Chereads / Desiree Gate (Bahasa Indonesia) / Chapter 17 - Chapter 16

Chapter 17 - Chapter 16

Langkah kakinya terdengar bergema ketika melewati lorong-lorong besar dan sepi ini.

Wajahnya terlihat tegang bahkan mengabaikan setiap sapaan yang ia terima ketika melewati lorong tersebut. Langkahnya semakin ia percepat ketika melihat sebuah pintu besar dengan ukiran-ukiran rumit terpampang begitu saja di pelupuk matanya.

Tanpa melakukan basa-basi apa pun, dia membuka pintu besar itu dan terlihat lah sebuah ruangan cukup luas, dia melihat seseorang sedang duduk di kursinya dengan begitu banyak tumpukan kertas di atas meja kayu besar.

Seseorang yang duduk di kursinya itu terlihat tidak baik karena rambutnya yang acak-acakan serta kantung mata terlihat jelas dengan warna hitam bagaikan mata panda. Kumis dan janggut tipis mulai tumbuh di wajahnya dengan tatapan matanya begitu sayu mengarah kepada sosok yang membuka pintu ruangannya dengan brutal.

"Apa kau tidak bisa mengetuk pintunya terlebih dahulu?" ucap sosok yang duduk di kursi itu, sosok yang merupakan salah anggota asosiasi sihir.

Dia terkenal dengan panggilan Heize.

Siapa pun mengenal Heize yang bisa dikatakan sebagai pilar di asosiasi sihir.

Dia bukanlah ketua, dia hanyalah seorang pria yang suka diberikan tugas-tugas penting oleh asosiasi sihir bahkan oleh tetua sekali pun. Dia tidak punya posisi tetap di asosiasi sihir tetapi semua orang selalu mencari dia ketika ada sesuatu.

Heize hanyalah seorang penyihir biasa yang suka mendekam di ruangannya sambil membuat beberapa ramuan sihir untuk ia jadikan eskperimen, seorang pria 35 tahun dengan tubuhnya yang besar dan tegap. Tetapi, dia harus meninggalkan ruangan kesayangannya hanya untuk mendekam di ruangan besar ini dan berkencan dengan kertas-kertas menumpuk yang sepertinya selalu beranak pinak. Tidak ada tanda-tanda akan habis dalam waktu dekat.

"Jika aku mengetuknya terlebih dahulu, aku yakin kau tidak akan membukakannya untukku, kau pasti segera mengunci pintumu supaya tidak ada siapa pun yang masuk" jawab sosok yang membuka pintu tadi yang ternyata adalah Fernandes, penyihir tersebut berjalan menuju kursi yang ada di dalam ruangan lalu duduk disana sambil menatap jengkel Heize yang dengan santai kembali membaca isi surat yang ada di tangannya.

"Winter tidak ada di mansionnya, aku sudah mencarinya tetapi aku tidak menemukannya di mana-mana" ucap Fernandes setelah menghembuskan nafas frustasi.

Fernandes menyandarkan tubuh lelahnya itu ke kursi lalu mendongakkan kepalanya memperhatikan chandelier yang menggantung di ruangan besar milik Heize. Alisnya saling bertaut bingung, "Apa kau mengganti chandelier baru?"

Heize melirik Fernandes dengan mata sayunya yang meronta ingin menutup. Heize sebenarnya sangat mengantuk, tetapi kertas-kertas sialan ini tidak bisa ia tinggalkan begitu saja. Dia mendongak ke atas memperhtaikan langit-langit ruangannya, lebih tepatnya memperhatikan chandelier yang dimaksud oleh Fernandes.

"Viona menghancurkan yang lama sekitar tiga hari yang lalu mungkin? Jadi, ya, aku menggantinya dengan yang baru" jawab Heize sambil mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Kembali teringat bagaimana Viona meledakkan ruang kerjanya ini sehingga chandelier yang tergantung di atas terjatuh dan hampir saja meremukkan tubuhnya kalau tidak ada Benjamin yang melindunginya.

"Gadis temperamen itu benar-benar harus dibunuh. Kau tahu bukan? Amarahnya yang tidak wajar itu bisa menghancurkan desa ini suatu hari nanti" ucap Heize lalu menguap lebar. Sepertinya dia harus pergi tidur, kepalanya semakin sakit saja, dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia tidur.

"Ck, kenapa tidak dari dulu kalian membunuhnya? Dan apa kau dengar yang ku katakan sebelumnya? Winter tidak ada, dia menghilang" ucap Fernandes sambil menatap Heize malas.

Heize kembali menguap, "Bahkan keluarga bangsawan itu juga datang kemari, berkata kepadaku kalau Grace tidak kunjung kembali dari Hutan Terlarang. Benjamin juga bilang kalau Percy tidak juga hadir di pertemuan penyihir hari ini, Chloe juga tidak ada di ruangannya. Ada apa dengan orang-orang ini hm? Kenapa mereka melaporkan orang-orang hilang kepadaku? Apakah mereka pikir aku bisa menemukan mereka? Aku bukan cenayang dan sial! AKU SANGAT MENGANTUK!" pria itu tidak henti menggerutu dan berakhir dengan dia emosi dan melempar kertas-kertas itu dari mejanya.

"Dan persetan dengan Winter, memang kenapa kalau dia menghilang? Penyihir sialan itu sudah beberapa kali pergi seperti angin bukan? Kenapa kau begitu khawatir dan melaporkannya kepadaku? Biarkan saja dia pergi dan biarkan aku tidur!" seru Heize pada Fernandes yang menghembuskan nafasnya dengan pelan.

"Aku mengatakannya kepadamu karena ini benar-benar aneh. Kau dengar bukan kalau Grace, Percy, dan Chloe tidak kunjung kembali ke tempat masing-masing? Dan sekarang Winter juga menghilang, apa kau tidak merasa aneh?" ucap Fernades dan Heize hanya memberengut sambil memungut kembali kertas-kertas yang sudah ia hamburkan.

"Tidak ada yang aneh, yang aneh itu kau dan aku mau tidur" gerutu Heize lalu meletakkan kertas-kertas tersebut ke atas meja, dia menatap Fernandes dengan jengkel.

"Bisakah kau pergi? Aku mau tidur."

Fernandes tidak sekali pun melepas pandangannya dari Heize, "Penjaga gerbang tadi berkata adakah para penyihir yang ingin tinggal Hutan Terlarang sampai gerbang kembali muncul. Aku memilih untuk pergi karena aku tidak ingin berada disana, begitu pula Viona dan Benjamin. Yang tertinggal hanyalah Chloe, Grace, dan Percy. Tebak? Aku pergi ke mansion Winter dan Winter tidak ada disana, ketika aku kembali lagi ke Hutan Terlarang, mereka bertiga menghilang bersama dengan gerbang dan si penjaga gerbang. Aku juga mencari Winter dimana-mana tetapi aku tidak menemukannya, apa menurutmu tidak ada yang aneh, Heize?"

Heize menatap Fernades yang saat ini menantikan sebuah jawaban darinya. Sejak awal, Heize merasa bahwa tahun ini begitu aneh. Gerbang yang terlambat muncul, para penyihir yang tidak mendapatkan mimpi, kemunculan gerbang yang secara mendadak, Winter yang dihukum, semuanya begitu aneh, tetapi dia tidak terlalu ambil pusing akan hal itu. Tetapi, ketika mendengar semua penjelasan dari Fernandes membuat Heize mulai merasakan bahwa suatu hal yang aneh ini patut untuk dicaritahu.

"Lalu, kau ingin melakukan apa?" ucap Heize lalu dia meregangkan tubuhnya yang pegal, rasa kantuknya hilang begitu saja ketika otaknya mulai bekerja mencerna semua penjelasan Fernandes.

Fernandes menatap Heize dalam dan terlihat serius, "Aku ingin masuk ke dalam gerbang."

Heize terperangah menatap Fernandes, "Dasar gila."

***

Near memperhatikan pantulan bayangannya sendiri di permukaan danau. Bayangan wajahnya terlihat mengerikan karena riak air yang tercipta karena perahu yang melaju di atas danau ini. Dia memicingkan matanya menatap pulau yang terlihat begitu jauh di pelupuk matanya, dia yakin sudah begitu lama mereka berada di atas perahu ini tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa mereka akan semakin dekat dengan pulau. Bahkan dari sini saja, Near tidak melihat dermaga kecil yang ada di pinggir danau, dia yakin mereka sudah melaju jauh meninggalkan dermaga.

Pemuda 18 tahun itu melirik Winter yang hanya duduk diam di perahu, gadis itu dengan tenang memperhatikan langit membiarkan perahu ini bergerak sendiri setelah dia beri sihir. Winter berkata jika dia tidak mau mendayung perahu tersebut karena terlalu melelahkan. Near begitu ragu untuk membuka percakapan, dia begitu bosan hanya berdiam diri di atas perahu ini tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa bahkan mengatakan apa-apa karena seseorang yang ada di atas perahu ini bersamanya memilih bungkam dan seperti menganggap Near itu tidak ada.

Jika Near berada disini bersama Charlotte, mungkin mereka sudah membicarakan banyak hal, seperti kembali membahas pertarungan sengit antara Dewa Api, Winter, dan penjaga danau. Membicarakan Charlotte membuat Near teringat bahwa dia tidak mengatakan apa-apa kepada temannya itu sebelum pergi kesini, dia berharap Charlotte tidak terlalu panik karena dia yang tiba-tiba menghilang. Dia bahkan tidak tahu apakah dia bisa keluar dari gerbang ini hidup-hidup atau tidak, mengingat kembali bagaimana Azura dengan penuh amarah dan dendam berkata bahwa mereka tidak akan pernah bisa selamat bahkan tidak akan ada yang bisa melindungi mereka.

Seharusnya sejak awal, Near tidak perlu pergi kesini bukan? Seharusnya dia abaikan saja semua hal aneh yang terjadi kepadanya. Tetapi, tubuhnya dengan sendiri pergi ke Hutan Terlarang sehingga dia bertemu dengan Winter dan si penjaga gerbang yang berakhir dia masuk ke dalam gerbang. Melaksanakan sebuah misi yang dia tidak yakin bisa melakukannya. Walaupun ada Winter di dekatnya, Near merasa, bahwa dia tidak akan pernah bisa memetik Bunga Harapan dan melaksanakan apa yang dipinta oleh dewa dengan rambut keemasannya itu.

Dengan kesunyian yang tiada akhir ini, samar-samar Near mendengar sesuatu. Dia pun menajamkan pendengarannya, berusaha meyakini dirinya bahwa dia benar-benar mendengar sebuah suara. Dia melirik Winter yang bahkan tidak sekali pun membuka mulutnya. Suara tersebut terdengar seperti senandung kecil. Begitu merdu dan indah, terdengar samar, tetapi Near yakin suaranya berasal dari danau. Near melihat ke danau yang memantulkan bayangan wajahnya, dia memicingkan matanya ketika melihat sesuatu yang bergerak di bawah danau, terlebih suara itu semakin terdengar jelas. Suara itu seperti nyanyian lullaby yang selalu ia dengar di panti asuhan, nyanyian yang selalu Rachel senandungkan setiap malam ketika mereka hendak tidur.

Near melihat bayangan tangan yang terulur dari bawah danau, bayangan tersebut tidak terlihat jelas, tetapi bagaikan terhipnotis, Near mulai mendekat ke danau dan mengulurkan tangannya hendak meraih uluran tangan dari bayangan yang dia tidak tahu itu apa. Tetapi, sebelum tangannya menyentuh uluran tangan dari bayangn tersebut, dia melihat sebuah tombak es telah menghunus bayangan yang ada di bawah danau.

Near langsung menutup kedua telinganya ketika mendengar jeritan yang begitu nyaring dan mengerikan ketika hunusan tombak es itu mengenai bayangan yang ada di bawah danau, bayangan tersebut bergerak menjauhi perahu mereka. Near mendongak dan mendapati Winter lah yang menghunus bayangan itu dengan tombak es nya. Winter mencabut tombak es dari danau dan Near membelalakkan matanya ketika melihat sebuah cairan hitam pekat menempel di ujung tombak es milik Winter.

"Suara nyanyian mereka memang indah, hampir saja kau menjadi santapan mereka" ucap Winter, mengibaskan tombak es nya untuk menghilangkan cairan hitam pekat yang menempel disana.

Near bergetar ketakutan dan menatap Winter yang saat ini mengitari pandangannya disekitar danau, "A-apa itu Winter?" tanyanya dengan suara parau, Near berdehem karena merasa ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokannya. Kembali mengingat sebuah bayangan hitam mengerikan di bawah danau ketika tubuh kaku Azura jatuh masuk ke dalam danau.

Winter melirik Near sekilas lalu kembali menatap waspada disekitar mereka, "Siren, makhluk mengerikan itu sedang berusaha membuatmu jatuh ke danau ini dan memakanmu" jawab Winter membuat bulu kuduk Near berdiri.

Hampir saja dia menjadi santapan lezat makhluk mengerikan itu.

"Dan sepertinya, tidak hanya Siren yang ada di danau ini" gumam Winter.

Near menyerngitkan alisnya bingung, dan tepat setelah Winter menggumamkan kalimat tersebut, dia merasakan perahu yang mereka tumpangi bergetar, air danau yang awalnya begitu tenang tiba-tiba saja bergetar dan menghasilakn sebuah ombak kecil yang berhasil membuat perahu mereka terombang-ambing di tengah-tengah danau yang luas. Near menatap sekelilingnya dengan panik, dia juga melihat bahwa pulau yang awalnya terlihat di pelupuk matanya tiba-tiba saja terlihat begitu jauh.

"Apa pulau itu memiliki kaki? Kenapa aku merasa dia semakin jauh?" ucap Near membuat Winter melihat ke arah pulau. Gadis itu berdecak.

Sepertinya, memang mereka lah yang harus mengejar pulau itu. Apakah mereka harus main kejar-kejaran dengan sebuah pulau yang bisa bergerak sesuka hatinya? Terlebih, mereka berdua saat ini menghadapi sebuah makhluk yang akan muncul sebentar lagi dari bawah danau. Winter sampai bergumam di dalam hatinya, tidak habis pikir dengan para dewa yang membiarkan manusia terpilih itu melewati tantangan seperi ini.

Near tanpa sadar membuka mulutnya begitu lebar karena terkejut, membiarkan percikan air danau mengenai tubuhnya dan membuat bajunya basah. Itu semua karena dia melihat sebuah makhluk besar muncul begitu saja di dekat perahu mereka. Makhluk tersebut mempunyai tubuh yang besar dan terlihat seperti ular, dia memiliki sisik bagaikan sisik seekor naga. Tubuhnya yang besar dan tinggi membuat Near mendongakkan kepalanya untuk melihat ujung dari badan makhluk tersebut, dan dia terpaku ketika melihat sosok berbadan ular tersebut adalah seekor naga. Makhluk mengerikan itu memiliki mata yang merah dengan moncongnya yang terbuka mengeluarkan suara keras yang memekakkan telinga, Near bisa melihat gigi-giginya yang tajam dan runcing, dia bisa merasakan bagaimana tubuhnya akan sakit jika terkoyak dengan gigi-gigi besar itu.

Winter berdecih, mereka benar-benar tidak bisa lari karena mereka berada di tengah danau, entah mereka memang berada di tengah danau dia juga kurang tahu, dia kembali melirik pulau yang semakin menjauh saja dari mereka. Winter pun melirik Near yang terpaku seperti orang bodoh, tubuh pemuda itu gemetar ketakutan dan dia bisa melihat bagaimana iris mata Near bergetar melihat makhluk besar mengerikan itu ada di depan mata mereka.

Winter bergumam, apakah para dewa itu sengaja membiarkan makhluk mengerikan ini ada disini hanya untuk menghentikan mereka?

Yeah, dia tidak peduli karena dia yakin dia bisa membunuh monster yang saat ini mengeluarkan suara keras sehingga perahu mereka terdorong. Tetapi, bagaimana dengan Near yang bersamanya? Jika dia menyuruh Near berenang, pulau yang harus mereka kunjungi ternyata bisa berjalan sesuka hatinya, semakin mereka mendekat, pulau itu malah semakin menjauh, belum ada Siren di bawah danau ini dan beberapa makhluk mengerikan lainnya yang tidak mereka ketahui.

"Hah, gila rasanya" gerutu Winter, dia pun mengubah tombak es yang ada di tangannya menjadi sebilah pedang dengan mata pedangnya yang besar seperti milik Dewa Api.

Pedang tersebut terlihat memiliki asap putih di sekitarnya, pedang besar itu seperti baru saja keluar dari lemari pendingin, terdapat permata berwarna biru di pedang tersebut. Winter mengganggam pedang besar itu dengan satu tangannya, dia memasang kuda-kuda lalu melirik Near yang terkagum-kagum melihat pedang besar milik Winter.

"Jangan terpaku seperti orang bodoh, Near, gunakan dayung itu dan sebisa mungkin kau menjauh darisini, aku akan membunuh monster besar ini" ucap Winter dan dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata Near, Near melihat Winter melesat begitu saja menebaskan pedangnya pada monster itu.

Pedang tersebut tidak sepenuhnya membelah dua tubuh monster tersebut, tetapi mata pedang yang dingin itu berhasil membuat si monster berteriak kesakitan, suara teriakannya bagaikan suara gemuruh petir. Near dengan tangan gemetar meraih dayung yang memang terletak begitu saja di perahu lalu mulai mengayuh perahu tersebut menjauhi tempat dimana si monster berada. Dia mengayuh perahunya dengan cepat sambil melihat bagaimana Winter berusaha membunuh monster itu. Winter terbang kesana kemari dan melompat di tubuh si monster yang panjang dan besar. Pedang besar Winter menebas tubuh si monster dan bahkan dia menghunus ujung pedangnya ke mata si monster.

"WINTER!" bahkan Near tanpa sadar berteriak ketika melihat monster itu mengeluarkan sebuah cairan aneh dari mulutnya dan mengenai Winter. Dia melihat Winter terpental begitu saja dan tubuhnya mendarat sempurna di atas permukaan air danau yang langsung berubah menjadi es ketika tubuh Winter mendarat disana.

Near terpaku di tempatnya, memperhatikan bagaimana Winter berusaha berdiri dengan tubuhnya yang basah karena terkena cairan dari monster itu. Terdapat beberapa lebam di wajah Winter, gadis itu menyentuh permukaan es yang telah menahan tubuhnya dan es tersebut melesat begitu saja ke arah si monster dan menghunus tubuh monster tersebut yang menggeliat sambil berteriak kesakitan. Winter melihat sekelilingnya lalu meraih pedang besar yang ternyata tergeletak tidak jauh dari tempatnya jatuh. Gadis itu dengan kecepatan cahaya menghunuskan pedangnya ke arah si monster. Winter beberapa kali berdecak karena monster ini tidak ada tanda-tanda akan mati padahal pedang yang Winter gunakan merupakan pedang yang memang dibuat khusus untuk menghabisi monster-monster kuat seperti monster yang ia hadapi sekarang.

Near menggenggam erat dayung yang ada di tangannya, dia memperhatikan pertarungan Winter sambil menahan nafasnya tanpa sadar. Rasanya dia ingin membantu Winter, terlebih ketika dia melihat Winter beberapa kali terpental di atas permukaan danau, gadis itu terluka dan dia masih berusaha berdiri untuk menghabisi monster mengerikan itu. Near disini tidak bisa melakukan apa-apa membuat Near merasa bahwa dia sangat tidak berguna. Dia hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki sihir apa pun. Apakah benar-benar tidak ada yang bisa dia lakukan untuk membantu Winter?

Monster itu mengeluarkan suara yang begitu keras menciptakan riak air yang kuat sehingga perahu yang ditumpangi Near bergoyang, Near berusaha menyeimbangkan tubuhnya supaya dia tidak terjatuh ke dalam danau tetapi sayangnya, gelombang besar itu membuat perahu bergoyang begitu kuat sehingga perahu tersebut terbalik dan menyebabkan Near terjatuh masuk ke dalam danau.

Winter yang sedang menghindari serangan dari monster laut itu membulatkan matanya ketika melihat perahu milik mereka telah terbalik begitu saja.

"Sial!"

Bersambung