Chereads / Tak Kenal maka Taaruf / Chapter 16 - Bab 16-Kembali ke Bogor

Chapter 16 - Bab 16-Kembali ke Bogor

Zoya berpamitan kepada kedua orang tuanya. Diciumnya kedua tangan Ayah dan Ibunya. Saat dalam pelukan Bu Nyai, Zoya kembali mendengar bisikan pesan yang sama.

"Ingat ya Nduk. Taaruf." Zoya mengangguk patuh. Dia tidak paham kenapa Ibunya akhir-akhir ini selalu membisikkan kata ajaib itu ke telinganya. Apakah Ibunya mengira dia sedang menyukai seseorang? Zoya langsung melamun. Atau jangan-jangan benar dia sedang menyukai seseorang? 

Zoya membiarkan pikirannya berbantahan sampai tiba di stasiun. Kali ini dia tidak bisa menolak saat diantar oleh sopir pondok karena barang bawaannya memang super. 

Di stasiun Pasar Senen, Zoya sebenarnya ingin menaiki KRL ke Bogor. Tapi melihat koper segede gaban dan 2 tas besar lainnya, Gadis itu termangu. Ibunya membawakan berbagai macam makanan dan jajanan. Zoya tidak menolak. Ibunya khusus memasak semalam untuk bekal dirinya. Apalagi masakan Bu Nyai adalah masakan terenak di dunia bagi Zoya. Zoya melambai ke arah taksi yang parkir di pelataran stasiun. 

Fatimah dan Anisa sudah berada di Bogor. Mereka telah kembali dari kampung masing-masing beberapa hari yang lalu. Zoya sudah berencana untuk berlibur bertiga. Menghabiskan sisa liburan semester yang tinggal seminggu. Mereka sepakat untuk pergi ke pantai selama beberapa hari. Melepas kerinduan setelah hampir dua bulan tidak ketemu sekaligus mempersiapkan diri menghadapi masa perkuliahan yang pasti akan menguras pikiran.

Pantai paling memungkinkan untuk dijangkau dari Bogor adalah Pelabuhan Ratu di Sukabumi. Pangandaran di Ciamis dan Bayah di Banten terlalu jauh. Pulau Seribu di utara Jakarta terlalu ribet untuk mencapainya. Harus menggunakan transportasi beberapa kali termasuk naik speedboat yang hanya ada dua kali penyeberangan dalam sehari.

Besok mereka rencana akan berangkat ke Sukabumi menggunakan kereta api. Perjalanan ke Sukabumi sangat eksotis apabila menggunakan kereta api. Mereka akan melewati banyak jembatan tinggi dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Menggunakan kereta api juga menghindarkan diri dari kemacetan. Untuk tempat menginap, Anisa menyampaikan kabar menggembirakan. Mereka bisa menginap di vila di Karang Hawu milik Om Anisa yang seorang Jendral TNI.

Zoya menghapus keringat yang bercucuran setelah memasukkan semua bawaannya ke kamar kos. Hawa di Bogor sedang panas. Setelah membersihkan diri, Zoya langsung tergolek di tempat tidur. Perjalanan 10 jam menggunakan kereta api kelas ekonomi cukup melelahkan. Sambil terkantuk-kantuk gadis itu membuka hapenya. Memberi kabar kepada Ibunya bahwa dia sudah sampai. Diforwardnya pesan WA yang sama kepada beberapa orang termasuk Fatimah dan Anisa bahwa dia sudah sampai. Zoya meletakkan hapenya di sebelah bantal lalu tertidur dengan pulas.

Adzan Magrib membangunkan Zoya. Buru-buru Zoya pergi ke kamar mandi. Setelah mandi, sholat Magrib dan makan, tubuhnya kembali segar. Apalagi dia makan bekal dari kampung. Zoya ingin mengundang dua sahabatnya makan bersama, tapi dibatalkannya mengingat mereka pasti juga sedang sibuk packing untuk keberangkatan besok pagi. Saat makan tadi Zoya beberapa kali mendengar hapenya berbunyi terus. Tapi dibiarkannya. Pastilah yang mengirim pesan bertubi-tubi itu Ibunya dan Fatimah serta Anisa.

Setelah packing untuk keperluan beberapa hari di Pelabuhan Ratu, Zoya memutuskan untuk tidur cepat. Besok mereka harus berangkat pagi-pagi sekali. Mereka bahkan mesti melakukan Sholat Subuh di stasiun agar tidak ketinggalan kereta. Jadwal kereta ke Sukabumi jam 6 pagi. Sekarang semua perjalanan kereta selalu tepat waktu. Mereka tidak bisa mengharapkan kereta delay agar bisa sedikit terlambat. 

Zoya membuka hape. Berniat membalas pesan yang masuk saat dia tidur tadi sore. 

Dari Ibunya;

Alhamdulillah kalau sudah sampai Nduk. Jaga diri baik-baik ya, Nak. Ingat selalu untuk taaruf, taaruf dan taaruf.

Zoya mengerutkan keningnya. Ih, Ibunya makin aneh saja. Memberi pesan berulang-ulang tanpa alasan yang jelas. Apakah ini ada hubungannya dengan Salahuddin? Putra Mbah Yai Badar? Zoya mengusir tanda tanya di benaknya. Zoya membaca pesan-pesan yang lain.

Dari Fatimah;

Hei Zoy! Jangan lupa besok bawa bekal dari Ibumu ke Sukabumi ya! Aku kangen masakan Ibumu.

Zoya tersenyum. Fatimah juga salah satu penggemar masakan Bu Nyai. Katanya, masakan Bu Nyai memiliki cita rasa vetsin yang ajaib. Zoya terkekeh sendiri. Cita rasa kok vetsin?

Dari Anisa;

Hei Zoy! Bawa baju renang syar'imu ya? Kita berenang di pantai. Ombak sedang tenang jadi aman untuk berenang. Dan eh, jangan lupa bawa masakan Bu Nyai ya?

Zoya kembali tersenyum. Anisa adalah deretan penggemar masakan Bu Nyai berikutnya. Komentarnya berbeda dengan Fatimah. Katanya, masakan Bu Nyai sangat berani bumbu. Anisa menyukai kombinasi bumbunya yang pas. Termasuk juga takaran vetsinnya. Zoya selalu tergelak apabila teringat. Komentar Fatimah dan Anisa pada dasarnya sama. Mereka sangat menyukai vetsin!

Dari Faris;

Alhamdulillah sudah di Bogor lagi ya? Aku senang sekali mendengarnya. Terimakasih sudah mengabariku ya Zoya! Bolehkah aku mendapatkan sedikit oleh-oleh? 😊

Hah?! Zoya terbelalak hebat. Apa-apaan ini? Zoya memeriksa sekali lagi pesan dari Faris. Pesan Faris memang mereply pesan darinya! Ah, dia rupanya juga memforward pesan ke Faris juga mengenai kedatangannya ke Bogor. Wajah Zoya memerah seperti kepiting rebus. Kenapa dia sampai mengirim pesan seintim itu ke pemuda eks majnun itu?! Zoya sudah lama memutuskan untuk tidak lagi menjuluki Faris majnun sejak berjanji tidak lagi membawa motor berisik itu ke Masjid Al-Hurriyah.

Zoya menggaruk-garuk pipinya. Mungkin tadi dia saking ngantuknya dia tidak sadar juga mengirimkan pesan kepada Faris. Duh! Bagaimana ini? Zoya menjulurkan lidahnya kesal. Nasi sudah menjadi bubur. Tapi setiap pesan harus dibalas bukan? Apalagi yang bentuknya pertanyaan. Jika tidak, dia akan menjadi manusia yang tidak punya etika berkomunikasi. Zoya mengetik.

Oke. Kita bisa ketemu di Masjid Al-Hurriyah minggu depan pas Asar. Jangan khawatir tidak kebagian. Ibuku membawakan oleh-oleh dua kontainer.

Zoya lega. Dia berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak lagi mengantuk saat mengirim pesan. 

Di Karang Hawu, Faris tersenyum bahagia. Raut mukanya bersinar-sinar. Pemuda itu menatap hapenya tanpa berkedip. Membaca berulang-ulang pesan dari Zoya.

"Heeii Bolt! Kenapa sih senyum-senyum sendiri kayak gitu?!" suara keras membangunkan kesadaran Faris yang sedang berselancar di atas ombak laut selatan yang menakjubkan.

"Eh, eh. Tidak apa-apa." Faris tergagap kaget. Hapenya buru-buru diletakkan kembali ke atas meja makan. Mereka berenam memang sedang makan malam bersama di vila. Faris tidak sempat mencegah saat tangan Cleo dengan cepat menyambar hape miliknya. 

Cleo membaca pesan yang lupa ditutup oleh Faris saking kagetnya tadi.

"Siapa Zoya si Mata Kejora???!"

Tatapan Cleo seperti jilatan api yang membakar tumpukan kayu yang telah disirami bensin.

Faris menatap Cleo dengan mulut ternganga!

-******