Faris berangkat pagi setelah Sholat Subuh seperti biasa. Dia tidak sepenuhnya berbohong kepada Cleo mengenai boncengan motor. Tas berisi pakaian selama seminggu diikat dengan rapi di sana. Kemarin malam setelah menjemput Anisa, Faris packing semua yang dibutuhkan selama seminggu. Dia belum diberitahu Cleo akan menginap di mana. Gadis itu hanya mengatakan bahwa Ayahnya sudah menyewa cottage yang ada di Pelabuhan Ratu untuk tempat mereka menginap selama melakukan pengambilan data dan sampel.
Perjalanan pagi ini sangat lancar meskipun hari kerja. Truk-truk besar yang biasa bersliweran di jalur lintas ini jarang sekali terlihat. Faris mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Dia tidak mau buru-buru. Selain berbahaya, juga karena Faris tidak yakin Cleo dan teman-temannya akan tepat waktu tiba di lokasi. Mereka menggunakan mobil yang pasti akan membutuhkan waktu lebih lama dibanding RX Kingnya.
Hape di sakunya bergetar. Faris enggan untuk mengangkat. Dia malas minggir. Tapi mendadak Faris teringat sesuatu. Itu kan dering hape yang dia setting khusus untuk panggilan dari Zoya! Faris membelokkan motor ke parkiran Indomaret.
"Assalamualaikum Faris." Suara Zoya ibarat air es yang menyirami hati Faris dengan dingin yang pas.
"Waalaikumsalam Zoya." Faris menjawab dengan gagah.
"Aku mengucapkan terimakasih atas bantuanmu kepada Anisa, ya. Maaf ucapanku terlambat." Suara Zoya kali ini ibarat cahaya pertama matahari pagi yang datang pertama kali. Hati Faris menjadi sehangat bubur ayam Mang Diman depan asrama.
"Iya, sama-sama Zoya." Suara Faris semakin gagah.
"Oh ya, aku boleh minta bantuanmu lagi?" Faris tersenyum lebar dan merasa semakin gagah.
"Boleh dong. Sebutkan saja Zoya."
"Bisakah kamu aransemen sedikit puisi yang aku buat ini? Aku ingin puisiku dimusikalisasi. Aku akan mempostingnya di youtube dalam rangka memperingati Hari Ibu." Wah! Puisi! Faris baru tahu Zoya juga suka sastra.
"Puisi tentang Ibu. Aku menulis beberapa selama liburan di rumah. Aku memilih yang satu ini untuk dimusikalisasi." Mata Faris berpendar seperti lampu neon 200 Watt. Ini berarti nanti dia akan berkomunikasi secara rutin dengan Zoya. Terimakasih Gusti Allah!
Percakapan berakhir setelah saling mengucapkan salam. Zoya termenung di kursi teras rumahnya. Matanya menyusuri setiap sudut halaman rumahnya yang luas. Mencari setitik jawaban kenapa tiba-tiba saja dia begitu aktif menghubungi Faris. Selain itu ada yang lebih aneh lagi, Zoya merasa sangat merindukan Bogor. Tatapan Zoya bertemu dengan mata Ibunya yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Zoya jadi salah tingkah. Semoga Ibunya tidak tahu apa yang sedang berkutat dalam hatinya.
"Kamu memikirkan apa, Nduk? Ibu melihat raut wajahmu seperti pelangi. Berwarna-warni."
Nah, kan? Ibunya memang selalu bisa menduga apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Zoya bangkit dari duduknya lalu memeluk Ibunya dengan hangat. Dari mulutnya keluar bisikan lirih.
"Besok aku akan berangkat ke Bogor ya, Bu."
Bu Nyai sama sekali tak terlihat kaget. Dia balas berbisik di telinga Zoya.
"Iya Nduk. Hanya satu pesan Ibu. Taaruf adalah pilihan terbaik untuk pencarian cintamu."
Zoya mengangkat mukanya. Matanya terbelalak menatap Ibunya. Hah?
----
Faris mencari-cari dengan sudut matanya sambil sesekali melihat alamat yang dikirim Cleo. Kenapa ini makin menjauh dari pelabuhan ikan? Faris maju lagi pelan-pelan. Rupanya dia sedang diarahkan oleh google maps ke pantai Karang Hawu.
Faris menaiki bukit dengan hamparan pantai cantik di kakinya. Faris memasuki sebuah kompleks perumahan yang berisi vila-vila besar. Rupanya Cleo dan teman-temannya menyewa villa di tempat elit.
Ini dia! Faris melongo melihat sebuah bangunan besar dan megah yang dikelilingi pagar tinggi di depannya. Sepertinya ini villa paling megah di antara yang lain. Faris ragu-ragu. Gerbang kokoh dari kayu itu tertutup rapat. Pemuda itu mengintip di sela-sela pintu. Di halaman vila yang luas belum nampak satu mobilpun terparkir. Mereka belum tiba. Faris membalikkan tubuh menuju motor yang diparkirnya di seberang jalan. Dia akan menunggu di sini saja. Tidak ada warung kopi di sekitar. Maklum ini komplek vila-vila elit. Tidak ada warung kopi atau indomie sejauh mata memandang.
Sudah lebih dari 1 jam menunggu. Perutnya keroncongan. Di asrama tadi dia juga belum sempat ngopi. Faris memutuskan untuk menuruni bukit. Keluar lagi dari komplek untuk mencari warung nasi dan kopi.
Semangkuk indomie rebus hangat plus telur mata sapi dan segelas kopi panas mengembalikan kesegaran tubuh. Faris mencabut sebatang rokok saat di depan warung berturut-turut lewat mobil-mobil bagus dengan suara halus. Mobil paling belakang mendadak berhenti. Faris tidak memperhatikan karena sedang menikmati kepulan demi kepulan Jarum Super. Cleo turun bersama temannya bernama Juwita. Keduanya mengendap-endap menuju motor Faris yang diparkir di samping warung.
Cleo melambai ke arah sopirnya yang segera mematuhi perintah. Melepas ikatan tas Faris di boncengan lalu meletakkannya di bagasi mobil pelan-pelan. Mobil elektrik itu tanpa bersuara melanjutkan perjalanannya. Juwita ikut di dalam mobil. Meninggalkan Cleo yang duduk santai di bangku depan warung tanpa sedikitpun Faris menyadarinya karena dia memunggungi jalan.
Suara dehem dan batuk Cleolah yang menyadarkan Faris bahwa ada seseorang di belakangnya. Faris nyaris terloncat saat melihat Cleo duduk persis di belakangnya sambil tersenyum manis.
"Eh, udah lama Cleo?" Faris bertanya gagap. Pemuda itu celingukan mencari-cari dengan ekor matanya. Cleo tanggap apa yang dicari Faris.
"Mereka tadi drop aku di sini. Aku lihat kamu sedang ngopi dengan tekun jadi aku berniat menemanimu."
Faris terdiam. Didrop di sini? Lantas?
"Aku nanti ikut bonceng kamu ke atas, Bolt." Kembali Cleo melemparkan senyum termanis yang dia punya.
Faris melongo.
"Tapi….Boncenganku penuh dengan tas. Tidak muat."
Cleo lagi-lagi tersenyum. Ditariknya tangan Faris yang saking kagetnya tidak sempat menghindar. Cleo merasakan tangan pemuda ganteng itu gemetar.
"Tuh kosong!" Cleo menunjuk motor RX King Faris. Kali ini senyumnya melebar. Tak bisa ngelak lagi kau sekarang.
Faris melongo untuk kedua kalinya. Tasnya lenyap! Matanya otomatis mencari-cari kesana kemari. Cleo masuk ke warung dan hendak membayar makanan dan minuman Faris. Tapi Faris buru-buru mencegah sambil meletakkan lima puluh ribuan di meja.
"Kembalinya buat emak!"
Faris menuju RX Kingnya. Matanya masih mencari-cari dengan panik. Cleo menghela nafas panjang. Pemuda ini selalu mempermainkan kesabarannya. Untunglah dia sangat menyukai Faris. Kalau tidak, mungkin sudah didampratnya habis-habisan pemuda itu karena kebegoannya.
"Ayoo!" Ditariknya lagi tangan Faris yang kali ini bisa menghindar. Pemuda itu menghidupkan motornya. Suara raungan keras dan cempreng langsung memecah keheningan tempat itu. Cleo memandangi RX King itu dengan geli sebelum melompat di boncengan dan memeluk pinggang Faris yang langsung kaku seperti patung.
"Boleh..bolehkah tidak memeluk pinggangku. Aku kesulitan bernafas." Faris berkata pelan sembari memasukkan gigi perseneling.
Cleo kembali menarik nafas panjang. Pemuda bodoh! Dilepaskannya pelukan dari pinggang Faris. Motor RX King itu meraung di tanjakan. Cleo nyaris terjengkang kalau tidak buru-buru meraih pinggang Faris.
"Ini terpaksa! Sungguh! Aku nanti terjatuh."
Suara Cleo dengan sapuan nafasnya yang hangat di leher membuat Faris pasrah. Dia akan menghadapi seminggu yang aneh di sini. Dia harus tabah!
-*****