Faris merebahkan tubuhnya ke kasur dengan perasaan yang sulit ditakar seperti apa kacaunya. Konser hari ini sebenarnya sukses. Sambutan bagi Band Metal Tawakkal luar biasa. Animo penonton terhadap penampilannya juga tidak mengecewakan. Tapi semua tertutupi oleh sosok semampai seorang gadis yang tiba-tiba muncul di panggung dan menyanyikan Bed of Roses dengan begitu mempesona.
Pemuda itu membalikkan tubuh dan membuka hapenya. Dia sudah berkali-kali menonton penampilan gadis bermata kejora itu di tiktok, youtube short dan juga instagram. Para penonton rupanya tidak membuang kesempatan mengabadikan penampilan si gadis saat bernyanyi di panggung. Faris menggeleng-gelengkan kepala setiap kali mengulang. Jumlah viewnya terus meningkat secara drastis. Sementara jumlah view untuk Metal Tawakkal tidak juga beranjak kemana-mana.
Faris tidak iri. Justru malah penasaran dengan si mata kejora. Kenapa tiba-tiba saja menyeruak ke atas panggung? Jarang ada orang yang berani tampil di depan publik begitu saja tanpa persiapan. Apa motivasi gadis yang punya pengawal mengerikan itu? Lagipula momen yang dipakai adalah saat Metal Tawakkal selesai tampil. Ada apakah gerangan?
Mahasiswa semester 6 jurusan Teknologi Kelautan ini membuka website kampus. Mencoba mencari-cari dengan tekun dan teliti di setiap berita kampus. Barangkali ada gambar atau foto atau apa saja yang bisa menguak identitas lengkap si gadis bermata kejora. Dia tadi tidak benar-benar memperhatikan saat kedua pengawal gadis itu meneriakkan nama lengkap si gadis saat masih berada di panggung. Perhatiannya sungguh tersita dengan suara dan wajahnya. Bukan namanya. Faris benar-benar mencari secara membuta. Bagaimana bisa dia mencari informasi seseorang jika namanya saja dia tidak tahu. Faris memaki-maki dirinya yang kehilangan keberanian tadi sore untuk menanyakan nama si gadis bermata kejora.
Faris mencoba memejamkan mata. Tapi gagal. Pemuda ini mencoba menyalakan rokok. Lagi-lagi gagal. Tangannya gemetaran karena rasa penasaran yang sudah sampai pada puncaknya. Faris mengenakan jaket dan meraih kunci motor. Mungkin ada baiknya jika dia pergi ke kos teman-temannya. Siapa tahu ada di antara mereka yang tahu identitas si gadis bermata kejora.
Hampir semua satu kos kecuali dirinya, Bandut dan Jenglot. Bandut yang asli bogor tinggal bersama orang tuanya yang dosen. Pemuda jorse itu tinggal di perumahan dosen. Jenglot tinggal di mana saja dia mau. Kawannya yang satu itu sering pindah-pindah tempat untuk bermalam. Kadang di kos Ali, Syuhada dan Ronan dan terkadang di asrama Faris. Satu-satunya tempat yang enggan disinggahi oleh Jenglot adalah rumah Bandut. Katanya sungkan sama Mama dan Papa Bandut. Tapi alasan sesungguhnya adalah tidak tahan dengan bau kamar Bandut yang beraroma seperti gudang bahan kimia.
Sebentar saja Faris sudah sampai di kos ketiga kawannya. Jalanan lumayan sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Faris tidak tahu bahwa suara RX Kingnya yang melewati Jalan Babakan tadi membangunkan seorang gadis yang buru-buru membuka gorden dan mengintip keluar. Untuk melihat bayangan motor tua itu melesat di depan kosnya dengan meninggalkan suara seperti piring sepuluh lusin dibanting bersamaan.
Zoya yakin sekali yang lewat tadi si majnun. Dia sudah hapal hingga di luar kepala suara kaleng loak itu. Ngapain sih malam-malam keluyuran? Apa tidak kecapean tadi habis manggung? Zoya mengusir jauh-jauh rasa ingin tahunya. Dia harus bangun pagi-pagi besok. Persiapan pulang ke Jombang naik kereta siang dari Jakarta. Bayangan masakan Ibunya membuat Zoya tiba-tiba lapar. Gadis itu kebingungan antara hendak merebus mie atau melanjutkan tidur. Biasanya kalau habis makan, dia akan sulit tidur. Tapi tidur dalam kondisi lapar juga cukup menyiksa. Saking bingungnya Zoya sampai berpikir aneh. Seandainya ada yang meletakkan martabak di teras kost ini, kalau perempuan akan dijadikannya saudari, sedangkan kalau laki-laki akan dijadikannya porter di stasiun besok pagi. Zoya mengikik sendirian. Sebuah cara ampuh untuk melupakan rasa lapar yang menggodanya.
Ketawa kecil Zoya terhenti mendadak. Gadis itu mendengar suara RX King menyebalkan dari kejauhan tapi lalu berhenti tidak jauh dari kosnya. Tak lama terdengar langkah kaki di teras rumahnya. Zoya kaget. Jangan-jangan maling! Teman-teman kosnya pasti sudah terlelap semua. Zoya bukan gadis penakut. Lagipula buat apa dia punya keahlian pencak silat yang dipelajarinya di pondok pesantren jika sama maling saja takut? Zoya ingat pernah menjatuhkan dua orang lawan latih tandingnya sekaligus di Jombang. Tapi Zoya lupa bahwa dua lawan latih tandingnya itu merupakan murid senior di pondok pesantren Ayah dan Ibunya. Mereka terpaksa mengalah.
Zoya berjinjit keluar kamar sambil memegang gagang sapu. Di ruang depan, dia mengintip terlebih dahulu siapa yang telah berani melompati pagar kos putri malam-malam begini.
Tidak ada siapa-siapa. Zoya mengernyitkan dahi. Masa kucing? Zoya membuka gorden lebih lebar agar bisa melihat dengan lebih leluasa. Memang tidak ada siapa-siapa tapi apa itu?
Zoya menajamkan penglihatan. Bungkusan plastik putih itu mencurigakan! Setelah sekali lagi memastikan tidak ada orang di teras, Zoya memberanikan diri keluar rumah. Masih dengan memegang gagang sapu erat-erat. Disambarnya bungkusan plastik putih itu lalu buru-buru masuk lagi kedalam rumah dan mengunci pintunya. Hanya sekian detik saja sebetulnya, tapi kilatan lampu blitz itu berhasil mengabadikan tingkah Zoya yang seperti maling di rumah sendiri.
Zoya tidak menyadari sama sekali bahwa Faris berjalan dengan puas ke arah motornya yang diparkir agak jauh. Menstarternya dan kembali menuju ke kos Ali, Syuhada dan Ronan.
Faris mendapatkan informasi akurat mengenai nama dan kos Zoya dari Ali yang segera menelpon Fatimah. Temannya satu jurusan di Fakultas Kehutanan. Faris lalu memikirkan ide bagaimana cara memperoleh perhatian Zoya. Cara yang murah dan sederhana. Beli martabak telor lalu meletakkan diam-diam di teras rumah kos Zoya. Untung-untungan menunggunya keluar lalu mencuri fotonya seperti keahlian paparazzi.
Faris bersyukur yang keluar mengambil bungkusan martabak tadi benar-benar Zoya dan bukan teman kos lainnya. Jika tidak, dia akan merugi sekitar 60 ribu rupiah. Tidak apa-apa kalau cuma semalam menjalankan siasat tersebut. Tapi kalau gagal terus dan dia harus berusaha mengulanginya bermalam-malam? Bisa-bisa dia puasa rokok dan kopi satu bulan penuh. Anggarannya akan tersedot habis untuk beli martabak pancingan.
Sementara di kos Zoya, gadis itu terbelalak saat membuka bungkusan plastik putih di meja makan. Martabak! Masih panas pulak!
Tanpa ragu sedikitpun Zoya melampiaskan rasa laparnya dengan menghabiskan separuh isi kotak. Menyimpan sisanya di kulkas buat teman-teman kosnya besok, minum air putih yang banyak dan bersiap untuk tidur.
Tapi Zoya mendadak teringat sesuatu. Bukankah dia berjanji tadi kalau ada yang membawakannya martabak maka dia harus mengakuinya sebagai saudari kalau putri. Zoya lalu menguras ingatannya. Kalau laki-laki apa ya tadi? Suami? Ah bukan! Oohh, menjadi porter di stasiun kereta besok pagi. Zoya tersenyum lega yang terbawa hingga tidurnya.
******