Chereads / Hazaryuu Famiglia: The Crime of Black Organization / Chapter 6 - Berangkat Kuliah ke Kampus

Chapter 6 - Berangkat Kuliah ke Kampus

Vinly terbangun dari tidurnya. Begitu ia bangun, ia terkejut dengan Riven yang tidur di sebelahnya dalam keadaan memeluknya seperti guling. Ia dan Riven sesama tidak memakai baju, dan bagian bawah mereka ditutupi selimut. Walaupun ia merasa dirinya dan orang itu masih sesama menggunakan celana. Saat Vinly menunduk kini ia lihat bagian sekitaran perut dan bawah dada nya sudah dibalut oleh perban.

"..Kampret! Gua gak gay!" umpat Vinly yang terkejut dan kesal melihat tangan Riven yang memeluknya di atas perutnya dengan keadaan tidur berdua yang begitu. Ia ingin mengangkat tangan Riven dan melepaskan pelukannya. Tetapi tenaga pelukan Riven begitu kuat, sehingga sulit untuk dilepas.

Riven masih tertidur. Begitu Vinly ingin melepaskan pelukannya, dengan reflek Riven justru mempererat pelukannya pada Vinly meskipun dalam keadaan tertidur. "Ta.. Ka.." gumamnya seperti mengigau. "Jangan pergi.." ucapnya pelan dalam ngigauannya. Dan pelukan Riven pun semakin mengerat.

"Taka?" tanya Vinly yang sedikit mengangkat alis mendengar ngigauan itu. ((Siapa itu?)) tanya dalam batinnya seketika. Ingin rasanya melepas pelukan Riven tapi pelukannya malah semakin erat. "Agh.. Sial" ucapnya pasrah menatap langit-langit kamar. Ia pun menoleh ke arah Riven yang tidur menghadap ke dirinya sembari memeluknya. Ia melihat wajah Riven yang terlihat cukup lembut begitu tertidur. Apalagi sehabis mengucapkan ngigauan itu, menurutnya kesannya sangat terlihat berbeda dibanding ketika Riven bangun yang justru malah terlihat seperti orang beringas baginya.

Suara alarm tiba-tiba saja berbunyi, mengejutkan Vinly yang sedang menatap wajah Riven tertidur. ((Sial. Ngapa malah gue liatin nih anak tidur?!)) "Bangun woy! Lepasin gue!!" teriak Vinly di sebelah Riven.

Riven pun terbangun karena mendengar suara alarm dan juga karena Vinly yang berteriak di dekatnya walaupun Riven masih mengantuk. "Mm? ..Jam berapa sekarang..?" tanya Riven yang matanya masih terpejam.

"Mana gue tau. Alarm lu tuh. Bunyi berisik!!" teriak Vinly.

"Gausah teriak-teriak ngomongnya.." ujar Riven yang matanya masih juga merem. "Bentaran lagi dah.." ujarnya yang malah kek mau tidur lagi.

Eirin pun masuk ke dalam kamar Riven. Ia sudah menggunakan kemeja merah maroon yang memperlihatkan belahan dadanya. Juga rok span cokelat sepaha, dengan kaos kaki hitam seatas lutut. Eirin tersenyum sopan singkat kepada Vinly, lalu beralih ke samping tempat Riven tidur yang berada di sebelah kanannya Vinly. Ia menepuk bahu kanan Riven yang sedang tidur memeluk Vinly itu. "Riv. Tuan Riv! Bangun! Kita ada kelas pagi jam 8.30. Ayo bangun!! Sekarang ini udah hampir jam setengah delapan!" ujarnya.

"Hm.." Riven mulai membuka matanya perlahan dengan tatapan mengantuk. Ia memejamkan matanya dan membuka perlahan beberapa kali sebelum akhirnya benar-benar bangun. "Hoamm" Riven menguap sembari melepas pelukan dari Vinly, dan kini mencoba bangun. "Eirin bantu tarikin.. Gravitasi kasur ini terlalu kuat" ucap Riven yang mengulurkan tangan kanannya untuk ditarik Eirin dengan nada seperti agak manja.

"Dasar.." ujar Eirin yang sedikit menggeleng kepala dengan sedikit senyuman tipis. Eirin memegang dan menarik tangan Riven dengan kedua tangannya. "Tenagamu itu juga kuat tau, tuan Riv!!" ujarnya sembari menarik sebelah tangan Riven untuk bangun.

Riven pun membangunkan dirinya sendiri, dibantu tarikan tangan Eirin. Lalu Riven memeluk Eirin dengan samping kepalanya bersandar di tengah dada besar Eirin seperti menjadikannya bantalan empuk. "Bentaran. Masih ngantuk.." ujar Riven yang memang masih mengantuk, lalu Riven seperti kembali merem dengan sedikit mengorok pelan.

Eirin sedikit terkejut, tapi juga tidak terlalu terkejut karena sudah terbiasa dengan ulah Riven yang begitu apalagi ketika dibangunkan. Riven sulit untuk bangun, tapi kadang ada aja tingkahnya agar dia kembali tiduran. Eirin tersenyum tipis dengan pipinya yang agak sedikit merona "Hey hey bangun!!" ujar Eirin sambil tangan kanannya menepuk dan mengusap halus atas kepala Riven. "Mandi gih. Aku ingin segera membuat sarapan, agar kita tidak telat ke kampus"

"Mm" Riven lalu menduselkan jidat dan wajahnya di tengah antara kedua dada Eirin. Kemudian ia melepaskannya dengan mengangkat kepalanya dari dada Eirin untuk bangun, walaupun masih dengan muka ngantuk. "Hoamm. Oke" ujarnya yang kini matanya sudah terbuka dan tangan kanan Riven sedikit mengacak belakang rambutnya sendiri. Sedangkan tangan kirinya menutup depan mulutnya yang menguap.

Vinly yang melihat adegan itu justrulah yang agak terkejut dan sedikit merona seperti malu dan ngiri melihat Riven, yang baginya ((Enak bener bisa ngedusel di oppai cewek. Gue juga mau)) ujar batinnya.

Riven melepas selimutnya dan turun dari atas kasurnya. Ia mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi walau masih mengantuk. Eirin pun keluar dari kamar Riven dan segera membuatkan sarapan untuk mereka.

Setelah mandi, Riven menuju ke lemarinya dan melepas handuk di lilitan pingangnya. Ia mengambil pakaiannya dan memakainya. Kini ia terlihat menggunakan kaos hitam, celana panjang hitam, dan luaran jaket merah tua dengan sedikit warna hitam pada jaketnya.

Saat membuka laci dalam lemari untuk mengambil aksesoris. Ia melihat kalung bergambar simbol naga dan elang, juga handband kotak-kotak yang bewarna merah dan hitam. "..." Begitu melihat aksesoris ini, seketika ada perasaan sesak yang muncul di dalam dada Riven. Perasaan seperti senang, sedih, rindu, dan kecewa yang bercampur menjadi satu menusuk hatinya.

Riven mengingat bagaimana saat ia membeli aksesoris itu untuk dipakai kembaran bersama pacar terakhirnya dulu. Lalu saat ia mengalungkan kalung bergambar simbol naga-elang itu kepada'nya' sebagai kejutan untuk dipakai samaan. Dan handband itu.. Ketika mereka pergi ke event tahun baru bersama, Riven sengaja membeli itu agar bisa dipakai couple-lan. Terutama disaat moment ketika mereka pergi ke event bersama waktu itu, jalan bersama di bazaar, menonton rangkaian acara panggung, dan diakhir acara saat kembang api, mereka berciuman di tengah keramaian di bawah cahaya kembang api tahun baru dan juga berkata saling mencintai satu sama lain meskipun mereka berdua sesama laki-laki. Rasanya moment indah itu sudah berlalu cukup lama baginya. Moment yang menurutnya menyenangkan, terkesan sederhana namun romantis baginya saat berdua bersamanya. "Sudah sekitar satu setengah tahun berlalu ya.." ujar Riven pelan.

"..Dia belum tentu juga masih mengingatnya kan.." gumam Riven lirih sembari mengambil sebuah kalung rantai bewarna keemasan dari laci itu, lalu ia menutup laci lemarinya. Riven memakai kalung rantai itu, dan menutup pintu lemarinya.

Riven tidak ingin berlarut dalam kesedihan cinta dan kerinduan pada seseorang. Ia ingin terus maju dan menjalani hidupnya saat ini. Riven sudah lelah menahan diri dan nafsunya untuk menunggu dan mengharap 'orang itu' kembali padanya. Biarkan waktu yang nanti menjawab apakah ia akan kembali atau tidak. Ia hanya ingin menjalani dan menikmati hidupnya saat ini yang sedang tanpa ikatan lagi. Walaupun hatinya saat ini masih tetap terikat dengan orang itu.

Riven kemudian berjalan dan duduk di meja makan. Terlihat nasi dan daging ayam yang sudah disediakan oleh Eirin. Mereka berdua pun makan bersama.

"Btw Venia dia masih belum kesini ya?" tanya Riven disela makannya.

"Venia..? Rivenia kembaranmu itu?" tanya Eirin yang duduk di hadapan Riven. "Sepertinya belum. Bukankah kau bilang dia sedang ada shooting di kota lain?"

Riven baru teringat bahwa saudara kembar perempuannya itu sedang ada shooting untuk jadi pemeran sebuah film, dan juga ada pemotretan untuk iklan sekaligus majalah di beberapa tempat. Dan sebenarnya juga ada hal lain yang ia kerjakan. "Oh iya lupa. Gua kira dia lagi ke rumah kami di Ivorius" ujar Riven sembari mengambil minum.

Setelah selesai makan, Riven lalu menuju ke kamarnya bersama Eirin untuk menghampiri Vinly. "Nih orang enaknya diapain yak? Dibawa ke kampus atau ditinggal?" tanya Riven kepada Eirin sambil tangan kirinya terlipat dan tangan kanannya menunjuk ke arah Vinly.

"Kita berdua sesama ada kelas pagi ini. Jadi kita tidak mungkin meninggalkannya di kampus. Mungkin disini lebih aman? Tapi berarti tidak ada yang menjaganya" ujar Eirin menoleh ke Riven. "Apa kak Ren ada kelas hari ini? Mungkin kau bisa minta tolong padanya untuk menjaganya" sarannya.

"Hm.. Bener juga" ucap Riven mengangguk kepala sekilas. "Oke bentar gua hubungin dia" ujar Riven yang kemudian mengengambil hp nya dan menelfon Renzo. Panggilan telfon itu pun langsung diangkat oleh Renzo. "Oy Ren. Hari ini masuk ada kelas nggak?" tanya Riven.

Renzo di ruangan unit sebelahnya, terlihat tangan kanannya sedang mengaduk kopi hangat untuk ia minum. Sedangkan tangan kirinya memegang telfon yang diarahkan ke kuping kirinya. "Tidak. Kenapa?" tanyanya.

"Baguslah. Bisa mampir kesini buat jaga Vinly kalau gitu? Gua sama Eirin ada kelas pagi ini ampe siang. Ni anak nanti kagak ada yang jaga, takutnya malah kabur kalo ditinggal" ucap Riven dalam telfonnya kepada Renzo.

"Oh. Baiklah. Aku kesana" ucap Renzo. Ia pun mematikan telfonnya. Renzo membawa gelas kopi hangatnya berjalan keluar dan menuju ruangan unit di sebelahnya, ruangan unit Riven.

Riven mematikan telfonnya. "Biar lebih aman.." Riven lalu mengeluarkan sebuah tali yang seperti model gesper panjang. Ia lalu mengikat Vinly dengan tali gesper tersebut beserta dengan kasurnya juga.

"Lu mau ngapain gue?!" teriak Vinly terkejut ketika dirinya diikat dengan tali sampai ke kasur, sehingga ia terikat dengan kasur.

"Mau BDSM lu" seringai Riven jail menatap Vinly. "Nggak sih. Udah tau gua mau ada kelas, mana mungkin gua sempet mau bdsm lu. Lagipula gua bukan tipe yang doyan main bdsm atau nyiksa orang" jelas Riven dengan nada malas. "Kecuali kalo orangnya mau sih.. Gas aja" cengir tengil Riven kemudian.

"Dasar k–!!" Vinly mau mengumpat Riven tapi seketika ia mendengar penjelasan Riven. ((Oh iya, kan dia mau berangkat ke kampus..)) ujar batin Vinly lega, jadi tentu saja ia tidak mungkin akan disiksanya. "..Tapi tetep aja. Dasar mesum!!" teriaknya.

Suara ketukan pintu seketika terdengar. Sudah dapat dipastikan itu adalah Renzo. Eirin lalu bergegas berjalan menuju ke pintu untuk membukakannya, dan membiarkan Renzo masuk. Renzo kemudian masuk sambil membawa kopi hangatnya. "Jadi.. Kalian mau berangkat sekarang?" tanya Renzo kepada Riven, kemudian ia menyesap kopi hangatnya.

"Ya. Tolong jaga dia dulu" ujar Riven kepada Renzo. Lalu ia melihat Renzo yang menyesap kopinya. "Bagi kopinya dong Ren" ucapnya nyengir. Riven pun mengambil kopi tersebut dari tangan Renzo setelah ia meminumnya, kemudian Riven menyeruput kopi Renzo itu.

"Silakan" ujar Renzo yang membiarkan Riven mengambil kopi dari tangan kanannya. Ia pun melihat Riven yang menyeruputnya. "Yaudah kalian buruan berangkat, nanti telat. Biar aku yang menjaga orang itu agar tidak kabur saat kalian kuliah" ujar Renzo yang kemudian duduk di sebuah kursi samping dekat kasur Riven.

"Oke" Riven pun mengembalikan gelas kopinya kepada Renzo. "Yaudah gua berangkat dulu Ren" ucap Riven. Kemudian ia mengangkat dagu Renzo yang kini sudah duduk. Riven sedikit menundukkan kepala dan mencium bibir Renzo singkat.

Renzo mengambil gelasnya kembali dan membiarkan Riven mengangkat dagu nya dan mencium bibirnya, sekaligus Renzo membalas ciuman singkatnya Riven itu. "Baiklah" ujarnya dengan senyuman tipis.

Riven pun mengambil tasnya, dan memakai sepatunya. Tangan kanan Riven kemudian merangkul pundak Eirin sembari berjalan keluar ruangan bersama. Eirin pun membalas merangkulkan tangannya di pinggang Riven. Kini mereka sudah berjalan keluar ruangan dan menuju lift untuk turun ke lantai bawah.

Renzo menyesap kopinya kembali. "Jadi.. Apa tujuan kalian mengincar Riv? Apa hanya karena ingin membunuhnya, atau ada tujuan lain?" tanya Renzo melirik tajam Vinly.

Vinly terdiam sejenak lalu melirik pria berambut merah bermata heterocromia itu. "Gua cuma disuruh untuk ngebunuh aja" jawabnya. "Btw.. Apa lu pacarnya orang itu?" tanya Vinly penasaran.

"Bukan" jawab Renzo. "Kami tidak mungkin bisa untuk jadi pacar. Lagipula.. Dia masih mengharapkan seseorang di hatinya" jawab Renzo yang kemudian menyesap kopinya.

"..." ((Trus kenapa gue liat mereka berdua suka ciuman kayak orang pacaran gay??)) tanya Vinly penasaran dalam batinnya. Tetapi ia tidak mau bertanya lebih jauh.

Riven dan Eirin sudah sampai ke kampusnya. Setelah memarkirkan mobil, mereka pun turun dari mobil merah maroon Riven.

"Aku ke kelas dulu ya, Riv. Bye" ucap Eirin yang tidak memanggilnya dengan panggilan 'tuan' begitu di area kampus. Dan memang, Riven juga tidak ingin Eirin memanggilnya dengan sebutan 'tuan' di kampus. Eirin melambaikan tangan kanannya, kemudian ia berlari duluan menuju gedung fakultasnya karena sudah terlambat hampir setengah jam.

"Oke Eirin sampe nanti" ucap Riven membalas lambaian tangannya. Riven pun berjalan menuju ke gedung fakultasnya, yaitu fakultas Desain.

Riven menjalani kuliahnya sebagai layaknya mahasiswa kampus pada umumnya. Tetapi.. Manusia di kampus ini sebagiannya bukanlah sekedar manusia biasa. Sebagian orang disini memiliki kemampuan yang disebut dengan 'Glitch'. Itu adalah kemampuan khusus yang berasal dari serbuk meteor yang jatuh di tengah kota Schwartz, dan menyebabkan manusia di kota ini memiliki kemampuan aneh yang seperti supranatural atau sihir.

Sedangkan Riven dan beberapa kawanannya yang lain, bukanlah berasal dari tempat ini. Mereka sebenarnya memiliki kemampuan khusus bukan dari glitch. Hanya saja Riven memang sangat jarang menggunakan kemampuannya, terutama di depan manusia biasa. Riven dari dulu bahkan memang lebih sering tidak menggunakannya dan menjadi layaknya manusia biasa. Tapi karena di kota ini ada kemampuan glitch lah Riven jadi disini bisa mengaku-ngaku bahwa kemampuan yang ia miliki adalah kekuatan dari 'glitch' jikalau menggunakan kekuatan asli miliknya. Ia setidaknya bisa menutupi identitasnya yang memiliki kemampuan khusus meski bukan dari glitch. Karena di tempat khususnya kota Schwartz ini, tidak semua manusianya sekarang adalah sekedar manusia biasa.

"Yo, Riven! Sini bro!!" panggil seseorang berambut hitam dengan mata abu-abu muda melambaikan tangan kanannya ke atas mengarah ke Riven dari bangku meja panjang yang ada di kelas. Ia memanggil Riven untuk duduk ke sebelahnya.

"Yo Dirga! Oke" sapa Riven balik yang berjalan ke arahnya lalu duduk di sebelahnya. "Udah ngerjain tugas belum lu?" tanyanya ke Dirga.

"Gua baru aja mau nanyain lu bro" tanya nya sambil menepuk pelan belakang pundak Riven. "Udah. Tapi yaa gitu" ujarnya sambil menunjukkan tugas nirmana lingkarannya nya yang terlihat bulet bulet nggak beraturan kayak balon ngambang. "Lu udah, Ven?"

"Bah. Mending itu daripada punya gua" ucap Riven saat melihat tugas nirmana Dirga. "Mepet gua ngerjain tadi malem" ujar Riven. Ia pun mengeluarkan tugasnya, yang buletannya lebih absurd lagi. "Bodo lah. Yang penting udah ngerjain dan kumpulin tugasnya gua"

"Awkwk. Iya yak yang penting udah kerjain dan dapet absen" ujar Dirga. "Noh si Gatot aja sampe tepar noh ngerjain" ucapnya sambil menoleh dan menepuk punggung teman di sebelahnya yang kini lagi tiduran menaruh kepala dan tangannya di atas meja.

Ia pun mengangkat kepalanya dan memakai kacamatanya. Orang itu berambut cokelat tua dan bermata hijau tua. "Apasih Dir. Gua kurang tidur nih gara-gara ngerjain dari malem ampe pagi" Ia pun menoleh ke arah Riven. "Eh ada Riven! Halo ven" sapanya. "Dosen belum dateng kan?" tanyanya ke Dirga dan Riven.

"Yo Gatot" sapa Riven sambil melambaikan tangan kanannya sekilas. "Belom keknya. Gua juga baru dateng. Tapi gua ramal.. Bentar lagi bakal dateng sih" ucap Riven sok ngeramal.

"Emangnya lu Dilan?" tanya Dirga dengan wajah harhar(?). "Gua tuh lebih cocok untuk jadi Dilan. Kan gua Dirga. Sesama inisial D. Jadi coc–" ucapnya yang tak lama kemudian melihat dosennya beneran dateng. "Gila. Lu beneran peramal ya Ven?! Glitch lu bisa ngeramal atau gimana?!" tanya Dirga seketika yang seperti percaya.

"Wkwk kagak lah bego. Gua kagak bisa ngeramal. Kalau gua bisa ngeramal gua udah bisa ngeramal.." Riven kemudian menghadap ke samping kanan bawah dan memelankan suaranya "..Gua udah bisa ngeramal 'dia' bakal dateng lagi ke gua atau enggak" ucap Riven pelan.

"Hah? Apa??" ujar Dirga yang tidak terlalu mendengar ucapan pelan Riven meski sedikit terdengar. "Ciee ngarepin someone ya lu? Cewek emang gitu bro. Sabar aja yak" ujarnya sotoy sambil menepuk pelan belakang pundak Riven.

"Bukan cewek" ucap Riven. "Udah yok kumpulin tugasnya" Riven lalu berdiri dan mengumpulkan tugasnya.

"Lah terus apa dong? Masa cowok?" tanya Dirga. "Weh bareng dong ngumpulinnya bro!!" Dirga pun ikut berdiri untuk mengumpulkan tugasnya. Diikuti oleh Gatot yang juga berdiri untuk mengumpulkan tugasnya.

Setelah mereka mengumpulkan tugas, dosen pun menjelaskan penjelasan lain di mata kuliahnya. Kemudian ia memberikan tugas yang lain lagi. Sampai akhirnya setelah beberapa jam berlalu, kelas mata kuliah ini pun berakhir.

Begitu selesai kelas, Riven bersama beberapa teman jurusannya berjalan dari fakultasnya menuju ke kantin. Mereka membeli makanan masing-masing. Riven pun pergi membeli kebab. "Kebab besar keju plus sosis dengan ekstra mayonaise nya satu" ucapnya kepada sang penjual kebab kantin.

Saat ia sedang membeli kebab, ia melihat sosok orang yang dikenalnya juga sedang membeli kebab. Orang itu memakai jaket hoodie bewarna biru dongker, ia memakai topi hitam yang terdapat tulisan putih bertuliskan sesuatu.

"Bang Erga!" sapa Riven begitu melihatnya.

Orang yang dipanggilnya itu pun menoleh, ia memiliki rambut bewarna biru dongker gelap, dan matanya bewarna kuning. "Eh Riven!" ucapnya begitu melihat Riven. "Lagi beli kebab juga lu?" tanya nya sambil tersenyum yang memperlihatkan giginya ke arah Riven. Orang itu adalah Erga.

To be continued..