"Sia..pa.. kalian sebenarnya?!" ucap sang pria ketua gerombolan berjas cokelat itu yang kini masih hidup. Sedangkan para anggota rekan yang tadi bersamanya kini sudah pada mati. "Apa mau kalian?! Kenapa.. Kalian membunuh kami?!" tanya pria itu marah.
"Mauku adalah.." pria yang membunuh para gerombolan orang-orang tadi menyeringai sambil berjalan mendekat. "Serahkan 'orang itu' padaku." ujarnya dengan nada tajam.
"Orang itu? ..Siapa?" tanya pria pemimpin para pasukan yang anggotanya kini sudah pada mati itu.
"Petinggi yang berada di dalam organisasi kalian. Dimana dia? Katakan dimana orang itu." ujar sang pria bermata merah darah terang yang membunuh para gerombolan itu.
"Siapa yang kalian maksud? Ada beberapa petinggi di organisasi kami" tanya nya lagi dengan nada lemah. Sepertinya racun dari bisa ular itu kini mulai menjalar ke tubuhnya.
"Erigos" ujar pria pembunuh itu dengan tegas.
"..Aku tidak tau" ujar pria ketua itu dengan nada lemah. Pandangannya kini sudah mulai sedikit agak kabur.
"Kalau kau tidak mengatakannya. Aku akan membunuhmu juga seperti para 'teman'mu yang lain" seringai pria berbola mata merah itu sambil sedikit menjongkok dan tangan kanannya mengangkat dagu pria pemimpin itu dengan pisaunya yang sudah berbekas darah, meski bukan bagian tajam dari mata pisaunya yang digunakan saat mengangkat dagu ketua gerombolan itu.
"Mereka tidak ada hubungannya dengan Erigos" ujar pria bertopi pandora itu, Zevion. "Sayang sekali, sepertinya kalian salah target. Mereka ini sebenarnya adalah orang-orang baik, dan tidak bermaksud buruk." ucapnya lirih. "Maka itu aku menghalangi mereka untuk naik, agar mereka tidak terbunuh" jelas Zevion.
Ia lalu menoleh ke arah ketua gerombolan organisasi itu. "Padahal kalian sebenarnya bukanlah target utama yang diincar mereka walaupun ada kaitannya dengan organisasi. Sayang sekali harus bernasib naas" ucapnya.
"Jadi.. Kau berada di pihak siapa sebenarnya?! Kami atau mereka?!" tanya ketua itu kepada Zevion sambil menunjuknya meski badannya kini makin melemah.
"Keduanya" jawab Zevion. "Tapi.." tangan kanannya kemudian menunjuk seseorang. "Memang ada salah satu kaki tangan yang bekerja untuk Erigos disini" yang ditunjuk adalah pria berambut pirang. Tangan kiri pria itu sudah terpotong, tetapi ia sebenarnya belum mati. "Dan dia masih hidup" jelasnya.
Mereka semua langsung menoleh ke arah pria berambut pirang yang ditunjuk pria bertopi pandora itu. "Hilson?" ucap pemimpin itu.
Pria berambut pirang itu tadinya terkapar seakan sudah mati. Tapi begitu tertebak oleh Zevion bahwa dia masih belum mati, ia pun membangunkan diri dan bangkit perlahan. "..Dasar para keparat sialan" ujarnya pelan.
Pria yang tadi membunuh para gerombolan itu berjalan mendekat ke orang tersebut. Anting pedang yang menyerupai salib di telinga kirinya pun kini berubah menjadi pedang yang digenggam di tangan kirinya. "Katakan padaku dimana Erigos." ancamnya dengan pedang di tangan kirinya mengarah ke leher pria itu.
"Aku tidak akan menjawab" ucap pria rambut pirang itu.
"Katakan." ujarnya sambil mendekatkan pedangnya ke arah leher pria berambut pirang itu. "Atau kau ingin mati."
"Coba bunuh saja aku. Dan kalian yang akan kehilangan orang yang tau tentangnya" ujar pria rambut pirang itu menyeringai.
"Kalau begitu. Aku tidak akan membunuhmu" ucapnya. "Tapi, aku akan terus menyiksamu hingga rasanya kau mau mati tapi tidak bisa mati" seringai pria pembunuh tersebut menatap orang itu. Ia pun menghunuskan pedangnya ke leher orang itu.
"ARKHH-!!" teriaknya begitu lehernya ditusuk. "Kau tidak akan.. Dapat menemukan.. Informasi apapun tentangnya!" ujarnya dengan darah yang keluar dari tusukan di leher dan mulutnya saat berbicara. Kemudian orang itu kini perlahan berubah bentuk. Dan tangannya yang sebelumnya terpotong, kini perlahan seperti tersambung kembali.
"Ini.. Regenerasi?!" ucap wanita bertopeng rubah itu saat melihat pria berambut pirang tersebut tangannya tersambung kembali.
"Bukan, Jeanne. Itu bukan cuma sekedar Regenerasi. Tapi juga, Transformasi" jelas pria bertopi pandora itu, Zevion.
"Jadi maksudnya gabungan keduanya, Zevion?" tanya wanita itu, Jeanne. "Apa dia akan bertransformasi menjadi monster dengan kemampuan regenerasi?"
"Apa yang.. Terjadi.. Disini?!" ujar pria ketua organisasi tadi yang kini badannya sudah lemas dan hampir pingsan. Ia terkejut saat melihat salah satu anggota nya itu berubah wujud, menjadi seperti.. Setengah monster.
"Ya. Orang itu yang ku ketahui awalnya juga hanya sekedar manusia biasa. Sepertinya, orang itu memiliki kemampuan dari hasil eksperimen, atau memiliki kemampuan dari.. Glitch" ucap Zevion.
"Glitch? Kemampuan seperti sihir dari serbuk meteor yang terjadi pada manusia khususnya di kota Schwartz?" tanya Jeanne ke Zevion. "Berarti pria itu.. Apa mungkin salah satu dari orang yang terkena glitch di kota itu?"
Zevion mengangguk. "Itu bisa saja benar" jawabnya. "Dan yang pasti dia salah satu orang yang memiliki koneksi dengan Erigos"
"Begitu?" ucap sang pria yang tadi membantai para gerombolan anggota itu. "Menarik" seringainya kepada manusia monster rambut pirang itu. "Jadi aku bisa memotong tubuhmu sepuasnya kalau begitu" ujarnya yang justru malah terlihat senang. Ia pun maju dan menebaskan pedangnya kembali ke tubuh manusia monster rambut pirang itu.
"Tuan Orkan justru malahan semakin senang jika ada yang punya kemampuan regenerasi.." ujar Jeanne sweatdrop yang sudah tau kesenangan tuannya itu.
"Ketua Irzan. Apa kau mau ikut dengan kami secara baik-baik?" tanya Zevion kepada ketuanya tadi itu. "Kurasa boss Orkan bukan orang yang akan memperlakukan anda dengan baik jika tidak mengikuti kemauannya. Jadi selama anda menurut dan tidak melawan padanya, semua akan baik-baik saja" ujarnya menawarkan dengan agak berjongkok sambil mengulurkan telapak tangan kanan ke depan sang ketua itu.
Pria ketua gerombolan bernama Irzan itu tidak menjawab apapun. Tetapi badannya semakin lemah dan pandangannya sudah mulai kabur. Ia pun seketika pingsan di tempat itu.
"Yahh.. Dia pingsan" ujar Zevion seperti kecewa. Ia pun melihat dan menoleh ke arah manusia ular hijau yang berada di dekat orang itu. "Jadi.. Kau salah satu makhluk yang dijadikan eksperimen oleh boss Orkan saat di laboratoriumnya di Fland itu kan? Siapa namamu? Aku lupa" tanyanya kepada manusia ular yang seperti sayuran itu.
Manusia ular sayuran hijau itu tidak menjawab. Dia hanya mendesis dan menggeliat seperti berjoget aneh.
"Namanya Yanagi" ujar Jeanne. "Dia adalah salah satu mantan guru di SMA tuan Riven waktu kelas satu, sebelum tuan Riven pindah sekolah saat kelas dua" jelasnya.
Manusia ular hijau bernama Yanagi itu manggut-manggut, seperti mengatakan 'Itu benar' meski tanpa berbicara.
"Ah iya.. Ngomong-ngomong soal boss Riven. Dimana dia? Nggak bersama kalian juga kah disini?" tanya Zevion penasaran.
"Tidak. Tuan Riven menjalani urusannya sendiri dan ia ingin lebih fokus dengan kuliahnya" jelas Jeanne. "Tapi.. Aku tadi sempat menghubungi Renzo untuk datang kemari membantu urusan disini.." ucapnya agak ragu.
"Oh. Aku kangen dengan boss Riven, sudah cukup lama aku belum sempat bertemu lagi dengannya" ujar Zevion. "Membantu untuk? Kalian berdua sesama team Assassin kan. Bukannya kau sendiri mampu membereskan 'kekacauan' ini?" tanya Zevion heran. "Atau kalian sedang berencana ingin bekerjasama membunuh bersama?"
"Aku membutuhkan bantuannya" ujar Jeanne. "Kemarin aku membantunya membereskan hal yang berkaitan dengan tuan Riven tentang Blackardz. Sekarang dia yang akan membantu berkaitan dengan tuan Orkan" ujarnya seperti seakan meminta balas budi.
Tubuh manusia yang berubah menjadi monster itu kini berubah menjadi semakin besar dengan cakar tajam seperti pisau yang ingin mencakar Orkan. Tetapi dengan mudah dan senang Orkan memotong tangan dengan cakaran itu. Semakin ia beregenerasi, semakin puas rasanya Orkan memotongnya lagi dan lagi.
Cakar itu sempat mengenai tubuh Orkan, tetapi justru kuku jari tajamnya yang malah seperti terasa panas dan bahkan meleleh begitu mengenai darah Orkan. Orkan hanya menyeringai dan tertawa meremehkan. "Semakin kau bisa melukaiku, maka kau yang akan merugikan dirimu sendiri. Makhluk jelek." ujarnya.
Orkan masih tetap membantai tubuh orang monster yang terus bergenerasi itu walaupun generasinya makin lama makin melambat. Dan kini bentuk tubuh monster itu semakin terlihat kacau. Orkan merasakan kesenangan tersendiri saat terus membantai dan memotong tubuh monster itu. Tetapi jika terus begini maka tidak akan ada hentinya.
Seketika hawa dingin datang dan mencoba membekukan monster itu yang kini sedang ingin coba beregenerasi, sedangkan bagian yang lain saat ini sedang dipotong oleh Orkan. Tetapi kini secara perlahan tubuh monster itu membeku. Seperti dibalut dengan patung es.
"Maaf mengganggumu, Orkan. Apa aku terlambat sesuatu?" tanya seorang pria berambut merah agak muda dengan mata heterochromia yang tiba-tiba datang sambil dalam posisi merentangkan telapak tangan kanannya ke depan mengarah ke manusia monster itu dari arah samping mereka. Ia adalah orang yang membekukan manusia monster tersebut.
"Kau mengganggu kesenangan mainan baruku" ucap Orkan dengan nada sekaligus lirikan tajam ke arah orang itu. "Renzo"
"Maafkan aku, Orkan. Tapi Jean yang memintaku kemari untuk membantu" ujar Renzo dengan ekspresi wajah polos datarnya seperti emote sideglance(?).
"Benarkah begitu. Jeanne?" tanya Orkan dengan tatapan tajam ke Jeanne.
Jeanne tampak sedikit gugup. "Ya.. Tuan Orkan" ucapnya. "Aku memintanya untuk membantuku membereskan para mayat ini" jelasnya. "Dan juga untuk–"
"Kau bisa melakukannya sendiri." ujar Orkan memotong perkataan Jeanne yang belum selesai bicara. "Renzo. Dimana Riven?" tanya Orkan kepada Renzo.
"Dia sedang di apartemennya" jelas Renzo.
"Aku dengar dia sedang berurusan dengan Blackardz. Apa itu benar, Renzo?" tanya Orkan menatap Renzo.
"Ya. Itu benar" jawab Renzo. "Saat ini dia pun sedang mengintrograsi salah satu orang dari anggota organisasi Blackardz yang kemarin sempat mencoba membunuhnya"
"Begitu" senyum miring tipisnya Orkan. "Berani dan lancang sekali organisasi itu ingin mencoba membunuh Riven" tawa remehnya. "Seharusnya aku juga berada disana untuk ikut membunuh para sampah Blackardz yang mencoba membunuh Riven itu" ujarnya.
"Tenang saja. Para anggota yang lain yang coba membunuhnya semalam sudah kubunuh semua" ucap Renzo. "Dan Jean juga sudah membantuku membereskan para korban mayat itu untuk menghilangkan jejaknya. Maka kali ini aku juga akan membantunya jika ia butuh bantuan" jelasnya.
"Apakah benar. Jeanne?" tanya Orkan kepada Jeanne. "Kau tidak memberitauku soal ini" ucapnya dengan nada tajam.
"Iya.. Benar" ucap Jeanne seperti sedikit menunduk. "Maaf aku belum memberitaumu soal ini, tuan Orkan" jawabnya.
"Hm. Kalau begitu segera bereskan dan bawa para mayat ini" ujarnya. "Mungkin akan ada bagian tubuh mereka yang berguna untuk mainan atau bahan eksperimenku" Orkan pun melangkah dan berjalan pergi duluan.
"Jadi bagaimana dengan orang ini, boss Orkan?" tanya Zevion menunjuk kepada pria pimpinan gerombolan dari organisasi tadi yang kini sudah pingsan dengan badannya yang terlihat sedikit membiru.
"Bawa dia juga" ujar Orkan sambil berjalan pergi. "Aku tidak membunuhnya karena dia akan berguna untuk sesuatu."
Zevion pun mengangkatkan tangan kanan pimpinan itu ke rangkulan pundaknya dan membopongnya berdiri. "Dududuh berat juga euy" ujarnya. Ia pun melihat ke Yanagi. "Eh uler.. Siapa tadi namanya? Bisa tolong bantu angkat dan bawa orang ini nggak?" tanya nya.
Yanagi manggut-manggut kepala dengan cepat seperti gerakan anak metal. "Bisa bisaa nyuehehe" ucapnya. "Tapi jangan lupa memberikanku kacang sebagai hadiahku~ sshh" mintanya sembari membantu Zevion membopong orang itu di sisi sebelah kirinya.
"Sejak kapan.. Uler makan kacang?" tanya Zevion sweatdrop. "Uler jaman now aneh-aneh aja tingkahnya" ucapnya dengan sedikit gelengan kepala.
"Ada tawuu! Aku contohnya inii!! Kacang itu enyakk~ Xixixi" ujarnya yang sedikit manyun lalu abis itu senyum sembari membopong sang ketua yang kakinya tadi digigit olehnya.
Sedangkan Jeanne, ia melepaskan topeng rubahnya. Kedua matanya terlihat bewarna coklat, tapi kini bola mata sebelah kirinya berubah warna menjadi bewarna biru keunguan. Ia menggunakan kemampuannya untuk membersihkan para korban yang tubuhnya sudah terpotong-potong dengan cipratan darah dimana-mana itu. Mengumpulkan mereka semua menjadi satu kumpulan manusia mati dalam sangkar spiritual dan memindahkan mereka menuju suatu tempat entah dimana. Kini kumpulan para mayat itu mengilang. Tempat itu kini seakan 'bersih' dari korban seperti kejadian pembunuhan itu tidaklah terjadi sebelumnya.
"Jadi.. Apa yang harus ku bantu?" tanya Renzo yang melihat Jeanne sudah membereskan para mayat itu dengan mudah menggunakan kekuatannya. "Bagian membereskan mayat supaya tanpa jejak ini adalah kemampuanmu"
"Membereskan sisanya? Dan.." Jeanne menunjuk ke arah monster yang membeku itu. "Kita harus membawanya" ucapnya.
"Kenapa tidak gunakan kemampuanmu untuk membawa monster itu ke suatu tempat?" tanya Renzo dengan ekspresi datar.
"Iya juga ya" ucap Jeanne tersadar.
"... Kalau begitu sebaiknya aku pulang" ucap Renzo dengan ekspresi datar. Ia pun berbalik arah dan ingin berjalan pergi.
"Tunggu, Renzo!!" ucap Jeanne sambil menarik belakang jaket Renzo. "Aku butuh bantuanmu untuk mencari dan membunuh seseorang" ujarnya. "Selain itu ayah Orkan memintaku untuk melacak dan membunuh seseorang juga. Dan sepertinya orang ini.. Juga dari atau ada kaitannya dengan organisasi Blackardz" ucapnya menatap Renzo.
"Berarti ada dua orang target?" tanya Renzo yang berbalik sambil mengangkat alis kepada Jeanne. "Siapa?"
"Erigos" jawab Jeanne. "Dan yang satu lagi, aku belum tau. Tetapi ada kemungkinan ia anak dari pimpinan Blackardz. Atau bahkan.. Anak boss dari organisasi itu" jelasnya.
"Hm jadi.. Apakah mungkin, Hazaryuu dan Blackardz sama-sama mengincar anak boss mafia lawan untuk saling membunuh atau dibunuh?" tanya Renzo memastikan.
"Entahlah. Tapi.. Ada kemungkinan sepertinya begitu" ucap Jeanne mengangguk.
"Baiklah aku mengerti. Berikan info yang kau tau tentang orang itu padaku, Jean" ucap Renzo menatap Jeanne. "Jika mereka mencoba mengincar Riv. Aku akan melindunginya dan bahkan membunuh mereka terlebih dahulu" ujar Renzo dengan tatapan serius.
"Aku akan mengabarkannya padamu nanti, jika aku mendapatkan informasi tentang mereka" jawab Jeanne. "Tapi ada sedikit info yang sudah kudapatkan" ucapnya sambil menunjukkan sesuatu pada layar ponsel khususnya kepada Renzo.
Renzo melihat informasi dan gambar yang ada di layar handphone khusus Jeanne. "Baiklah, Jean" ujarnya mengangangguk.
Setelah itu, Jeanne pun 'membersihkan' jejak manusia monster yang membeku tadi ke tempat lain dimana kumpulan para manusia mati tadi berada. Kemudian Jeanne pergi menyusul menuju arah Orkan dan yang lainnya pergi.
Sedangkan Renzo pergi berjalan ke arah yang berlawanan untuk pulang ke apartemennya kembali. Tapi sebelum itu, ia merasakan sesuatu. Sepertinya ada seseorang yang sedang melihat atau memantau mereka. "Keluarlah. Aku tidak akan membunuhmu jika kau tidak berbuat macam-macam" ujar Renzo.
Benar saja, masih ada seseorang yang tidak mati terbunuh karena ia bersembunyi di suatu tempat saat terjadinya pembunuhan itu. Orang itu pun keluar dari persembunyiannya. Dia adalah salah seorang dari gerombolan itu yang berbadan paling kecil berjas ungu yang takut hantu. "Jangan bunuh aku.. Kumohon! Aku hanya tidak mau mati.." ujarnya dengan suaranya yang sedikit agak bergetar seperti ketakutan sembari ia melambaikan kedua tangannya di depan badannya ke arah Renzo.