Chereads / Tak Kenal maka Taaruf / Chapter 22 - Bab 22-Laut yang Marah

Chapter 22 - Bab 22-Laut yang Marah

Pagi-pagi sekali Fatimah dan Anisa sudah sibuk berkemas. Zoya yang heran melihat teman-temannya telah berpakaian lengkap bertanya penasaran. Apalagi mereka sama sekali tidak mau mengajaknya.

"Hei, Fat, An. Kalian mau kemana sih pagi-pagi? Lagian kenapa aku kok nggak di ajak lho?" Zoya meruncingkan mulutnya.

Fatimah mendekati Zoya. Memeluknya lembut. Zoya makin heran. Sejak kapan Fatimah bisa memeluk orang dengan lembut. Biasanya setelah dipeluk Fatimah, tubuhnya pasti merasa remuk redam.

"Kau tenang sajalah di sini ya Zoy. Kami mau melanjutkan misi kami. Setelah semua ini selesai, percayalah bahwa misi kami ini bertujuan untuk menyelamatkanmu atau malah membuka jalan cintamu." 

Zoya terbelalak! Sejak kapan Fatimah puitis seperti ini? Tapi Zoya tak mau ambil pusing. Dia malah tersenyum manis.

"Baiklah anak-anak. Lanjutkan misi kalian! Banzaaiii!" 

Ganti Fatimah dan Anisa yang terheran-heran. Mereka melihat Zoya sangat santai. Gadis itu malah pergi ke depan membukakan gerbang. Fatimah mendorong motor dibantu Anisa. Zoya mempersilahkan kedua sahabatnya keluar gerbang dan berpesan agar berhati-hati di jalan.

Setelah memastikan Fatimah dan Anisa pergi. Barulah Zoya berlari masuk dan mengambil hapenya. Dia sudah geregetan ingin menghubungi Faris. Zoya mematung menatap hapenya seolah hape itu benda antik peninggalan zaman Majapahit. Zoya meletakkan kembali hapenya. Urung menghubungi Faris. Apa yang terjadi, terjadilah.

Setengah harian lebih Zoya tidak mendapatkan kabar dari Fatimah maupun Anisa. Zoya kelimpungan. Kemana para sahabatnya itu? Zoya benar-benar gundah gulana. Hatinya diliputi rasa was was dan juga sebal bukan main terhadap Faris. Kalau bukan karena pemuda itu. Liburan mereka bertiga pasti tidak akan sekacau ini. Hhhhh! Dasar majnun!

-----

Di Karang Antuk, di atas kapal fiber berukuran cukup besar yang terombang-ambing ringan oleh ombak lautan, Faris beberapa kali memperagakan bagaimana cara menyelam yang baik kepada Cleo dan Juwita. Teman-teman Cleo yang lain memutuskan tidak ikut menyelam. Hanya Cleolah yang sangat bersemangat. Juwitapun melakukan dengan setengah hati. Hanya karena khawatir Cleo marah apabila tidak ada satupun yang ikut menyelam, Juwita mengorbankan dirinya untuk ikut menyelam.

Faris sengaja menyewakan baju selam yang menutupi semua bagian tubuh Cleo dan Juwita. Awalnya Cleo hendak memakai baju selam yang dibawanya dari Jakarta. Tapi Faris dengan tegas menolak. Baju itu terlalu terbuka! Baju yang dibawa Cleo hanya cocok untuk pertunjukan miss universe karena hanya berupa bikini khusus untuk menyelam. 

Faris bahkan membawa serta satu orang asisten selam yang selama ini membantunya jika sedang ada pelatihan selam. Asistennyalah yang memakaikan peralatan selam ke tubuh Cleo dan Juwita. Faris hanya mengawasi dan memastikan bahwa semua dilakukan dengan benar.

Dari kejauhan, semua dipantau oleh Fatimah dan Anisa di atas kapal fiber kecil yang disewa dari tempat pelatihan yang lain supaya tidak dicurigai oleh Faris. Dengan tekun Fatimah dan Anisa bergantian melihat dari jauh melalui binokuler resolusi tinggi yang diambilnya dari lemari Om Anisa di vila. Fatimah dan Anisa menyaksikan secara langsung bagaimana Faris sama sekali tidak mau bersentuhan dengan dua gadis yang sedang dipersiapkannya untuk menyelam. Fatimah dan Anisa mencatat semua secara lengkap. Juga bergantian.

Kegiatan menyelam itu memakan waktu nyaris seharian. Fatimah sempat menyaksikan dari teropongnya, Faris menunaikan Sholat Duhur di atas kapal kecil itu. Menjelang sore, sepertinya semua sudah beres. Empat orang penyelam sudah muncul di permukaan. Di tangan Faris tergenggam untaian rumput laut yang cukup banyak. Cleo dan Juwita sama sekali tidak membawa apa-apa. 

Fatimah dan Anisa segera meminta operator perahu untuk menjalankan perahu pulang saat tiba-tiba cuaca berubah di atas lautan. Mendung hitam mendadak muncul dan membuat spot Karang Antuk gelap. Perahu yang ditumpangi Fatimah dan Anisa meluncur pulang dengan kecepatan penuh menerjang gelombang yang mulai meninggi.

Sementara di kapal yang ditumpangi Faris, terjadi kehebohan. Meskipun kapal itu cukup besar namun ayunan gelombang yang makin tinggi membuat badan kapal seperti dilempar kesana kemari. Semua orang diminta masuk ke dalam kabin. Tapi Cleo yang sedang sibuk dengan kameranya terlambat.

Byuuuurrr!!

Terdengar suara keras saat tubuh Cleo terlempar keluar kapal yang miring karena hantaman gelombang. Melihat Cleo tecebur, tanpa ragu-ragu Faris terjun ke laut. Kapten kapal melemparkan pelampung ke arah Cleo terjatuh dan Faris terjun. Untuk beberapa saat tidak nampak kedua orang itu. Semua menatap dengan cemas, apalagi gelombang tinggi terus-terusan menghajar badan kapal.

Kapten kapal terlihat pucat pasi. Sudah menjadi tanggung jawabnya jika terjadi apa-apa dengan para penumpang. Tapi dia percaya kepada Faris. Pemuda itu adalah anak laut yang tangguh. 

Keyakinan Kapten kapal tidak sia-sia. Faris muncul di permukaan sambil memegangi leher Cleo yang sepertinya pingsan. Faris meraih pelampung dan memberi aba-aba melalui isyarat agar anak buah kapal menarik mereka naik ke kapal.

Peristiwa menakutkan yang berlangsung singkat itu berakhir menggembirakan bagi semua orang. Cleo dan Faris berhasil di tarik naik ke kapal. Kapal bergegas meraung-raungkan 4 mesin Yamaha 200 menembus gelombang menuju pantai.

Di atas kapal, Faris dan asistennya berusaha sekuatnya membuat Cleo siuman. Gadis itu sepertinya sudah kemasukan air laut lumayan banyak. Sambil berpegangan, Faris mengangkat tubuh Cleo dalam posisi telungkup beberapa kali. Faris sudah enggan untuk memikirkan bahwa bisa saja dia nanti harus melakukan CPR atau pernapasan buatan. Dia harus menyelamatkan gadis yang menjadi tanggung jawabnya ini. 

Beberapa kali Cleo memuntahkan air dari perutnya. Tapi gadis itu masih pingsan. Nafasnya tidak terasa oleh Faris. Tanpa ragu-ragu lagi, Faris melakukan CPR. Setelah menekan dada dalam hitungan tiga kali, Faris menempelkan mulutnya ke mulut Cleo untuk memberikan nafas buatan. Setelah dua kali pengulangan barulah Cleo tersedak dan terbatuk-batuk serta mulai bernafas normal kembali. Faris menjatuhkan diri telentang di lantai kapal yang sudah mulai mendekati pantai dengan nafas lega.

Kejadian menakutkan itu menjadi kelegaan luar biasa saat semua orang sudah naik ke jetty. Faris meminta gadis -gadis itu memapah Cleo dan menaikkannya ke dalam mobil yang sudah menunggu. Mereka pulang ke vila dengan jantung masih berdegup kencang dan raut muka pucat tidak berdarah. 

Juwita bertanya kepada Faris yang duduk di depan apakah Cleo perlu dibawa ke rumah sakit atau tidak. Faris menggelengkan kepala. Cleo sudah terselamatkan. Gadis itu hanya tinggal beristirahat untuk memulihkan rasa syoknya.

Faris berkali-kali mengucapkan syukur kepada Allah karena mereka masih diselamatkan. Lautan memang tidak bisa diduga sama sekali meski dengan segala kecanggihan peralatan manusia. Sekali Ia marah, tak akan ada yang bisa mencegahnya.

Kecuali oleh Satu yang telah menciptakannya.

--**