Alan dan Mira berjalan pulang ke rumah mereka yang berada di zona dua Kubah Suci Rahasia. Kubah Suci Rahasia berbentuk lingkaran dengan 4 lingkaran yang lebih kecil di dalamnya. Area pada lingkaran pertama dari dalam merupakan markas besar Gereja Dewa Cahaya, Katedral Kemurnian, juga sering disebut sebagai zona pusat. Area pada lingkaran kedua disebut zona empat, tempat tinggal para bangsawan dan raja-raja yang pernah memerintah di Benua Lumina sebelum mereka mundur ke Kubah Suci Rahasia. Lingkaran ketiga disebut juga sebagai zona tiga, merupakan tempat bagi segala jenis usaha. Lingkaran keempat juga disebut zona dua, merupakan tempat tinggal bagi para rakyat biasa. Di luar lingkaran keempat sebelum lingkaran penghalang Kubah Suci Rahasia, merupakan tempat para ksatria dan pelanggar berjaga, waspada terhadap serangan apapun.
Cahaya matahari bersinar terik namun tidak terasa panas, memberikan mereka perasaan musim semi. Di tangan Alan, ia membawa kertas kecil yang berisi daftar tugas yang harus diselesaikan hari itu. Sesekali, Mira tertawa kecil, mengomentari beberapa hal yang terlintas di pikirannya.
"Sudah lama sejak kita pulang bersama seperti ini, bukan?" kata Alan sambil tersenyum pada adiknya.
Mira mengangguk, "Iya, rasanya seperti dulu kala sebelum semuanya berubah. Aku ingin pulang ke rumah kita yang dulu, Alan."
Alan mengernyit, merasakan hal yang sama.
'Dik, aku juga ingin pulang ke rumah, Bumi.'
Setelah berjalan sekitar 10 menit, mereka sampai di sebuah gedung yang mereka anggap rumah, sebuah rumah bercat putih dengan dua lantai, memiliki teras kecil tanpa taman. Di teras terdapat, 2 kursi kayu dengan sebuah meja bundar diantaranya. Rumah ini dibangun dengan dana darurat gereja sehingga tampak sama dengan seluruh rumah di zona dua sejauh mata memandang.
Alan mengambil kunci dari saku celananya, kemudian membuka pintu rumah mereka. Lalu, terpampanglah dalam mata Alan, tempat yang menjadi tempat tinggalnya selama setahun sejak transmigrasinya. Dari pintu masuk, terdapat sebuah ruang tamu dengan sofa kecil yang empuk, dan meja yang dipenuhi buku-buku milik Mira. Setelah ruang tamu, terdapat dapur dengan struktur dapur pada umumnya. Dapur dan ruang tamu dipisahkan oleh tembok tanpa pintu, di sebelah kiri dapur terdapat pintu, itu merupakan sebuah kamar mandi. Di sebelah kanan tembok sebelum dapur, terdapat tangga menuju lantai dua. Di bawah lantai, terdapat cermin gantung dengan meja tepat di bawahnya.
Alan bergegas menaiki tangga, sedangkan Mira menuju dapur mengambil sesuatu yang tampak seperti biskuit dan merebus air. Di lantai dua Alan disambut dengan ruangan yang berisi dua tempat tidur dengan nakas di masing-masing sisi kiri tempat tidur, jendela yang terbuka membawa angin sepoi-sepoi. Alan menuju lemari yang terletak di sebelah tempat tidurnya, membukanya dan mengambil rompi kulit berwarna cokelat.
"Alan, ayo sarapan dulu sebelum kamu berangkat kerja," teriak Mira dari lantai bawah.
Alan segera turun dan disambut dengan biskuit dan susu di meja makan yang ada di dapur.
...
Alan sekarang duduk di balik sebuah meja tanpa dekorasi. Di sisi kanan meja itu terdapat banyak tumpukan buku-buku tebal. Sedangkan di sisi kiri meja, terdapat sebuah pena bulu dan buku yang terbuka.
"Selamat pagi Alan, aku ingin meminjam sebuah buku berjudul Mitos Sejarah Kehidupan." Tiba-tiba seorang gadis dengan pembawaan ceria memasuki pandangan Alan. Gadis itu memiliki mata berwarna kuning dengan rambut pirang bergelombang. Mengenakan gaun kuning muda semakin menambah kesan cerianya. Dia dengan senyum di wajahnya, menyapa Alan dengan ceria.
"Selamat pagi juga Tessa, buku itu berada di rak urutan ke 5 di sebelah kanan meja ini," jawab Alan seraya tersenyum lembut.
"Terima kasih, Alan."
Setelah menatap kepergian Tessa, informasi dalam buku itu terlintas di benak Alan. Mitos Sejarah Kehidupan dimulai dengan Dewa Pencipta, yang baru terbangun dari tidurnya yang panjang, memandang sekelilingnya dan menyadari sepinya kosmos dan keheningan yang merajai dunia-dunia di seluruh alam semesta. Dalam kebesarannya, 'Dia' merasa keinginan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan ciptaan yang indah dan bermakna.
Dengan kekuatan-Nya yang tak terbatas, Dewa Pencipta menggerakkan tangan-Nya melalui ruang dan waktu, membentuk kehidupan dari elemen-elemen yang mendasar. Dari setiap goyangan jari-Nya, bermunculan bintang-bintang yang bersinar, matahari, planet-planet yang terhampar, dan lautan-lautan yang mengalir.
Namun, keinginan-Nya untuk mencipta tak hanya berhenti pada benda-benda langit dan elemen alam semesta. Dengan penuh kasih sayang, 'Dia' menciptakan makhluk-makhluk hidup yang unik dan beraneka ragam. Mulai dari makhluk laut yang menggeliat di dasar samudera hingga burung-burung yang berkicau di langit, semuanya adalah karya ciptaan-Nya yang menghadirkan harmoni di alam semesta.
Dewa Pencipta meniupkan napas kehidupan ke dalam setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Napas-Nya membawa kehangatan dan kebijaksanaan, memberikan kehidupan pada setiap bagian alam semesta ini. Dalam setiap detak jantung makhluk hidup, 'Dia' menanamkan secercah cinta dan keindahan.
Setelah mengingat kembali isi buku tersebut, Alan melanjutkan pekerjaannya sebagai penjaga perpustakaan. Dia menyusuri lorong-lorong buku, memeriksa letak dan kondisinya.
Setelah tiba di lorong paling akhir, tempat rak buku terakhir. Dia tiba-tiba melihat sebuah buku bersampul cokelat yang berada di susunan ketiga dari bawah tampak tidak berada pada tempatnya. Ketika dia baru akan menariknya, dia tiba-tiba dipanggil oleh Tessa untuk mencatat peminjaman tersebut.
"Kembalikan buku setelah tiga hari, lebih dari itu kamu akan didenda dengan satu perak," kata Alan setelah selesai mencatat identitas peminjam dan buku yang dipinjam.
Mata uang dalam dunia ini menggunakan satuan perunggu, perak, dan emas. Satu emas sama dengan 10 perak, dan satu perak sama dengan 10 perunggu.
"Aku tau, aku tau," jawab Tessa sambil memutar matanya, "Kamu seperti orang-orang tua pikun di gereja," lanjut Tessa sambil terkikik geli.
"Ini prosedur normal, dan jangan sampai mereka mendengarmu atau kamu akan dikurung untuk mendengarkan khotbah mereka," jawab Alan seraya tertawa kecil.
"Baiklah, sekali lagi terima kasih Alan," ucap Tessa lalu pergi meninggalkan perpustakaan.
Alan cuma mengangguk untuk menanggapi, lalu berdiri dan berjalan kembali menuju lorong terakhir. Sesampainya di sana, pupil matanya tiba-tiba mengecil!
Buku itu telah hilang!