Gerbang yang selalu di sebut oleh semua orang itu sekarang berada di pelupuk matanya. Dia tidak pernah membayangkan jika Desiree Gate merupakan gerbang tinggi dengan cahaya keemasannya yang menyilaukan mata. Seperti yang pernah dia dengar sebelumnya, cahaya dari gerbang tersebut semakin bersinar terang ketika manusia terpilih mendekatinya. Dia tidak berhenti berdecak kagum, dia hanya bisa terpaku di tempatnya berdiri sampai suara ketukan tongkat dari si penjaga gerbang membuat fokusnya teralihkan, mendapati si penjaga gerbang berdiri tepat di depan gerbang yang bercahaya dengan indahnya.
Mata se-merah delima itu menatap satu per satu manusia terpilih yang berbaris rapi di hadapannya, termasuk juga dengan gadis berambut merah yang awalnya sibuk mengagumi gerbang. Tepat di belakang manusia terpilih, terdapat enam penyihir yang juga berdiri sejajar dengan rapi tepat di belakang manusia yang mereka undang. Mau beberapa kali pun mereka melihat gerbang tersebut, tetap saja di mata mereka Desiree Gate adalah gambaran gerbang menuju syurga.
"Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada para penyihir yang telah memenuhi tugas dari para dewa dengan mengundang para manusia terpilih ini dan aku harap kalian tidak mempunyai kegiatan lain karena aku ingin kalian berada di sini sampai manusia terpilih masuk ke dalam gerbang" kalimat yang diucapkan oleh penjaga gerbang membuat ke-enam penyihir yang berdiri di belakang serentak mengernyitkan alis.
Setahu mereka, para penyihir akan pergi ketika gerbang akan di buka karena para penyihir memang tidak diperbolehkan untuk melihat bagaimana para manusia terpilih itu memasuki gerbang. Walaupun mereka bertanya-tanya di dalam benak mereka, para penyihir tersebut hanya bisa menganggukkan kepala, membiarkan si penjaga gerbang melaksanakan tugasnya.
Pandangan mata si penjaga gerbang kembali tertuju pada ke-enam manusia terpilih yang saat ini berdiri dengan gugup kecuali gadis berambut merah yang berhasil mencuri perhatiannya.
Gadis berambut merah itu mengukirkan senyuman tipis kepada si penjaga gerbang yang menanggapinya dengan kuluman senyum, dia tidak mau semua orang tahu apa yang sedang ia lakukan dengan si gadis berambut merah.
"Sebuah kehormatan bisa bertemu dan membawa kalian para manusia terpilih menuju gerbang. Para dewa tidak pernah salah dalam memilih manusia pilihannya, maka dari itu, tidak ada satu pun yang bisa mengeluarkan kalian dari gerbang, kalian bisa keluar dari gerbang ketika para dewa menghendaki kalian untuk keluar" jelas si penjaga gerbang memperhatikan bagaimana wajah tegang para manusia terpilih itu.
"Sebelum gerbang ini dibuka, yang kalian lakukan adalah menunggu sampai salah seorang penjaga lainnya mendatangi kalian. Dengarkan penjelasannya dan jangan pernah menanyakan apa pun kepadanya, itu adalah tugas kalian untuk memecahkan rasa penasaran kalian sendiri. Maka dari itu, kalian bisa bertanya kepadaku dan aku akan menjawab tiga pertanyaan kalian sebelum gerbang ini aku buka" ucap si penjaga gerbang sambil tersenyum misterius.
"Ada apa dengan peraturan di tahun ini? Setahuku si penjaga gerbang tidak pernah memberikan kesempatan pada manusia terpilih itu untuk bertanya?" bisik Fernandes entah kepada siapa, dia tidak tahu siapa yang berdiri disampingnya karena dia terlalu asyik memandangi Pohon Merah Ajaib.
Chloe yang ternyata berdiri di samping Fernandes dan mendengarkan apa yang laki-laki itu bisikkan hanya bisa menganggukkan kepalanya setuju, tangannya bersidekap di depan dada sambil memperhatikan si penjaga gerbang dengan curiga. Keterlambatan munculnya gerbang, para dewa yang tiba-tiba saja memberitahu manusia pilihan mereka lewat bisikan bukan lewat mimpi seperti biasanya. Entah kenapa, dia merasa ada yang tidak beres. Terlebih ketika si penjaga gerbang meminta mereka, para penyihir untuk menunggu sampai manusia terpilih itu masuk ke dalam gerbang.
"Mari kita lihat apa yang akan dia lakukan" ucap Percy yang juga berdiri di samping Fernandes, dia mendengar bisikan laki-laki itu.
Charlotte, si gadis berambut merah itu pun mengangkat tangannya, dia sebenarnya tidak ingin menanyakan apa pun. Tetapi, dia juga penasaran akan satu hal, walaupun dia tidak yakin apakah si penjaga gerbang akan menjawab rasa penasarannya.
"Iya, kau ingin menanyakan apa, gadis berambut merah?" tanya si penjaga gerbang dengan senyuman yang penuh arti tertuju kepada Charlotte.
Charlotte berdehem, dia melirik kelima manusia terpilih lainnya yang saat ini sedang menatapnya dengan penasaran.
"Apakah kita akan mencari sesuatu ketika masuk ke dalam gerbang?" tanya Charlotte dengan pandangan matanya tidak lepas pada manik merah tersebut.
Si penjaga gerbang tersenyum simpul mendengar pertanyaan Charlotte, dia terlihat ingin menjawab pertanyaan Charlotte tetapi juga tidak ingin semua orang tahu, gelagatnya membuat semua orang menerka-nerka apa yang akan dilakukan oleh si penjaga gerbang.
"Iya" jawab si penjaga gerbang singkat.
Jawaban itu membuat kelima manusia terpilih yang lain menahan nafas mereka tanpa sadar, bahkan salah satu dari mereka mengangkat tangan mereka dengan raut wajah panik, dia sepertinya masih berusia 15 tahun, tubuhnya kecil dengan rambut hitam panjangnya yang dikucir kuda, terdapat bercak kocekalatn di sekitar wajahnya dan dia mempunyai alis yang tebal, gadis remaja itu langsung saja membuka mulutnya ketika si penjaga gerbang mempersilakan dia untuk bertanya.
"Apa yang akan terjadi jika kami tidak menemukan apa yang kami cari?" tanya remaja 15 tahun dengan bola matanya yang bergetar menatap lekat si penjaga gerbang yang perlahan tersenyum secara misterius.
"Maka kalian harus mendapatkan penggantinya."
Jawaban dari si penjaga gerbang sepertinya tidak memuaskan kelima manusia terpilih yang begitu tegang di tempat mereka berdiri.
Salah satu dari kelima manusia terpilih itu mengangkat tangannya, dia seorang pemuda 23 tahun dengan tubuhnya yang tinggi dan besar, rambut cokelatnya begitu bahkan menutupi matanya.
"Apakah penggantinya itu nyawa kami?" tanyanya dengan nada suara yang tenang.
Berbanding terbalik dengan semua orang yang ada disana, mereka semua berwajah pias sambil menahan nafas dengan degupan jantung yang kuat. Menantikan sebuah jawaban dari si penjaga gerbang yang malah terkekeh pelan lalu mengetukkan tongkatnya beberapa kali ke atas tanah. Pandangan matanya tertuju kepada enam penyihir yang juga menantikan jawaban dengan raut wajah tegang.
"Kalian sudah menemukan jawabannya" jawab si penjaga gerbang yang tidak sedikit pun membuat para manusia terpilih itu tenang, kecuali Charlotte yang hanya tertegun memandang si penjaga gerbang yang mulai mengulurkan tangannya menyentuh gerbang besar tersebut.
"Sudah saatnya kalian memasuki gerbang, apa pun yang terjadi di dalam kalian pasti bisa melewatinya" ucap si penjaga gerbang, meminta keenam manusia terpilih itu mendekati gerbang sehingga cahayanya semakin menyilaukan tepat dengan terbukanya gerbang besar tersebut.
Mereka semua sama-sama menahan nafas ketika melihat sebuah pemandangan yang begitu indah ketika gerbang tersebut terbuka. Hijau. Hanya pepohonan yang tinggi dan rindang yang mereka lihat, sebuah danau besar dengan airnya yang jernih, bahkan dasar dari danau tersebut kelihatan karena jernihnya air danau tersebut. Burung-burung yang bertebangan dengan bebas di langit yang sebiru samudera. Mereka juga mendengar suara burung hantu yang saling bersahutan menyambut kedatangan para manusia terpilih. Dan mereka lalu melihat, terdapat seseorang berdiri di dekat danau dengan jubah cokelatnya, wajahnya tidak terlalu terlihat karena tudung jubah tersebut menutupi wajahnya.
"Silakan masuk para manusia terpilih, dan semoga beruntung" ucap si penjaga gerbang membiarkan keenam manusia itu mulai masuk ke dalam gerbang.
"Kau harus ingat Charlotte, temukan mereka setelah nenek sihir itu menjelaskan peraturannya kepada kalian. Ikuti burung hantu bersayap putih dan kau akan menemukan mereka dengan mudah."
Suara bisikan dari penjaga gerbang hanya dibalas dengan anggukkan kepala dari Charlotte, dia tidak menoleh atau apa pun, dia membiarkan tubuhnya memasuki gerbang dan membiarkan gerbang tersebut menutup dengan sempurna di belakangnya.
Jantungnya berdetak kencang.
Inilah saatnya dia akan menjalankan tugasnya.
Tugas yang telah diberikan kepadanya sejak 18 tahun yang lalu.
***
Tidak terhitung sudah berapa tahun dia mengemban tugas sebagai penjaga gerbang. Mungkin, sejak dia dilahirkan, dia telah ditakdirkan untuk menjaga gerbang besar dan tinggi ini sampai ajal menjemput.
Dia hanya bisa memandangi gerbang tinggi tersebut perlahan tertutup ketika enam manusia terpilih telah masuk ke dalam gerbang. Cahaya gerbang tersebut perlahan mulai meredup lalu menghilang begitu saja bagaikan ditelan bumi. Cukup lama dia terdiam di tempatnya sampai pada akhirnya dia mendengar suara berdehem di belakangnya. Perlahan, dia tersenyum, mulai tersadar bahwa dia harus melakukan sesuatu kepada enam penyihir yang berdiri di belakangnya.
Dia pun berbalik, memperhatikan keenam penyihir yang saat ini masih diam menanti sebuah kalimat yang terucap dari bibirnya. Suara desauan angin terdengar cukup kuat, menerbangkan beberapa anak rambutnya yang keperakan.
"Bisa kau jelaskan kenapa kau menahan kami disini, penjaga gerbang?" tanya si penyihir yang bernama Viona, wajahnya merengut masam, dia mengatakan kalimat itu dengan nada ketus, terlihat alisnya bergerak gelisah, si penyihir terlihat tidak suka dengan keheningan panjang di antara mereka.
Dia yang selalu disebut-sebut sebagai si penjaga gerbang itu kembali mengukirkan sebuah senyuman. Entahlah, dia memang suka tersenyum walaupun terkadang dia tidak ingin melakukannya. Sebuah gerakan kecil dari bibirnya itu bagaikan sebuah kebiasaan yang akan muncul dalam keadaan apa pun. Bahkan ketika dia menangis pun, gerakan itu akan selalu ada.
"Diantara kalian, ada yang bersedia berada disini sampai gerbang muncul?" tanya si penjaga gerbang sambil menatap satu per satu para penyihir yang malah saling berpandangan itu.
"Bukankah, gerbang akan muncul kembali tujuh hari kemudian?" tanya Grace dengan alis saling bertaut bingung. Dia tidak mengerti kenapa si penjaga gerbang menanyakan hal seperti itu. Dia tentu tidak mau berada di alam dengan pohon-pohon tinggi ini selama tujuh hari.
Perbedaan waktu di dalam gerbang serta di luar gerbang begitu berbeda. Satu hari di dalam gerbang itu sama saja dengan tujuh hari di dunia. Mereka tentu tidak mau menunggu selama tujuh hari hanya untuk menunggu gerbang kembali muncul dan memulangkan para manusia terpilih yang telah masuk ke dalam.
"Itu benar" jawab si penjaga gerbang masih setia dengan senyumannya.
"Tuan Penjaga Gerbang, bukankah peraturan untuk para penyihir adalah kembali ke sini setelah tujuh hari sampai gerbang muncul? Kami semua tidak diperkenankan untuk berada disekitar sini, bahkan kami juga tidak boleh berkeliaran disekitar Hutan Terlarang, bagaimana bisa kau menyuruh kami berada disini sampai gerbang muncul?" ucap Benjamin panjang lebar, dia benar-benar tidak mengerti dengan peraturan aneh untuk tahun ini sehingga dia mengeluarkan semua benang kusut yang ada di dalam kepalanya.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Chloe sampil menatap curiga si penjaga gerbang yang tentu saja menanggapi semuanya dengan senyuman.
"Sejak dikutuknya Winter pun, aku tahu ada yang tidak beres" gumam Fernandes membuat Chloe menoleh ke arahnya.
"Dia mungkin melakukan sesuatu yang konyol dan berhasil membuat dewa marah, apanya yang tidak beres?" gerutu Grace yang ternyata mendengar gumaman Fernandes.
Percy menatap dalam si penjaga gerbang yang belum membuka mulutnya ketika mendengar para penyihir itu asyik berbicara sendiri.
"Jika itu yang kau inginkan, aku akan berada disini sampai gerbang muncul kembali" ucap pria tua itu sambil mengelus janggut panjangnya. Dia acuh ketika semua mata langsung tertuju kepadanya ketika mendengar kalimatnya itu.
Penjaga gerbang mengukirkan sebuah senyuman misterius yang membuat mata Percy sedikit berkedut. Dia merasa tidak nyaman dengan cara laki-laki berjubah hitam itu tersenyum. Tetapi, karena dia telah membuat keputusan, dia tidak bisa menarik ucapannya lagi walaupun dia mulai merasakan ada keraguan di hatinya untuk tetap tinggal.
"Aku tidak, aku harus pergi dan banyak urusan" ucap Viona ketus, dia telah berbalik pergi meninggalkan orang-orang yang masih betah berada disana.
"Aku juga tidak, maaf sekali Tuan Penjaga Gerbang, kau terdengar mencurigakan dan aku tidak mau terjadi hal yang aneh jika aku meng-iyakan permintaanmu" ucap Benjamin menyusul Viona yang dengan cepat telah menghilang dari pandangannya.
Tersisa empat orang yang masih berdiri di hadapan si penjaga gerbang.
"Jadi, kalian memilih untuk berada disini sampai gerbang kembali muncul?" tanya si penjaga gerbang kepada Fernandes, Chloe, dan Grace yang masih saja berdiri di tempat mereka masing-masing.
"Aku berada disini karena aku penasaran saja, jika bosan aku akan pergi" ucap Grace dengan nada ketusnya.
Chloe menghembuskan nafasnya, "Aku tidak punya hal yang dilakukan, jadi, aku akan berada disini sampai gerbang muncul" ucap gadis berambut pendek itu.
"Sepertinya, aku harus pergi menemui Winter, jadi, aku tidak ikut" ucap Fernandes lalu dia berbalik pergi meninggalkan ketiga rekannya disana dan langsung menggunakan sihir teleportasinya ke mansion Winter.
Si penjaga gerbang memperhatikan ketiga penyihir yang masih setia berdiri disana tanpa melakukan apa pun, "Aku akan menanyakannya sekali lagi."
Dia menatap dalam ketiga penyihir yang sekarang menatapnya dengan penasaran.
"Apa kalian bersedia berada disini sampai gerbang kembali muncul?" tanya penjaga gerbang dengan penuh penekanan. Mata merah itu tidak lepas memandangi ketiga penyihir yang entah kenapa menganggukkan kepala mereka secara bersamaan.
Si penjaga gerbang tersenyum puas. Dia mengetukkan tongkatnya beberapa kali ke atas tanah dan tersengar suara burung hantu yang saling bersahutan. Tiba-tiba saja angin bertiup sangat kencang membuat ketiga penyihir itu memejamkan mata mereka karena tidak mau ada debu-debu yang berterbangan masuk ke dalam mata mereka. Perlahan, angin yang bertiup kencang itu berubah menjadi hembusan angin lembut yang menenangkan membuat mereka bertiga perlahan membuka mata.
Mereka hanya bisa tertegun ketika melihat sebuah gerbang tinggi dengan cahaya keemasan yang mereka lihat sebelumnya telah berada di hadapan mereka.
"Apa-apaan ini" guma Chloe tidak percaya lalu dia menatap si penjaga gerbang yang sedang mengulurkan tangannya menyentuh gerbang sehingga gerbang tersebut terbuka.
"Semua penjaga gerbang mendapatkan hak istimewa terhadap Desiree Gate. Aku tidak pernah menggunakan hak istimewaku selama ini" ucap si penjaga gerbang lalu berbalik menatap tiga penyihir yang masih setia dengan keterkejutan mereka.
"Maka dari itu, aku memutuskan untuk menggunakannya kali ini dan berharap bahwa semuanya berjalan dengan lancar" ucap si penjaga gerbang lalu meminta para penyihir itu untuk masuk ke dalam.
"Sebentar! Ini terlalu aneh! apa maksudmu dengan hak istimewa?!" tanya Grace yang masih belum bisa menerima akan apa yang terjadi padanya.
"Bukankah kami para penyihir tidak diperbolehkan masuk ke dalam gerbang?" ucap Percy pada si penjaga gerbang yang tersenyum tipis.
"Apa kalian lupa dengan kalimat ini? Peraturan itu ada untuk dilanggar" si penjaga gerbang terkekeh pelan melihat ketiga penyihir tersebut menatapnya tidak percaya.
"Baiklah, harus aku katakan kepada kalian, para penyihir tidak boleh masuk ke dalam gerbang itu tidak benar. Semua orang bisa masuk ke dalam gerbang jika orang yang masuk ke dalam gerbang tidak memiliki niat jahat. Jadi, masuklah kalian ke dalam dan tolong pikirkan hal yang baik ketika kalian masuk jika tidak mau tubuh kalian terpental beratus-ratus meter" jelas si penjaga gerbang yang tentu saja masih menjadi tanda tanya di kepala mereka.
Walaupun begitu, Chloe langsung melangkahkan kakinya dengan mantap memasuki gerbang lalu disusul oleh Grace dan Percy yang mengekor di belakangnya. Si penjaga gerbang masuk ke dalam gerbang dan membiarkan gerbang tersebut menutup dengan sendirinya.
Mereka berada disebuah tempat yang cukup gelap, terdapat pohon-pohon tinggi tidak berdaun disekitar mereka, tanah yang mereka pijaki juga basah dan lembek. Terlihat gerombolan kelelawar terbang melewati mereka. Suara-suara aneh yang terdengar dan tidak tahu dari mana asalnya.
"Jadi, tujuan kalian masuk ke dalam gerbang ini adalah.." ucap si penjaga gerbang tiba-tiba membuat para penyihir itu langsung fokus kepadanya.
Si penjaga gerbang tersenyum, "Untuk membunuh para dewa.."
Bersambung