuatan luar biasa di medan perang.
"Matilah kalian para iblis!" Dia meraung tak lama setelah mendarat di depan pasukan umat manusia. Kedua tangannya disatukan di depan dadanya dan kemudian sebuah cahaya menyilaukan muncul dari tubuhnya, itu berbentuk kubah yang terus meluas ke seluruh medan perang. Manusia yang terkena cahayanya merasakan kehangatan dan energi mengalir kembali di tubuhnya. Sedangkan bagi para iblis, itu adalah sebuah kematian mutlak! Iblis mendapati tubuh mereka disucikan dan sirna oleh cahaya tersebut.
Setelah para iblis musnah, seorang ksatria dari salah satu pasukan umat manusia maju ke depan dan berlutut di hadapan Malaikat Agung. Mengenakan pelindung kepala perak, seluruh tubuhnya juga terbungkus baju besi indah dengan warna senada. Di dada kanan sang ksatria terdapat lambang seekor elang yang tampak akan terbang bebas ke angkasa. Tak lama setelah berlutut, pelindung kepalanya dilepaskan, menampilkan wajah tampan seorang pria yang kira-kira berumur 32 tahun, memiliki mata hijau cerah dengan rambut hitam semakin menambah ketampanannya.
"Malaikat Agung, terdapat perintah dari paus bahwa kita harus segera mundur ke Kubah Suci Rahasia."
Sedikit mengangguk, Malaikat Agung Metatron menjawab, "Raja William, bangkitlah. Aku akan melindungi kalian sampai ke Kubah Suci Rahasia. Perintah paus adalah perintah Cahaya."
Dengan segera, Raja William bangkit dan berteriak kepada pasukannya, "Mundur ke Kota Radiant, di sana kita akan bergabung bersama paus menuju tempat perlindungan. Malaikat Agung, Metatron Sang Pelindung Suci akan melindungi kita."
Raja William dan pasukan umat manusia bersiap-siap untuk mundur, menyisakan medan perang yang dipenuhi kehancuran dan kegelapan. Paus Gregorius II, dengan hati yang penuh kekhawatiran, mengamati pergerakan pasukannya dari jendela tahtanya, menyadari bahwa Jatuhnya Hegemoni adalah awal dari petualangan yang lebih gelap.
"Yang Mulia, seluruh pasukan umat manusia telah berkumpul di dalam Kota Radiant. Namun, pasukan iblis juga telah mengusai seluruh kota dan kerajaan. Kini mereka telah bergerak untuk mengepung Kota Radiant," ujar Adelon setelah menyelesaikan perintah paus.
"Bawa mereka berkumpul di depan katedral, aku akan membuka portal teleportasi."
"Baik Yang Mulia."
Tak lama kemudian, seluruh pasukan umat manusia telah berkumpul di depan katedral. Kini, di depan katedral terdapat 12 lingkaran cahaya dengan lubang yang abstrak menuju tempat yang tidak diketahui. Paus Gregorius II berdiri di depan para umat manusia, dengan mahkota dan tongkat kepausan, Paus Gregorius II berkata.
"Anak-anakku, hari ini mungkin kita kalah dari iblis yang terkutuk, namun jangan lupa satu hal. Cahaya selalu menang atas kegelapan. Semoga cahaya-Nya tetap menerangi kita. Sekarang masuklah kalian ke dalam portal."
Saat itu, Adelon maju ke depan dan berbisik kepada paus.
"Yang Mulia, pasukan iblis telah mengepung kota ini."
Sebelum paus sempat menjawab, lapisan cahaya suci muncul dari katedral menyelimuti seluruh kota dalam bentuk sebuah kubah, melindungi semua orang di dalamnya. Melihat ini, seluruh orang bergegas masuk ke dalam portal karena tahu pasukan iblis telah mengepung kota ini.
Dan begitulah, akhir sebuah hegemoni yang telah berkuasa selama ribuan tahun. Jatuh ke tangan bangsa iblis, terjebak dalam kegelapan.
Paus Gregorius II, terakhir kali melihat medan perang yang kacau, berjalan dengan langkah berat menuju portal. Adelon mengikutinya dengan hati yang penuh kesetiaan. Sesaat sebelum memasuki portal, paus menoleh sekali lagi ke belakang, melihat kota yang pernah indah kini tenggelam dalam bayang-bayang kehancuran.
"Semoga Cahaya membimbing kita dalam gelap ini," ucap paus dengan suara yang hampir sirna oleh desiran angin yang membawa kehancuran.
Portal menyatu di belakang mereka, memindahkan seluruh pasukan umat manusia ke tempat perlindungan yang masih aman dari ancaman kegelapan. Paus Gregorius II, 7 Malaikat Agung, dan Raja William bersama pasukan umat manusia lainnya sekarang berada di Kubah Suci Rahasia, siap menghadapi tantangan baru yang mungkin lebih besar dari sebelumnya.