Tanpa berlama-lama, Faris mengegas motornya menembus jalanan Dramaga yang masih lengang. Rumah Sakit Yasmin tidak terlalu jauh. Faris benar-benar menyesal tidak berani membuka hape dari tadi malam. Rupanya kawan-kawannya sejak pagi sudah coba menghubungi. Miss call dan miss chat berhamburan di inboxnya.
Setelah dengan tergesa-gesa memarkir motornya, Faris setengah berlari menuju ruang ICU. Begitu memasuki ruangan, Faris bertemu dengan tatapan teman-temannya yang nampak lesu dan lelah. Farid mendekat. Di salah satu ranjang ICU terbaring tubuh Ronan yang tak sadarkan diri. Suster menggerakkan tangan memberi isyarat agar mereka keluar ruangan. Terlalu banyak orang. Dokter akan segera memberikan tindakan. Ronan kritis dan harus cepat mendapatkan penanganan medis.
Faris mengikuti rombongan temannya keluar ICU. Di luar, Faris mengangkat tangan. Menunggu penjelasan.
"Ronan semalam ditemukan pingsan di kamarnya. Aku yang menemukan bersama Ali." Syuhada menyusut peluh di lehernya.
"Kami hendak mengajaknya makan malam karena sedari pagi Ronan tidak pernah keluar kamar dan kami yakin dia belum makan." Syuhada melanjutkan. Pandangannya menerawang mengingat semua kejadian semalam.
"Kamarnya terkunci. Kami sudah panggil-panggil tapi tidak ada sahutan. Kami coba telepon juga tidak diangkat. Kami lalu menghubungi Ibu kos meminta kunci cadangan. Kami mendapatinya terkapar di bawah ranjang dengan mulut berbusa dan tubuh kaku. Mungkin karena kejang hebat."
Syuhada berhenti. Ali meneruskan cerita.
"Kami segera membawanya ke rumah sakit terdekat menggunakan mobil Ronan sendiri. Tapi pihak rumah sakit tidak sanggup dan menyarankan agar membawanya ke Hermina yang memiliki peralatan lebih lengkap untuk menangani situasi darurat seperti yang dialami Ronan."
"Sejak kami temukan hingga di ICU rumah sakit ini, Ronan belum pernah sadar sama sekali. Tapi kami menemukan ini di draft pesan WA yang ditujukan kepada kita semua di grup MT." Ali menunjukkan layar hape milik Ronan kepada Faris.
Sahabat-sahabatku tercinta. Faris, Bandut, Ali, Syuhada, dan Jenglot; Aku tahu mungkin ini sangat mengagetkan kalian. Pasti tidak pernah terpikir oleh kalian bahwa aku akan mengambil langkah sependek ini.
Aku frustasi berat dengan kondisi keluargaku yang berantakan. Aku tidak pernah kekurangan materi tapi sama sekali kekurangan yang namanya kasih dan sayang. Baik dari Ayah maupun Ibuku serta keluarga yang lain. Aku kehilangan semua itu mulai 2 tahun yang lalu sejak ayahku menjabat bupati. Karena kesibukannya yang luar biasa, Ibuku terabaikan. Ibu lalu mencari kesibukan sendiri sampai akhirnya kabur dengan seorang lelaki yang dikenalnya di media sosial.
Ganti Ayahku yang frustasi dan akhirnya dia juga menemukan pelarian yang sama bersama sekretarisnya yang masih muda. Isu hubungan gelap itu sulit terbukti sehingga Ayah masih menjabat hingga sekarang. Tapi aku tahu persis semua yang terjadi. Inilah jawaban bagi kalian yang selalu heran kenapa aku tidak pernah pulang kampung lagi dua tahun belakangan.
Kalian tahu aku anak tunggal. Tidak punya saudara yang bisa aku ajak berbagi. Akupun tidak mau berbagi dengan kalian yang sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri. Aku tidak ingin merusak semua yang sudah kita bangun bareng-bareng. Menghabiskan waktu lebih dari 4 tahun bersama kalian adalah saat terbaik dalam hidupku.
Aku mulai memakai barang terkutuk ini dua tahun lalu. Aku tidak bisa melepaskannya karena dengan memakainya aku bisa melupakan betapa terkutuknya hidupku. Aku tidak pernah bercerita kepada kalian karena ini sumpah yang seharusnya tidak pernah dilanggar oleh siapapun dari kita. Barang terkutuk ini adalah satu-satunya yang kita haramkan bersama. Aku telah melanggarnya. Aku sadar tapi aku tidak bisa meninggalkannya. Maafkan aku.
Terimakasih banyak kawan, sahabat, saudaraku semua. Lebih baik kalian yang kehilangan aku daripada aku yang kehilangan kalian. Sampai bertemu lagi di bagian manapun dari surga maupun neraka ataupun di antaranya. Aku sayang kalian semua. Teruslah saling menjaga kawan. Kuburkan aku di Bogor. Aku tidak mau jasadku kembali ke tempatku dilahirkan. Hanya kepedihan yang ada di sana.
Ronan
Faris membaca tulisan panjang itu dengan mata berkaca-kaca. Ronan pandai sekali menyembunyikan rahasia hidupnya. Selama ini dia menganggap sahabatnya itu baik-baik saja. Ternyata tidak. Sama sekali tidak. Dua tahun! Dua tahun yang mengerikan karena mereka berlima sama sekali tidak bisa mencium gelagat bahwa Ronan ternyata memakai narkoba. Seharusnya mereka membantu Ronan!
Faris menyusut peluh yang bercampur air mata di pipinya. Keempat sahabatnya yang lain mengalami rasa duka mendalam yang kurang lebih sama. Jenglot bahkan terduduk dan bersandar di tembok dengan lunglai. Wajahnya basah oleh tumpahan air mata. Teringat betapa baiknya Ronan yang bersedia ditumpangi tidur. Ditumpangi makan. Jenglot masih ingat ketika dia ingin pulang menjenguk makam kedua orang tuanya yang sudah bertahun-tahun tidak diziarahi dan dibersihkan olehnya semenjak mulai kuliah, Ronanlah yang diam-diam menyelipkan uang di tasnya yang usang. Menyuruhnya pergi berziarah sebelum puasa hari pertama. Jenglot menutupi mukanya menahan kesedihan luar biasa saat mengingat semua kebaikan sahabatnya itu.
Bandut yang kumal bertambah kumal saja karena kaos yang dipakainya habis dipakai membersihkan air mata sekaligus ingusnya, tiba-tiba bangkit berdiri dengan tubuh sempoyongan.
"Hei! Kita tidak boleh larut dalam kedukaan ini! Ronan masih bisa diselamatkan!" Bersamaan dengan ucapan Bandut, pintu ICU terbuka. Seorang perawat dan dokter keluar sambil melihat ke kanan dan kiri. Faris buru-buru mendekat.
"Kenapa Dok?"
Dokter itu membuka kacamatanya lalu bertanya dengan kalimat tenang.
"Siapa di antara kalian yang merupakan keluarga dari pasien Ronan?" Kelima pemuda itu serentak mengangkat tangan ke atas. Dokter itu sejenak menatap heran tapi melanjutkan kalimatnya yang seolah ledakan petir di telinga para pemuda itu.
"Ronan tidak bisa diselamatkan. Level OD nya kelewat tinggi. Jantungnya tidak kuat. Maaf." Dokter itu mengenakan kacamatanya dan kembali masuk ke dalam. Diikuti oleh si perawat. Diikuti pula oleh pandangan kosong Faris, Bandut, Ali, Syuhada, dan Jenglot.
Hari ini mereka kehilangan seseorang yang merupakan bagian dari jiwa mereka.
-**