Chapter 7 - Bab 7: Latihan

Senin pagi adalah hari pertama setelah Alan menerima peta dan penugasan dari Paus Gregorius II. Hari itu, Alan bangun lebih cepat dari biasanya. Matahari baru saja mulai menyapa dunia dengan sinarnya yang lembut, dan embun pagi masih menempel di dedaunan. Alan tahu bahwa dia harus memanfaatkan setiap detik yang dimilikinya sebelum upacara Pelanggar berlangsung. Dengan tekad yang kuat, ia memutuskan untuk mulai pelatihannya hari itu juga.

Alan segera menoleh ke samping hanya untuk mendapati tempat tidur adiknya telah kosong dan rapi.

"Haaah," desahan panjang segera terdengar dari mulutnya.

'Begitulah Mira, selalu bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan untukku. Hm, Mira saat ini baru berusia 13 tahun, tetapi terkadang sikapnya menunjukkan kedewasaan yang melampaui usianya, sementara di lain waktu ia tampak seperti anak kecil. Mungkin sejak ayah dan ibu dari Mira serta pemilik tubuh ini meninggal dalam invasi iblis beberapa tahun lalu, Mira dipaksa untuk tumbuh dewasa lebih cepat.'

Pada saat itu, pemilik asli tubuh yang ditempati Alan saat ini juga telah meninggal, memberi Alan kesempatan untuk bertransmigrasi. Alan di kehidupan sebelumnya adalah seseorang yang antisosial, dengan kegemaran membaca novel-novel tentang transmigrasi. Jadi, meski awalnya mengejutkan, masalah transmigrasi tidak terlalu membingungkannya—kecuali keinginan yang mendalam untuk pulang ke rumah, bertemu kembali dengan ayah dan ibu kandungnya.

Tahun ini adalah tahun ke-10 sejak invasi iblis, yakni tahun 1342 Kalender Cahaya. Zaman telah memasuki kegelapan sejak Benua Lumina diperintah oleh para iblis. Tanpa cahaya yang melawan kegelapan, benua-benua lain di dunia ini telah jatuh atau hancur di bawah serangan iblis. Saat ini, sejauh pengetahuan Alan menurut buku-buku yang dibacanya, ada empat benua di dunia ini: Benua Lumina di bawah kekuasaan Dewa Cahaya, Benua Matahari di bawah kekuasaan Kaisar Matahari, Benua Kehidupan di bawah kekuasaan Ibu Kehidupan, dan Benua Angin di bawah kekuasaan Penguasa Langit. Lautan dan beberapa pulau kecil berada di bawah kekuasaan Dewi Air. Saat ini, hanya lautan dan Benua Angin yang masih bertahan dari invasi iblis, karena medan mereka yang sulit dijangkau oleh para iblis. Yang lainnya telah hancur atau tunduk pada kekuasaan iblis.

"Alan, ayo sarapan," teriakan Mira dari bawah segera membuyarkan lamunan Alan. Dia segera bergegas turun dan menikmati sarapan yang disiapkan Mira—dua potong roti bakar dengan selai kacang serta segelas susu untuk masing-masing mereka. Mereka sarapan dalam diam, masing-masing dengan pikiran mereka sendiri.

Setelah sarapan, langkah pertama Alan adalah mengunjungi perpustakaan tempat ia biasa bekerja. Di sana, dia mencari buku-buku kuno tentang strategi bertarung, teknik bertahan hidup, dan pengetahuan mengenai dunia di luar Kubah Suci Rahasia. Meskipun pekerjaannya selama ini hanya sebagai penjaga perpustakaan, Alan tidak pernah menyangka bahwa pengetahuannya tentang buku-buku tersebut akan menjadi salah satu senjata terkuatnya.

Hari-hari berikutnya dihabiskan Alan untuk mendedikasikan waktu belajar berbagai hal yang menurutnya akan berguna. Dia membaca tentang topografi wilayah luar, mempelajari medan yang akan ia tempuh, dan menghafalkan rute-rute yang ada di peta. Namun, Alan sadar bahwa pengetahuan saja tidak cukup. Dia membutuhkan keterampilan fisik yang mumpuni.

Di malam hari, ketika suasana kota mulai tenang, Alan berlatih secara diam-diam di belakang rumahnya. Dia melatih kekuatan fisik, kecepatan, dan ketangkasan. Dia juga berlatih menggunakan senjata dasar yang dipinjamnya dari salah satu penjaga perpustakaan, meskipun penggunaannya masih terasa canggung di tangannya. Namun, Alan tidak pernah menyerah; dia tahu bahwa keterampilan ini akan sangat menentukan dalam perjalanannya nanti.

Enam hari berlalu dengan cepat, dan meskipun pelatihan Alan jauh dari sempurna, dia merasa lebih siap daripada sebelumnya. Namun, dia juga menyadari bahwa apa yang dilakukannya hanyalah permulaan. Menjadi seorang Pelanggar bukan hanya tentang fisik dan pengetahuan, tetapi juga tentang ketahanan mental dan keberanian untuk menghadapi hal yang tidak diketahui.

Suatu malam, ketika Alan sedang beristirahat setelah sesi latihan yang berat, Mira datang dan duduk di sampingnya. "Kak, apakah kamu benar-benar akan menjadi seorang Pelanggar?" tanyanya pelan, suaranya penuh dengan kekhawatiran.

Alan menatap adiknya dengan lembut. "Ya, Mira. Ini adalah jalan yang harus kuambil."

Mira menundukkan kepala, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. "Aku... Aku hanya ingin kau berhati-hati. Aku tahu kau kuat, tapi dunia di luar sana... sangat berbahaya."

Alan tersenyum dan meraih tangan adiknya. "Aku tahu, Mira. Tapi aku tidak akan sendirian. Aku punya tujuan yang kuat dan dorongan untuk kembali. Aku akan memastikan bahwa aku siap untuk apapun yang menanti di luar sana."

Minggu pagi, setelah enam hari menjalani latihan mandiri, Alan berniat mengembalikan buku yang dipinjamnya. Setelah sarapan, dia segera berjalan menuju perpustakaan. Dengan manuver cepat, Alan segera sampai di perpustakaan dan dengan cekatan membuka pintu setelah membuka kuncinya. Perpustakaan ini memang ditutup sejak kejadian misterius yang menimpanya waktu itu.

Alan menyusuri rak-rak buku, menyimpan buku yang dipinjamnya di tempatnya semula. Namun, saat ia hendak menyimpan buku terakhir, tiba-tiba tubuhnya tidak bisa digerakkan. Dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya tidak merespons, seolah-olah kendali atas dirinya telah diambil alih.

Pupil matanya melebar, panik mulai merayap di dalam dirinya. 'I-ini, apa yang terjadi? Apa yang harus kulakukan?' pikirnya dengan panik, mencoba melirik ke kanan dan kiri untuk mencari sesuatu yang dapat membantunya.

Tiba-tiba, dari sudut mata kanannya, Alan melihat sesuatu yang mengerikan—sebuah buku bersampul cokelat melayang dengan tenang di udara, tampak seperti menunggu seseorang untuk mengambilnya.

'A-apa, buku itu! Itu buku yang kulihat sekitar seminggu yang lalu, mengapa ada di sini sekarang? Bukankah Paus mengatakan akan mencarinya?' Ekspresi ketakutan dan keputusasaan muncul di raut wajah Alan. Pikiran-pikirannya segera berlarian liar, mencoba memahami situasi yang terjadi.

'Sekarang aku tahu apa yang terjadi dengan penjaga perpustakaan sebelumnya,' pikir Alan, wajahnya meringis. Tubuhnya, seolah-olah dikendalikan oleh kekuatan lain, mulai bergerak perlahan mendekati buku bersampul cokelat tersebut. Ketakutan yang dirasakannya semakin besar dengan setiap langkah yang diambilnya, dan buku itu tetap melayang di sana, seolah menunggu Alan meraihnya.