Chereads / Tak Kenal maka Taaruf / Chapter 25 - Bab 25-Hadiah Barakuda

Chapter 25 - Bab 25-Hadiah Barakuda

Zoya menghentikan motornya. Tidak mau membuka helm full face yang dipakainya. Faris mendekat. Zoya semakin gugup. Bagaimana ini?

"Assalamualaikum Zoya." Faris menyapa hangat. Tetap dengan menjaga jarak. Faris takut kalau dia semakin mendekat, Zoya akan menekan gas dalam-dalam. Lari.

Ah! Zoya bertambah gugup. Faris telah mengenalinya. Zoya melepas helmnya pelan-pelan. Menampakkan raut wajahnya yang berkeringat dan sedikit pias. Faris terpana. Sudah lama dia tidak melihat mata kejora ini. Mata kejora yang bercahaya ketakutan. Faris meraba wajahnya. Jangan-jangan mukanya belang belonteng tak karuan. Sepetik senyuman geli muncul di wajah Zoya. Namun secepat itu pula menghilang. Gadis itu menjawab lembut tapi gugup. Namun disertai nada marah setelah teringat kejadian beberapa hari terakhir.

"Waalaikumsalam, Majnun."

Faris tertawa terkekeh. Masih melekat juga rupanya sebutan itu di kepala Zoya. Dia tidak menyadari ada kilat kemarahan di mata Zoya. Faris buru-buru mengatupkan mulut dan menghentikan ketawanya begitu melihat mata kejora itu memunculkan kilatan petir.

"Eh, maaf. Maaf. Aku tidak bermaksud mengejutkanmu, Zoya. Kamu tidak mengira aku begal, kan?" Faris mencoba melucu dan tidak terdengar lucu sama sekali bagi Zoya karena kilatan itu semakin besar.

"Kita tidak boleh bicara di sini. Tidak boleh." Zoya menggerak-gerakkan tangan dengan gugup. Faris mengangguk paham.

"Oke kalau begitu kita bertemu di keramaian. Kamu mau ke arah mana Zoy?" 

Zoya lega. 

"Aku mau ke tempat pelelangan ikan. Mau beli ikan Barakuda." Dalam hatinya Zoya tertawa. Dia benar-benar ingin melihat ekspresi Faris saat disebutkan nama Barakuda. Benar saja, Faris sedikit pucat wajahnya. Zoya bisa menangkap ekspresi yang diharapkannya. Gadis itu menahan senyum sebisa mungkin.

"Oh oke. Kalau begitu kebetulan. Aku juga mau ke tempat pelelangan untuk mencari Barakuda." Faris malah sengaja memanaskan situasi. Meski pemuda itu belum tahu apa maksud sebenarnya dari perkataan Zoya. Zoya ganti yang panas. 

"Kalau begitu kamu duluan. Aku di belakang. Takut Barakudanya habis diborong orang. Nanti kekasihmu marah-marah kalau Barakuda itu tidak kamu dapatkan."

Faris terbelalak. Astaga! Zoya tahu darimana? Eh, tapi dia harus memastikan dulu.

"Kekasih? Sampai saat ini aku masih sendirian. Belum pernah punya kekasih. Dan kalaupun ingin, aku bukan mencari kekasih. Tapi calon istri. Itupun tidak pakai pacar-pacaran. Aku maunya ta'aruf."

Deg! Hati Zoya seperti diketok es batu. Dingin. Tapi menyenangkan. Gadis itu tidak mau bicara lagi. Dia memberi isyarat agar Faris jalan. Pemuda itu menggelengkan kepala. Dia malah mempersilahkan Zoya jalan duluan. Zoya berkeras. Turun dari motornya dan berdiri mematung. Faris menghela nafas panjang tapi tetap tak mau menyerah. Dia berjalan ke sebuah pondok kecil yang biasanya untuk orang berjualan durian. Diam menunggu. Tidak mungkin dia mendahului Zoya. Dia lelaki. Harus bersikap sebagai lelaki sejati.

Zoya terbelalak marah. Kesal bukan main. Ingin rasanya menjulingkan mata seperti kebiasaannya dengan Fatimah dan Anisa. Tapi diurungkannya dengan cepat. Faris nanti bisa-bisa menganggapnya gadis gila.

Zoya tidak tahan. Gadis itu menghadap ke belakang. Dijulingkannya mata saking kesalnya dengan sikap Faris. Dia menaiki motornya dan menekan gas. Ngebut! Faris buru-buru melompat ke atas RX King. Gadis itu seperti Marc Marquez versi cewek!

RX King itu meraung-raung seperti harimau kelaparan mengejar Honda Beat yang ngepot. Sebentar saja mereka sudah sampai di parkiran tempat pelelangan ikan. Zoya berjalan dengan langkah cepat. Faris mengikuti dengan tak kalah cepat. Takut kehilangan Zoya di keramaian. Tempat pelelangan ikan itu memang sedang ramai sekali. Sekali saja Zoya tenggelam di antara kerumunan, Faris bisa kehilangan Zoya dalam sekejapan mata.

Faris harus menyusup di ketiak orang dan berkali-kali berucap maaf. Zoya bertubuh ramping sedangkan dia cukup kekar. Untunglah Zoya berhenti di sebuah tempat Ibu-ibu menggelar dagangan ikan. Faris sudah ngos-ngosan mengejar. Bukan karena kalah tenaga tapi lelah karena mengucapkan kata maaf ratusan kali sambil berjalan cepat.

Zoya menajamkan penglihatan. Tumpukan ikan segar yang sudah mati di depannya membuat bingung. Belum lagi ikan-ikan yang masih hidup dan berada di bak-bak penampungan. Mata Zoya yang terlatih karena sering berurusan dengan mikroskop, menangkap kelebatan ikan bertubuh panjang lancip yang sedang berdesakan dengan ikan-ikan lain di bak penampungan.

Tanpa menawar, Zoya menunjuk Barakuda satu-satunya itu kepada si emak penjual. Tanpa banyak bicara si emak juga langsung memasukkan Barakuda berukuran sedang itu ke dalam plastik yang sudah diberi oksigen. Zoya membayar dan berterimakasih kepada emak penjual yang heran melihat gadis cantik itu membeli tanpa menawar sama sekali. 

Zoya berjalan menuju sebuah warung makan yang ramai pembeli. Saat itulah Faris baru berhasil menyusulnya. Pemuda itu duduk di hadapan Zoya di sebuah kursi panjang yang juga banyak diduduki oleh para pembeli yang berniat sarapan. 

Faris memandangi Barakuda di dalam plastik besar itu dengan tatapan merana. Dia sudah bertanya kepada si emak penjual apakah masih ada lagi yang menjual Barakuda hidup dan dijawab satu-satunya yang hidup sudah dibeli gadis jelita berkerudung biru. 

Zoya memesan nasi uduk. Perutnya lapar sekali. Gadis itu balas menatap Faris dan berkata.

"Kau tidak pesan makan? Kau tidak lapar?" 

Faris menoleh cepat. Mengalihkan pandangan dari plastik besar di samping Zoya. Duh! Si mata kejora telah mendahuluinya membeli Barakuda satu-satunya yang ada di tempat pelelangan ini. Faris membayangkan dirinya harus memancing di tengah laut besok pagi-pagi sekali. 

Zoya meraih plastik besar itu dan meletakkannya di sebelah Faris.

"Nah! Ambillah! Itu kadoku buat kekasihmu." Faris terbelalak. Ingin membantah tapi Zoya dengan tekun makan nasi uduk pesanannya yang sudah tiba.

"Ini..ini bukankah kau ingin membakarnya?" Faris bertanya agak terbata-bata. Di satu sisi dia senang mendapatkan Barakuda hidup untuk menyelesaikan misi Cleo tapi di sisi lain dia jadi berhutang budi kepada Zoya. Hutang budi yang membuatnya kikuk setengah mati.

Zoya menggeleng dan melanjutkan makan. Faris memperhatikan Barakuda yang cukup besar itu lalu bertanya lagi.

"Berapa harus kubayar, Zoya?" Kali ini nadanya lebih lembut. Zoya memandang sekilas raut muka Faris yang terlihat salah tingkah. Zoya menghela nafas. Meredakan ketegangan di hatinya. Dia sudah bersikap agak keterlaluan terhadap Faris.

"Tidak usah. Bawa aja. Sampaikan pada Cleo ini hadiah dariku dan semoga cepat pulih kembali."

Kalimat Zoya seperti geledek di kepala Faris. Jadi Zoya tahu semua cerita? Pantas saja tadi dia menyebut-nyebut Barakuda! Bahkan mendahuluinya membeli Barakuda satu-satunya! Tapi dari siapa ya? Faris mengerahkan ingatan. Tidak mungkin dari Juwita atau yang lain. Faris terpekur seperti sedang ziarah. Zoya mencuri pandang sambil tersenyum dikulum.

--*****