Chereads / Kau Curi Milikku, Milikmu Kucuri (BL) / Chapter 13 - 13. Beta-test

Chapter 13 - 13. Beta-test

Indra tidak ingin berpikir. Untuk pertama kali setelah sekian lamanya, dia merasakan nyamannya berada di dalam dekapan seseorang. Orang yang bisa diandalkan saat dia lelah dan letih. Orang yang mengatakan semua akan baik-baik saja dan menyelesaikan persoalan yang sulit dia hadapi.

Indra tidak mau tahu apa yang ada di pikiran Gaska saat pria mesum itu menuntunnya ke kasur dan menawarkan baju ganti untuknya. Gaska juga membawakan handuk yang dicelup air hangat untuk membersihkan tubuhnya untuk sementara. Gaska sama sekali tidak canggung saat mengelap bersih badannya bahkan meyakinkan Indra untuk berbaring sebentar dan beristirahat.

Indra bermaksud hanya menutup matanya sejenak tapi entah sudah berapa lama waktu berlalu ketika dia terbangun dengan terkejut. Ruang kamar Gaska begitu gelap dan hanya suara AC yang terdengar. Pendar jam digital di meja Gaska menunjukkan sekitar pukul sembilan.

Hampir tiga jam dia tidur, luar biasa pikir Indra. Kalau saja tidur nyenyaknya bukan akibat melakukan perbuatan mesum dengan Gaska...

Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba dan sangat kacau.

Matanya mencari ke sekeliling kamar yang hening, tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Indra lalu beranjak dari tempat tidur, mematikan AC dan membuka korden untuk membiarkan cahaya matahari menghangatkan ruangan yang dingin dan sedikit lembab. Saat keluar kamar, tidak ada suara maupun tanda dari penghuni rumah lainnya.

Mungkin Gaska sudah berangkat kerja.

Perutnya yang kerucukan membuat Indra kembali ke dapur untuk sarapan. Di atas meja ada beberapa piring makanan terlindung tudung saji dengan nota tertulis di atasnya.

-Sarapan dulu biar ada tenaga buat berpikir jernih-

Catatan yang terkesan menghina dan menertawakannya itu di buangnya ke lantai dengan penuh emosi. Mata Indra yang berkedut melihat ada sampah berserakan mengambil kembali notes tersebut untuk dibuang ke tempat sampah.

Di dalam tudung saji ada beberapa macam makanan, telur ceplok, sosis goreng, semangkuk sup dan sepiring penuh berisi bermacam-macam gorengan, risoles, tahu isi, ote-ote, dadar jagung, lumpia, dan martabak telor mini. Senang karena ada bermacam-macam makanan dan camilan, Indra memulai hari dengan bahagia.

. . .

Di kafe Javajaya, Indra hampir tidak bisa fokus karena berulang kali teringat kejadian tadi pagi. Wajah dan tubuhnya terasa panas dan jantungnya berdegup aneh. Indra menyukainya dan juga tidak menyukainya bersamaan.

Dia juga berulang kali mempertanyakan kewarasannya.

Tapi melakukannya dengan Gaska terasa sangat enak... Ya Tuhan, apa dirinya sekalian setuju saja dan langsung putus dengan Gaska setelah dia mendapat keinginannya dan Gaska juga mendapat keinginannya. Jadi langsung ke intinya dan segera menyelesaikan urusan masing-masing.

Saking banyaknya kecerobohan Indra hari itu, dia bahkan sampai ditegur oleh Pak Hendi. Indra yang sangat malu pun sadar kalau dia melakukan kesalahan lebih banyak dibanding Dian.

Indra tidak ingin berlama-lama di kafe tapi dia juga tidak mau kalau waktu berlalu terlalu cepat.

Jam menunjukkan sekitar pukul sembilan malam dan ada waktu satu jam sampai shiftnya berakhir. Indra yang terlalu sibuk dengan pikirannya sampai kaget saat ada pembeli yang memesan minuman.

"Satu iced cappucino pakai syrup dan whip cream buat dibawa pulang," ujar suara yang tidak asing ditelinganya.

Indra melotot ke arah Gaska yang tenang seperti biasa.

"Ngapain kamu kesini?!" Bentaknya sambil berbisik agar tidak didengar Pak Hendi sementara tangannya memasukkan penjualan.

"Beli kopi," Gaska mengangkat salah satu pundaknya dengan cuek.

Indra lalu pindah ke meja racik. Dia sengaja mengurangi sirup hanya setengah takaran saja biar Gaska kepahitan saat minum kopi.

"Lima puluh ribu," ujar Indra ketus sambil memberikan bungkusan kopi yang sudah selesai.

"Biasanya tiga puluh," protes Gaska sembari membuka dompet.

"Yang dua puluh buat tip," kata Indra dengan berani, namun beberapa saat kemudian rasa malunya muncul. Terlebih ketika Gaska menertawainya.

"Sejak kapan pakai tip segala. Ya sudah, nih, buat kopi sama tip'nya," Gaska menyodorkan selembar lima puluh ribu.

Indra yang mengambil tidak berhasil karena Gaska masih belum melepas uang.

"Kalau tip'nya banyak harusnya ada servis lebih dong," bisiknya licik dengan mata separuh tertutup.

Indra yang menjulurkan lidah untuk mengejek lagi-lagi memancing tawa Gaska.

"Oke, tunggu aku di kamarmu nanti malam," bisik Gaska sambil melepaskan uang dari tangannya. Dia lalu berjalan menjauh dengan cepat sebelum Indra bisa meneriakinya.

. . .

Indra pikir Gaska akan ke kamarnya saat Indra sudah di dalam.

Bukan sudah di dalam dan asik bergulung dengan nyaman di atas kasur sambil main ponsel ketika pemilik kamar belum pulang.

"Ngapain..." Indra bertanya tapi tidak melanjutkan kata-katanya. Dia sedang tidak ingin berdebat kusir.

"Kenapa? Aku nggak boleh disini?" Tanya Gaska tanpa mengalihkan matanya dari layar hp.

"Ini kamarku," kata Indra.

"Hmm, aku cuma mau nyamperin pacarku setelah seharian nggak ketemu," mata Gaska tetap tajam meski berada di balik kacamata.

Malas berargumen lebih lanjut, Indra mengambil baju ganti sebelum tidur. Dia pastikan celana dalamnya tidak ketinggalan sebelum menuju ke kamar mandi. Indra keluar setelah berlama-lama menyelesaikan urusannya dan dongkol saat Gaska masih ada di atas kasurnya.

"Besok hari minggu ayo jalan-jalan di alun-alun. Mumpung car free day."

Indra yang ingin menolak masih mencari alasan saat Gaska bangun. Otomatis Indra melangkah mundur.

"Ada banyak orang berjualan, makanan, minuman. Bisa naik sepeda juga. Atau kamu mau ke tempat lain?" Gaska duduk di tepi kasur, tangannya terulur untuk meraih jari Indra.

"Besok nggak usah bersihin rumah. Habis jalan-jalan, sarapan disana sekalian. Kalau bosen bisa pindah ke taman kota sambil makan siang. Atau kalau capek, habis sarapan langsung pulang juga bisa", setelah mengecup ujung jari Indra, Gaska keluar kamar dengan langkahnya yang lebar.

"Cepat tidur, besok bangun pagi," Gaska setengah berteriak dari luar. Indra hanya memutar bola matanya ke atas sambil bergumam pelan, capek deh.

Indra tidak tahu alasan Gaska mengajaknya jalan ke alun-alun. Rencana yang diutarakannya cukup sederhana tapi Indra tertarik untuk datang meski hanya agar tidak usah bersih-bersih rumah.

Dia tahu betul hiruk pikuk pedagang dan pengunjung yang berbaur jadi satu. Sebelumnya kalau membantu berjualan di alun-alun, Indra selalu datang pagi untuk menyiapkan dagangan dan baru pulang setelah pengunjung sepi dan kendaraan bermotor lewat lagi.

Tidak ada salahnya sekali-kali mengikuti apa kata Gaska.

. . .

Pagi itu sesuai dugaan, Indra bangun lebih awal dari Gaska dan harus membangunkan pria jangkung itu. Saat tangan Gaska berusaha meraihnya, Indra yang sudah berpengalaman langsung menepisnya dan dengan cepat memiting Gaska dari belakang sampai dia berteriak menyerah.

Indra hanya menempel memo kecil di meja dapur agar Surya tidak bingung sarapan setelah bangun nanti. Dia sendiri minum sedikit susu hangat sebelum Gaska muncul memakai kaos lengan panjang dan celana pendek selutut.

"Ayo berangkat sekarang," tangannya memutar kunci motor milik Indra.

Sekali lagi Indra duduk di boncengan dengan Gaska di depannya. Aroma dari tubuh Gaska yang tertiup angin menggelitik hidungnya. Wangi dari sabun dan cologne yang bercampur sudah tidak asing lagi bagi Indra.

Mereka berkendara cukup jauh hingga akhirnya sampai dan memarkirkan kendaraan di tempat yang disediakan. Saat Gaska menarik tangannya, beberapa orang menoleh ke arah mereka.

"Jalan dulu sambil lihat makanan apa yang enak," ujar Gaska dengan santai.

Pandangan orang ke arah mereka tidak hanya berhenti di parkiran. Indra melihat ke arah Gaska yang punya kelebihan fisik diatas pria kebanyakan, lebih tinggi, lebih tegap, lebih proporsional, lebih ganteng. Pria itu juga berkali-kali mengajaknya pacaran, seperti sudah tidak ada cewek lain saja. Atau memang Gaska tidak menaruh perhatian pada lawan jenis?

Berjalan di alun-alun bukan hal baru bagi Indra, tapi dengan Gaska di sebelahnya, mengomentari orang di kejauhan, makanan yang dijual, dan hampir semua hal yang dilihatnya, Indra baru kali ini begitu menikmati berada di sana. Energi yang memancar dari sorot mata tajam Gaska begitu terang seperti anak kecil yang memandang dunia penuh keajaiban.

Indra tidak bisa tidak tersenyum melihat antusiasme yang menular.

Melihat senyum itu tertuju padanya, tatapan mata dan mimik wajah Gaska berubah. Seperti ada tombol khusus pengubah kepribadian Gaska.

"Kamu tahu, Indra?" Tanya Gaska yang tiba-tiba terhenti dan berfokus pada dirinya.

"Apa?" Indra balik bertanya.

Alih-alih menjawab pertanyaannya, tangan Gaska terulur ke arah kepala Indra sebelum menyibak sebagian rambut yang menutupi wajahnya.

"Kalau kita pacaran, harus ada sesuatu sebagai penanda."

Indra yang tidak menyangka Gaska akan membahas hal seperti itu di tempat umum yang ramai begini langsung salah tingkah.

"Hei! Hati-hati bicaramu. Kalau ada orang dengar dan salah paham bisa bahaya tahu..." Indra setengah berbisik setengah menyeru pada pria aneh di sebelahnya.

"Kalau gitu, ayo pulang..." Gaska kembali menarik tangan Indra ke arah parkiran motor.

"Katanya mau beli sarapan?!" Protes Indra, perutnya mulai keroncongan.

"Nanti aku belikan sesuatu di jalan. Ayo pulang dulu," langkah Gaska semakin cepat membuat Indra yang punya langkah lebih pendek jadi agak kewalahan.

Gaska mengambil kemudi tanpa berdiskusi dulu dengan pemilik motor dan memacu kendaraan dalam batas bahaya. Indra yang merasa ngeri, menarik kaos pria didepannya dengan harapan dia menurunkan kecepatan. Tapi Gaska tidak memperlambat laju motor, dia juga tidak berhenti untuk membeli sesuatu di jalan.

Setelah memasukkan motor dan menutup gerbang, Gaska langsung menarik Indra ke dalam rumah dan mendorongnya ke dinding terdekat.

"Aduh," ujar Indra spontan saat kepalanya beradu dengan tembok.

Belum pulih dari kekagetannya, badan Gaska sudah menempel dan menahan sehingga Indra sulit bergerak. Keadaan ini dimanfaatkan Gaska menghujani leher pria di depannya dengan ciuman.

"Lihat, Indra, gara-gara kamu aku bisa lepas kendali seperti ini." Tidak berhenti dengan ciuman, Gaska yang hilang akal menggoyang pinggulnya ke arah Indra hingga tidak mungkin bagi Indra tidak merasakan seberapa jantannya Gaska. "Cuma kamu yang bisa membuat aku begini. Kamu harus tanggung jawab."

Nafas Gaska yang terengah-engah bersatu dengan Indra yang kebingungan dan sedikit terpengaruh. Tangan Gaska tidak hanya menahannya, tapi juga meraba ke mana saja dia bisa menjangkau sedangkan salah satu paha Gaska sengaja menekan-nekannya di bawah sana.

"Kalau kamu nggak mau kucium, dorong aku sekarang," bisikan Gaska terdengar keras di telinganya, wajah mereka sudah sangat dekat Indra bisa melihat pupil mata Gaska yang makin lebar.

"Kalau nggak kamu dorong, aku anggap kamu setuju pacaran denganku," Gaska memberi peringatan terakhir.

Tangan Indra yang berada di bahunya membuat Gaska setengah menduga dirinya bakal didorong kebelakang. Karena itu ketika Indra sedikit menariknya, Gaska langsung menempelkan bibirnya dengan pria di depannya itu, tangannya tanpa sadar bergerak menahan kepala Indra dan memeluk pinggangnya.

Indra yang larut dalam suasana, mengikuti irama yang dimainkan Gaska. Saat lidah Gaska menjilatinya, Indra membuka mulut dan membiarkan Gaska masuk dan menjelajah bagian-bagian dirinya yang mendadak jadi sensitif. Dia ingin menikmati saat ini dan tidak menghentikan ketika tangan Gaska menyelinap ke dalam trainingnya dan membelainya disana. Indra serasa hilang dalam sensasi yang memabukkan.

Dia ingin Gaska membuatnya keluar seperti kemarin. Kemarin lusa. Indra tidak ingat. Dia sudah tidak mampu berpikir lebih dari mengejar kesenangan bersama pria di depannya.

.

.