Suasana di sekitar mereka begitu dingin dan tegang. Terlebih ketika Winter mengeluarkan tombak es nya dan menghunus tombak tersebut tepat di dekat mata seseorang yang mengenakan jubah hitam. Near hanya bisa menatap kejadian itu dengan keringat dingin mengalir di kedua pelipisnya, dia menatap Winter serta sosok berjubah hitam tersebut secara bergantian. Sosok berjubah hitam masih dalam posisi yang sama, mengangkat kedua tangannya.
Winter semakin mendekatkan tombak es itu ke arah sosok berjubah hitam, mata kucingnya bagaikan mata pisau yang di asah ribuan kali, begitu tajam dan berhasil membuat siapa pun bergidik ketika melihatnya.
"Aku tanya sekali lagi, siapa kau?" suara yang mengalahkan dinginnya es tersebut membuat sosok berjubah hitam perlahan membuka tudung jubahnya.
Terlihatlah surai berwarna jingga bagaikan langit ketika matahari kembali ke peraduannya. Rambut jingga nya itu memiliki potongan yang pendek dan rapi, rahangnya yang tajam dan tegas serta terdapat belahan di dagunya. Sosok tersebut begitu tampan dengan matanya yang tajam bagaikan elang yang sedang mencari mangsa, alis mata yang tebal, hidung yang mancung dan tinggi serta bibir tebal itu mengukirkan sebuah senyuman tipis kepada Winter dan Near yang masih terpaku di tempat mereka berdiri.
Manik amber tersebut memperhatikan bagaimana Winter masih menghunuskan tombak es itu kepadanya dengan jarak yang sama seperti sebelumnya. Dia hanya bisa maklum melihat Winter yang begitu waspada kepadanya.
"Tenanglah Winter, aku bukan musuhmu, aku datang kesini untuk menjemput kalian sebelum kita bertemu dengan nenek sihir itu" ucap sosok berjubah hitam yang saat ini menatap lekat Winter yang masih saja setia dengan posisinya.
Perlahan, Winter pun mengikis jarak ujung tombaknya dari wajah sosok tersebut dan membiarkan tombak itu menghilang begitu saja. Tatapan matanya masih melukiskan rasa waspada pada sosok berjubah hitam yang masih setia mengukirkan senyuman manisnya kepada dua manusia yang memiliki perbedaan ekspresi di wajah mereka. Satu waspada dan seperti siap membunuhnya, lalu satu lagi terlihat tegang dan juga kebingungan melebur menjadi satu.
"M-maaf tuan, kalau boleh tahu, anda ini siapa?" tanya Near gugup.
Sosok tersebut menatap Near lembut, "Saya adalah Dewa Api, kalian sebelumnya telah bertemu dengan Dewi Cahaya bukan? Kurang lebih dia telah menjelaskan semuanya kepada kalian berdua kenapa kalian bisa berada di sini" jelas sosok yang merupakan Dewa Api tersebut.
Near yang mendengar penjelasan dari sosok berjubah hitam itu hanya bisa berpikir, berapa jumlah dewa yang ada di dunia ini? Apakah mereka sangat banyak? Karena, dia tidak pernah mendapatkan cerita mengenai Dewa Api ketika dia membaca buku di perpustakaan. Atau dia melewati cerita tentang si Dewa Api ini? Dia memilih untuk memperhatikan bagaimana sang dewa mengalihkan pandangannya ke arah perahu yang berada di pinggir dermaga.
"Apa maksudmu dengan menjemput kami? Dan siapa itu nenek sihir?" ucap Winter dengan nada menuntut penjelasan, gadis itu masih terlihat dingin dan waspada membuat Dewa Api tidak bisa melakukan apa-apa mengenai tingkah Winter tersebut.
"Kau lihat bukan ada sebuah pulau di sana?" ucap Dewa Api sambil menunjuk sebuah pulau kecil yang ada di tengah danau.
"Danau ini begitu luas, sangat luas dari apa yang kalian lihat. Maka dari itu, kalian harus singgah ke pulau sana untuk menyeberangai danau tersebut. Itu semua karena pulau tersebut memiliki jalur cepat untuk bisa menyeberangi danau" jelas si Dewa Api dan menatap Winter serta Near yang memandang jauh pulau kecil yang ada di tengah danau.
"Jika kalian pikir, pulau itu hanyalah sebuah pulau kecil, kalian salah. Sudah aku katakan sebelumnya bukan? Danau ini begitu luas, dan jarak dari dermaga menuju pulau bahkan bisa memakan waktu yang lama. Kalian tentu bisa langsung melewati danau ini tanpa singgah ke pulau, tetapi aku tidak yakin kalian bisa menyeberangi danau ini dengan selamat atau di makan oleh makhluk mengerikan yang ada di bawah danau" ucap Dewa Api yang membiarkan mereka menatap ke arah danau yang terlihat indah di pelupuk matanya.
Siapa yang menyangka bahwa danau indah tersebut menyimpan sebuah makhluk mengerikan di bawahnya?
"Jadi, kau akan memandu kami menyeberangi danau ke pulau, mencari jalur cepat untuk menyeberangi danau ini?" tanya Winter.
"Iya, Winter" ucap Dewa Api dan mengeluarkan pedangnya dari kobaran api yang ada di tangannya.
Near tertegun ketika melihat sang dewa memiliki sebuah pedang yang sangat besar. Wajahnya yang tadi terlihat teduh karena senyuman manisnya, sekarang berubah menjadi mengerikan dengan mata elangnya menatap tajam tepat di belakang Near. Begitu pula dengan Winter yang mengeluarkan tombak es nya dan sudah membalikkan tubuhnya mengarah ke belakang Near membuat pemuda 18 tahun tersebut ikut berbalik untuk melihat siapa yang Winter dan Dewa Api lihat sampai-sampai mereka memasang wajah menyeramkan seperti itu.
Di situlah Winter melihat seorang wanita dengan paras yang cantik, dia memiliki rambut pendek berwarna biru tua dengan manik matanya yang berwarna setipa dengan warna rambutnya. Sosok tersebut mempunyai tubuh yang tinggi dan langsing. Dia berdiri tidak jauh dari Near dengan sorot mata begitu dingin ke arah mereka. Kedua tangannya terlipat di depan dada dengan bibir saling terkatup rapat.
"Siapa dia?" bisik Near dengan matanya tidak lepas menatap si wanita yang saat ini berdecih dan mulai berjalan mendekati mereka.
"Near, berdiri di belakangku" ucap Winter sambil menarik Near untuk berdiri di belakangnya tepat ketika wanita tersebut berjalan mendekati mereka, dan tepat saat itu juga Dewa Api telah berdiri di depan Winter dengan pedang besarnya mengarah kepada si wanita yang langsung menghentikan langkahnya karena ujung dari pedang tersebut hanya berjarak satu senti dari dagunya.
"Kau benar-benar pengkhianat menjijikkan, Dewa Api. Cih, kau bahkan tidak pantas di panggil dewa, kau sama saja dengan laki-laki keparat itu!" seru wanita itu marah tetapi tidak sekali pun membuat Dewa Api gentar. Tatapannya begitu tajam menghunus manik biru tua yang saat ini terlihat semakin gelap karena amarahnya yang meledak.
"Justru kalian lah yang menjijikkan" desis Dewa Api kesal, mengeluarkan kobaran api yang besar dari pedang besarnya membuat si wanita itu melompat mundur karena tidak ingin tubuhnya terbakar oleh api abadi milik sang dewa.
Winter sendiri hanya bisa memperhatikan perdebatan di antara sang dewa dengan seorang wanita yang saat ini mengulurkan tangannya ke arah danau, tepat ketika tangannya terulur ke arah danau, Winter melihat air dari danau tersebut mulai bergerak dan mengarah ke si wanita yang meraih gumpalan air tersebut dengan tangannya. Gumpalan air itu berubah bentuk menjadi sebuah pedang panjang, pedang tersebut terlihat bercahaya.
"Kalian tidak akan pernah bisa melewati danau ini, kalian akan mati di tanganku" ucap wanita tersebut sambil mengarahkan pedangnya ke Dewa Api.
Sebelum wanita itu melakukan penyerangan, dia di kejutkan dengan sebuah panah yang melesat melewatinya. Panah tersebut berhasil menggoresi wajahnya dan panah tersebut mengeluarkan ledakan yang cukup kuat ketika menyentuh batang pohon di belakang si wanita. Dia terpaku di tempatnya berdiri sambil menyentuh pipinya yang mengeluarkan darah berwarna hitam pekat. Dia menatap nyalang ke arah sosok yang dengan beraninya mengarahkan panah tersebut kepadanya.
"Kau!"
Dewa Api tertegun dan menoleh ke arah Winter yang masih dalam posisi memanah. Dia telah membentuk sebuah panah menggunakan sihir es nya. Dia terlihat tenang dan tidak sekali pun takut akan tatapan membunuh dari si wanita yang mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
Near sendiri hanya bisa terpaku di tempatnya berdiri karena kejadian tersebut begitu cepat. Winter bahkan mengganti tombak es nya menjadi sebuah panah lalu melesatkan anak panahnya ke arah wanita tersebut.
Inikah kekuatan penyihir terkuat di Floradivia?
"Yang akan mati di sini adalah kau" ucap Winter dingin.
"Siapa wanita jelek ini, huh?" tanyanya sambil menatap Dewa Api yang masih saja tertegun dengan kejadin yang ada di depan matanya.
'Pantas saja dia bersikeras membiarkan gadis ini masuk ke dalam gerbang.'
Dewa Api tersenyum, "Namanya Azura, si penjaga danau" jawab Dewa Api lalu dengan cepat dia menebaskan pedang besarnya karena melihat wanita yang bernama Azura tersebut dengan cepat berlari ke arahnya dan hendak menebas pedang miliknya ke leher Dewa Api.
Azura melompat mundur sambil berdecih, memang sulit melawan seorang dewa, tetapi, dia benar-benar tidak boleh membiarkan orang-orang tersebut melewati danau.
***
Near hanya bisa berdiri di tempatnya ketika melihat Dewa Api dan Winter bertarung dengan si penjaga danau yang bernama Azura. Mereka bertarung dengan sengit sedangkan dia hanya bersembunyi di dekat ladang Bunga Edelwis sambil memperhatikan mereka berusaha membuat Azura kalah atau mungkin yang terburuk adalah membuat si penjaga danau itu mati. Mereka berdua terlihat berapi-api ingin membunuh Azura yang tidak sedikit pun merasa kewalahan melawan dua orang sekaligus. Dia hanya terlihat kewalahan ketika Dewa Api mulai mengobarkan apinya lewat mata pedangnya yang besar.
Winter sendiri telah mengubah panah es nya dengan pedang ketika dia melawan Azura melalui pertarungan jarak dekat seperti ini. Di bantu dengan Dewa Api yang selalu mengeluarkan api lewat pedang besarnya, Winter dengan mudah menghunus pedang es nya ke arah Azura tetapi dia selalu meleset. Winter berdecak ketika dia tidak bisa membiarkan ujung mata pedangnya yang sangat beracun itu menghunus jantung Azura. Dia harus membunuh si penjaga danau ini karena dia begitu kuat. Padahal salah satu musuhnya adalah seorang dewa. Tetapi, dia bisa dengan mudah menghindari beberapa serangan dari mereka berdua.
Winter melirik ke arah ladang Bunga Edelwis di mana dia menyuruh Near untuk bersembunyi di sana. Dia ingat akan pesan dewa yang memiliki rambut keemasan untuk terus menjaga Near sampai mereka tiba di Bukit Desiree. Sebenarnya ini tugas yang melelahkan. Dia tidak terlalu suka mengeluarkan kekuatan sihirnya hanya untuk melindungi seseorang yang lemah. Near hanya seorang manusia biasa dan dia juga sepertinya tidak mempunyai ilmu bela diri hanya untuk menghindari serangan ringan dari musuhnya.
"Lihat kemana kau?"
Winter dengan cepat mengeluarkan tameng es nya ketika melihat Azura hendak menebaskan pedangnya itu kepadanya. Winter melompat mundur dan mendarat dengan susah payah di atas tanah lalu dia kembali melindungi kepalanya menggunakan tameng es ketika Azura dengan membabi buta melayangkan pedangnya itu ke arahnya. Walaupun pedang milik Azura tidak besar seperti Dewa Api, tetapi tekanan yang di berikan oleh pedang tersebut berhasil membuat Winter bertekuk lutut, dia berusaha menahan pedang tersebut dengan tameng es nya, dan menahan tubuhnya dengan meletakkan tangannya di atas tanah.
DUAR!
Winter melihat Azura melayang di udara dengan tubuhnya yang sedikit berasap lalu tergeletak begitu saja di atas tanah. Winter melirik Dewa Api yang ternyata melayangkan bom api ke arah Azura yang saat ini berusaha untuk berdiri. Dia menahan tubuhnya menggunakan pedang yang tertancap di tanah, matanya menatap tajam pada Winter dan Dewa Api.
"Tidak ada waktu lagi Winter, bawa Near bersamamu, biar aku yang menghadapi Azura di sini. Maaf, aku tidak bisa ikut dengan kalian menyeberangi danau. Yang harus kalian ingat adalah, jangan pernah terbuai dengan suaranya yang indah" bisik Dewa Api kepada Winter yang mengernyitkan alisnya.
"Apa maksudmu kau melawan dia di sini? Kau tidak lihat bagaimana luka-lukanya dengan cepat menutup dan sembuh?" ucap Winter kesal, dia bahkan tidak bisa bereaksi apa pun ketika melihat tubuh Dewa Api terdorong begitu saja karena Azura menendangnya dengan kuat. Tubuh besar sang dewa menghantam batang pohon di belakangnya, menyebabkan suara yang sangat keras serta hancurnya batang pohon besar tersebut.
BOOM!
Dewa Api kembali melempar bom api kepada Azura yang langsung melindungi dirinya menggunakan tameng yang terbuat dari air. Semburan asap menguar begitu saja membuat Winter harus menajamkan penglihatannya karena bisa saja Azura menyerang dia secara tiba-tiba.
"Cepat pergi dari sini Winter!" seruan dari Dewa Api membuat Winter berdecak kesal.
Dengan tangan terkepal erat, dia mulai berlari ke tempat Near bersembunyi. Tetapi, Azura menghalanginya dengan menghunuskan pedang tersebut kepadanya dan dengan cepat pula Winter menangkis serangan tersebut menggunakan pedang es nya.
Dia menendang Azura dengan kuat lalu mendarat dengan sempurna di atas tanah. Dia melihat Near yang memperhatikan pertarungan mereka dengan wajah khawatir. Winter berlari ke arahnya, "Cepat Near! Lari ke arah dermaga!" serunya membuat Near sedikit terkejut tetapi dia langsung berdiri lalu berlari ke arah dermaga seperti yang di katakan Winter.
"TIDAK AKAN AKU BIARKAN KALIAN PERGI!"
Winter berhenti berlari dan membalikkan tubuhnya, dia mengulurkan tangannya lalu menciptakan butiran salju yang ada di tangannya membentuk sebuah kunai lalu dia mengarahkan kunai tersebut ke arah Azura yang dengan gesit menghindari semua serangan kunai milik Winter. Penyihir itu berdecak kesal dan dengan cepat mengeluarkan pedang es, dia bersiap menghunus pedang es beracunnya itu ke jantung Azura tetapi Dewa Api berhasil menghentikan Azura yang hendak menyerang Winter.
"Pergilah!" seru Dewa Api dengan nada frustasi.
Winter dengan perasaan campur aduk mulai berlari menuju dermaga, dia melihat Near sudah ada di sana dengan tatapan khawatir, "Bagaimana dengan Dewa Api?" tanya Near tetapi Winter tidak menjawabnya.
Dia merasa ada yang aneh dengan si penjaga danau itu. Dia hanyalah seorang penjaga danau tetapi kekuatannya hampir sama dengan seorang dewa. Terlebih ketika luka-luka yang ia dapatkan sembuh dengan sendirinya dan itu terjadi dengan cepat.
"Naik ke perahu cepat!" seru Winter membuat Near tersentak kaget lalu segera menaiki perahu, membiarkan Winter memotong tali yang terikat di dekat dermaga lalu dia melompat menaiki perahu. Dia mendorong perahu tersebut dengan sekuat tenaga menggunakan dayung.
Dia menatap Dewa Api yang masih bertarung dengan Azura yang beberapa kali berlari ke arah mereka dan hendak menyerang mereka menggunakan sihir air nya. Tetapi, dengan cepat Dewa Api menghentikan serangan Azura. Dari jarak ini, dia bisa melihat kobaran api yang besar serta gelombang air bagaikan ombak besar di pantai. Pertarungan yang mungkin tidak bisa di menangkan oleh api karena api akan mati jika terkena air.
"Apa…Dewa Api akan baik-baik saja bertarung sendirian dengan wanita itu?" tanya Near kepada Winter yang langsung menolehkan kepalanya ke arah pemuda 18 tahun yang duduk dengan kaku.
"Dia seorang dewa, jadi, dia pasti baik-baik saja" ucap Winter sambil memperhatikan sebuah ledakan besar yang ada di pinggir danau.
"KALIAN AKAN MATI! KALIAN INGAT ITU! PARA PENGKHIANAT MENJIJIKKAN ITU TIDAK AKAN PERNAH BISA MELINDUNGI KALIAN! KALIAN TIDAK AKAN PERNAH BISA MEMETIK BUNGA ITU! TERUTAMA KAU NEAR! TUNGGU SAJA! AKU AKAN MEMBUNUHMU!"
Seruan itu membuat keduanya terpaku. Mereka melihat Azura berada di pinggir dermaga dengan baju yang beberapa bagian terbakar karena terkena api milik Dewa Api. Tetapi, yang membuat mereka terpaku dan tidak bisa berkata apa-apa adalah ketika mereka melihat pedang besar itu menebas leher Azura sehingga kepala wanita itu terputus dari tubuhnya.
Winter melihat bagaimana api berkobar marah di sekitar tubuh Dewa Api sambil menatap dingin tubuh kaku Azura perlahan jatuh dan masuk ke dalam danau. Near tidak bergerak dari tempatnya ketika melihat sebuah bayangan besar mengerikan di bawah danau mulai mengoyak tubuh Azura dengan ganasnya.
Sepertinya, di balik danau yang indah ini, terdapat makhluk mengerikan yang sedang menunggu mereka terjatuh ke dalam air.
Bersambung