"Bisa kau ulangi lagi apa yang kau katakan sebelumnya?" ucap Chloe sambil menatap si penjaga gerbang dengan raut luar biasa bingung.
Semua yang terjadi saat ini sangat membingungkan. Sejak awal mereka masuk ke dalam gerbang dan berada di tempat yang entah ada dimana. Lalu, semuanya semakin aneh ketika si penjaga gerbang malah meminta dia dengan kedua rekannya untuk membunuh para dewa. Bukankah semuanya tidak masuk akal? Chloe bahkan tidak bisa mencerna semua yang dikatakan oleh si penjaga gerbang karena setiap kalimat yang keluar dari pria berambut perak itu semakin membuatnya pusing tujuh keliling.
Si penjaga gerbang hanya tersenyum tipis menanggapi kebingungan Chloe, "Tujuan kalian kesini adalah untuk membunuh para dewa" ucapnya begitu ringan tanpa ada beban sedikit pun ketika dia mengatakannya.
"SEBENTAR!" seru Grace sambil mengangkat tangannya menyuruh si penjaga gerbang untuk tidak mengatakan hal yang semakin membuatnya bingung.
Gadis dengan mata hijaunya itu menatap bingung si penjaga gerbang yang saat ini terlihat seperti pergi piknik. Dia terperangah lalu memijit pangkal hidungnya karena merasa dia telah terperangkap ke sebuah perangkap mengerikan yang bahkan mengalahkan perangkap beruang. Dia menatap tidak percaya si penjaga gerbang.
"Kau pikir kami mau melakukannya? Apa kau kehilangan akal sehatmu?!" seru Grace kesal dan menjambak rambutnya dengan kuat.
"Tahu begini aku memilih untuk tidak masuk ke dalam gerbang sialan ini!" gadis bermata hijau itu kembali berseru, dia hanya bisa mengomel tidak jelas sambil mengacak rambutnya frustasi.
Chloe masih terpaku dan tidak tahu harus merespon apa ketika dia tahu bahwa dia ditugaskan untuk membunuh para dewa. Hanya Percy yang begitu tenang di tempatnya sambil mengelus janggut panjangnya dengan wajah berpikir. Dia menatap si penjaga gerbang yang sibuk meniup ujung kukunya dengan acuh tak acuh. Dia menikmati respon yang berbeda-beda dari ketiga penyihir yang ia bawa masuk ke dalam gerbang ini.
"Apa ada sesuatu yang tidak beres terjadi disini?" tanya Percy setelah sekian lama dia terdiam.
Pertanyaan Percy membuat semua mata langsung tertuju kepadanya. Grace berhenti mengacak rambutnya, dia merapikan rambutnya tersebut sambil menatap lekat Percy yang menantikan sebuah jawaban dari si penjaga gerbang yang tersenyum lebar.
"Sudah kuduga kau orang yang peka! Jawabanmu benar, Tuan Percy! Para dewa saat ini terlihat kacau. Mereka tidak terlihat seperti diri mereka sendiri, walaupun masih ada beberapa dewa yang baik-baik saja dan malah ikut andil dalam rencana ini" jelas si penjaga gerbang yang berhasil menarik perhatian Chloe.
"Jadi, para dewa ini saling berperang satu sama lain?" tanya Chloe dengan raut penuh antusias.
"Hmm…., yaa bisa dikatakan seperti itu. Makanya, aku memerlukan kalian. Kalian adalah penyihir terkuat di desa kalian" jelas si penjaga gerbang.
"Lalu, apa yang sebenarnya dicari oleh manusia terpilih itu? Apakah ini ada hubungannya dengan pecahnya para dewa?" tanya Percy lagi kepada si penjaga gerbang yang menepuk tangannya beberapa kali sambil menatap kagum Percy.
"Kau benar!" jawab si penjaga gerbang lalu memperhatikan sekelilingnya.
"Sebenarnya kita tidak ada waktu untuk berbasa-basi. Aku akan menjelaskan secara singkat kenapa kalian ada disini. Tujuan kalian selain membunuh para dewa, juga menghentikan keenam manusia terpilih untuk memetik Bunga Harapan" ucap si penjaga gerbang membuat ketika penyihir tersebut mengernyitkan alis mereka.
"Bunga Harapan?" tanya Grace bingung dan si penjaga gerbang mengangguk.
"Itulah yang dicari oleh manusia terpilih, Bunga Harapan. Mereka harus memetiknya sebelum bunga tersebut layu dan tidak pernah mekar lagi. Maka dari itu, kalian harus sekuat tenaga tidak membiarkan mereka memetik bunga tersebut" jelas si penjaga gerbang dan Percy langsung menganggukkan kepalanya mengerti.
"Apa yang terjadi jika kami tidak membiarkan mereka memetik bunga itu?" tanya Chloe penasaran.
Si penjaga gerbang tersenyum lebar.
"Maka para dewa akan murka dan marah. Mereka akan membunuh para manusia terpilih itu jika gagal memetik bunga tersebut" ucap si penjaga gerbang membuat ketika penyihir tersebut terpaku di tempat mereka berdiri.
"Maka dari itu, ketika para dewa tersebut marah, disanalah tugas utama kalian terlaksana" ucapnya lagi dengan suara pelan dan terkesan dingin.
"Bunuh mereka semua, saat itu juga."
***
Charlotte melihat bagaimana dua manusia terpilih lain yang menatapnya dengan tatapan ketakutan tetapi juga terlihat ingin menghabisinya. Gadis dengan rambut merahnya itu mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dia mendelik tajam pada Azura yang hanya menyeringai kecil dan terlihat menikmati suasana tegang nan mengerikan di antara mereka.
"Kalian tahu bukan bahwa waktunya terbatas? Jika kalian tidak bisa menangkapnya dan membawa matanya kepadaku, maka kalian lah yang akan menggatikannya" ucap Azura dengan seringainya yang terlihat mengerikan.
Salah satu manusia terpilih dengan rambut cepaknya itu menatap Charlotte dengan manik matanya yang bergetar ketakutan, mereka bahkan tidak dibekali senjata apa pun, tetapi jika memiliki niat untuk menghabisi seseorang, semua benda yang ada disekitar bisa menjadi senjata. Begitu pun yang dilakukan oleh si rambut cepak yang meraih sebuah batang pohon besar yang ada di dekat kakinya lalu berlari bak kesetanan ke arah Charlotte.
Salah satu manusia terpilih yang menggelung rapi rambutnya itu hanya bisa memejamkan mata dengan kuat sambil mulutnya berkomat-kamit, tubuhnya bergetar hebat dan Charlotte tidak ada waktu untuk memperhatikan gadis itu lebih jauh bukan? Nyawanya yang terpenting terlebih ketika melihat si rambut cepak itu sudah berjarak cukup dekat padanya dengan kedua tangan menggenggam erat batang pohon besar, bersiap menghantamkan benda keras itu ke kepalanya.
Charlotte langsung menghindar dan menjenggal kaki si rambut cepak sehingga dia kehilangan keseimbangan lalu jatuh tersungkur menyapa tanah. Si rambut cepak merintih kesakitan sambil memegang dagunya dan menatap Charlotte dengan tatapan kesal tak lupa kedua matanya telah basah oleh air mata. Charlotte memasang badannya dan menatap waspada si rambut cepak, dia tidak tahu kapan si rambut cepak itu menyerang dan dia tidak bisa lengah begitu saja. Terlebih, dia juga tidak boleh lengah pada Azura, si penjaga danau menjijikkan itu.
Wanita menyebalkan itu memiliki aura yang jauh berbeda dari si penjaga gerbang yang bahkan tidak pernah menyebutkan namanya.
Charlotte melirik si remaja 15 tahun dan si pria dengan rambut cokelatnya yang panjang dan nyaris menyentuh alis. Mereka berdua hanya terpaku di tempat mereka berdiri melihat si rambut cepak berusaha keras berdiri sambil meraih batang pohon yang terjatuh begitu saja disamping tubuhnya.
"KYAAA!!!!"
Teriakan nyaring khas perempuan itu membuat Charlotte membalikkan tubuhnya dan melihat si gadis yang rambutnya digelung sudah berlari ke arahnya dengan raut wajah ketakutan, di tangannya sudah ada sebuah kayu yang ujungnya runcing, dan arah kayu tersebut menuju mata Charlotte. Gerakan si gadis begitu lamban, mungkin karena dia terlalu takut serta tubuhnya yang bergetar membuat Charlotte dengan mudah menangkis tangan si gadis sehingga kayu yang ada digenggamannya terlepas. Melihat raut wajah panik si gadis tidak membuat Charlotte menurunkan egonya untuk menghabisia siapa pun yang berusaha menjatuhkannya. Dengan sekuat tenaga ia layangkan tendangan kuat ke arah perut si gadis sehingga tubuh gadis itu terpental jauh dan mendarat sempurna di atas tanah. Terdengar suara retakan dan teriakan sakit dari si gadis. Dia meronta-ronta bak cacing kepanasan sambil menyentuh punggungnya yang mungkin patah karena hantaman keras.
Charlotte menghembuskan nafasnya dengan kuat dan dengan cepat dia membalikkan tubuhnya lalu melayangkan sebuah tinjuan yang sangat kuat ke wajah si rambut cepak ketika dia merasakan ada pergerakan cepat di belakangnya. Dia melihat tubuh si rambut cepak terpental dengan wajah dipenuhi oleh darah, laki-laki itu merintih kesakitan sambil memegang wajahnya yang terkena pukulan Charlotte.
"Aku tidak akan segan membunuhmu kalau kau mencoba menyerangku lagi, kau tidak mau bukan nasibmu berakhir seperti gadis sialan disana itu? Kau mau kupatahkan juga tulang belulangmu?" ucap Charlotte dengan tatapannya yang sedingin es ke arah si rambut cepak yang langsung ketakutan dan memundurkan tubuhnya sehingga bersentuhan dengan si remaja 15 tahun yang menatap Charlotte dengan tatapan yang sama dengan si rambut cepak.
Hanya si pria dengan rambut panjangnya itu yang tidak sekali pun menatap Charlotte takut bahkan dia tidak melakukan apa-apa selain memperhatikan semuanya dalam diam.
"Ah, sial sekali, ternyata kalian para manusia yang membosankan" gerutu Azura dan terdengar suara teriakan yang memilukan dari si gadis yang rambutnya digelung.
Charlotte tidak kuasa menahan amarahnya ketika melihat Azura telah menginjakkan kakinya tepat di atas perut si gadis bahkan melakukannya berulang kali sampai si gadis tidak sadarkan diri dengan mulutnya dipenuhi oleh darah. Kedua tangan Charlotte terkepal erat ketika melihat Azura mengeluarkan sebilah pedang dari gumpalan air yang mengarah kepadanya. Wanita itu tertawa dengan jahatnya ketika melihat raut tegang dari keempat manusia yang saat ini bahkan tidak bisa melakukan apa-apa.
"Sayang sekali aku tidak bisa membunuh kalian semua, kalau kalian mati, siapa yang akan memetik bunga sialan itu?" ucap Azura dengan memasang wajah pura-pura sedih. Terdengar suara bilah pedang yang begitu tajam ketika Azura menebas pedangnya ke udara.
"Mari kita bersenang-senang, gadis berambut merah~" ucap Azura tersenyum manis pada Charlotte yang berusaha menahan amarahnya pada wanita menyebalkan itu.
Tatapan mata Azura tertuju pada ketiga manusia terpilih yang berada tidak jauh dari belakang Charlotte. "Kalian bisa pergi ke dermaga dan menyeberang ke pulau sana. Kalau kalian berniat membantu gadis ini, jangan salahkan jika aku juga membunuh kalian" ucapnya yang terdengar sangat mengerikan bagi si remaja dan si rambut cepak.
Mereka berdua langsung berlari ketakuran menuju dermaga tanpa sekali pun menoleh ke belakang. Si remaja 15 tahun itu langsung menutup matanya rapat-rapat ketika melihat keadaan si gadis yang rambutnya digelung, tergeletak dengan darah disekitar mulutnya serta kedua matanya yang terbelalak terbuka.
"Wah wah, ternyata, kau memiliki teman yang setia ya, si rambut merah?" ucap Azura membuat Charlotte menoleh dan mendapati si pria dengan rambut panjangnya itu masih setia berdiri di belakang Charlotte, bahkan dia berjalan mendekati gadis itu membuat Charlotte menyengitkan alisnya.
"Apa yang kau lakukan disini? Kau tidak dengar? Kau akan mati jika kau tidak segera ke dermaga" bisik Charlotte kesal tetapi si pemuda itu malah bergeming.
"Nama saya Hans" ucap pria itu membuat Charlotte semakin bingung.
Dan dia hanya bisa terpaku ketika melihat pria yang bernama Hans tersebut mengeluarkan sebuah pedang yang besar dari sakunya. Azura yang melihat bahwa Hans memiliki senjata yang keluar begitu saja dari sakunya hanya bisa terpaku dan menggertakkan giginya. Wanita itu terlihat semakin mengerikan dengan menatap tajam Hans yang begitu tenang menghadapi kemarahan Azura.
"KNIGHT SIALAN! KENAPA KAU BISA MASUK KE GERBANG INI HAH?!" seru Azura tetapi Hans masih tenang di tempatnya.
'Knight?'
Charlotte menatap tidak percaya Hans yang memasang kuda-kuda dan menatap fokus Azura yang terlihat bersiap menyerang mereka berdua dan membunuh mereka di tempat.
"KALIAN TIDAK AKAN PERNAH BISA PERGI DARI SINI!" seru Azura dan dengan kecepatan penuh dia menyerang Charlotte dan Hans yang dengan cepat menghindari hunusan pedang dari wanita itu.
Azura mengarahkan mata pedangnya ke arah Hans yang langsung menangkisnya dengan pedang besar miliknya. Charlotte sendiri meraih batang pohon besar milik si rambut cepak lalu dengan sekuat tenaga dia melempar batang pohon tersebut ke arah kepala Azura tetapi reflek Azura begitu cepat dan mengerikan. Tubuhnya langsung berbalik dan memotong batang pohon itu menjadi dua, dia menatap tajam Charlotte dan langsung berlari ke arah Charlotte dengan kecepatan bagaikan angin. Azura mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dengan menggenggam erat pedang di tangannya.
"Kau akan terbelah dua seperti batang pohon itu~" ucapnya sambil tertawa jahat.
Tetapi pedang itu tidak pernah menyentuh Charlotte karena Hans menendang Azura sehingga tubuh wanita itu terhempas dan terpental menabrak pohon. Debu dari tanah membuat mereka berdua menajamkan penglihatan karena bisa saja Azura menyerang mereka secara tiba-tiba.
"Apa kau bisa menggunakan pedang?" tanya Hans pada Charlotte yang menganggukkan kepalanya. Dia tidak mau bertanya mengenai kenapa Hans bertanya seperti itu kepadanya. Keadaan begitu genting sekarang. Mereka harus menyeberangi danau ini secara hidup-hidup. Mereka harus membuat Azura babak belur dan kalau bisa, mereka harus membuat wanita menjijikkan itu mati.
Hans merogoh kantung celananya sehingga keluar lah sebilah pedang yang cukup tipis dan terasa ringan di tangan Charlotte, tetapi tidak masalah, setidaknya pedang ini bisa melindunginya dari tebasan pedang milik Azura. Charlotte langsung menghindar ketika melihat Azura telah membabi buta hendak menghunusnya dengan pedang dan Hans dengan cepat mengarahkan pedang besarnya ke Azura yang langsung saja menghindar lalu melompat mundur.
"KALIAN BENAR-BENAR MENYEBALKAN! CEPATLAH MATI!" seru Azura kesal dan ketika dia hendak menyerang Charlotte serta Hans, tiba-tiba saja terdapat sebuah ledakan besar di antara Azura, Charlotte, dan Hans. Ledakan tersebut membuat debu-debu berterbangan begitu saja sehingga mereka memejamkan mata dengan kuat supaya debu tersebut tidak masuk ke mata mereka.
Charlotte perlahan membuka matanya dan melihat kemilau rambut kemeesan berterbangan karena hembusan angin. Rambut keemasan panjang itu berkibar dengan tubuhnya yang tegap, pakaiannya terlihat bercahaya terlebih ketika debu-debu tersebut telah menghilang dari pandangan mereka. Charlotte hanya bisa berdiri terpaku di tempatnya begitu pun dengan Hans yang langsung menurunkan pedang besarnya.
"Kau benar-benar bekerja keras ya, Azura? Aku sampai tidak tahan untuk ikut campur" ucap si rambut keemasan itu.
Azura menggeram marah, dia mengarahkan pedangnya pada si rambut keemasan dengan nafas memburu, "Sialan! Ini semua pasti karena ulahmu bukan?! Jawab aku!" seru Azura tetapi si rambut keemasan itu hanya terkekeh pelan. Dia sedikit menolehkan kepalanya ke arah Charlotte dan Hans.
"Kalian, pergilah ke dermaga, kedua teman kalian sudah menunggu disana, biar nenek sihir ini aku yang urus" ucapnya sambil tersenyum lembut.
Charlotte terpaku di tempatnya berdiri, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu.
"Sst.., cepatlah pergi" ucap si rambut keemasan itu membuat Charlotte mengatupkan bibirnya.
"Ayo Hans" ucap Charlotte lalu berlari menuju dermaga diikuti oleh Hans.
Azura yang melihat kedua mangsanya hendak kabur langsung saja berlari mengejar mereka tetapi gerakannya terhenti karena si rambut keemasan sudah ada di dekatnya dan memegang tangannya yang sedang memegang pedang, wajahnya yang teduh menatap Azura sambil tersenyum manis.
"Azura, kau telah melakukan banyak pelanggaran, kau sudah membunuh dua manusia terpilih dan kau hendak membunuh dua orang lagi? Apa kau tidak tahu hukuman apa yang akan kau dapatkan karena membunuh mereka?" ucap si rambut keemasan membuat Azura menatapnya tajam.
Wanita itu menyeringai, "Aku tidak peduli" desisnya dan menyentak pegangan dari si rambut keemasan itu.
"Tugasku memang menggugurkan dua manusia terpilih di sini. Dan… tentu saja, aku akan membunuh orang-orang yang kau pilih. Kau, tidak bisa menghalangiku" ucap Azura penuh penekanan pada si rambut keemasan yang malah tersenyum lebar.
"Lakukan saja sesuka hatimu" ucapnya tanpa ada beban sedikit pun membuat Azura rasanya ingin meledak. Dia tidak menyukai ketenangan dari si rambut keemasan ini.
Dia merasa diremehkan.
Azura hanya bisa memperhatikan bagaimana dua perahu perlahan mulai menjauhi dermaga, "Yeah, lagian, tantangan yang sesungguhnya adalah makhluk mengerikan di bawah danau" ucapnya lalu menatap si rambut keemasan yang menaikkan kedua alisnya.
"Enyah kau dari pandanganku, pengkhianat menjijikkan" ucap Azura dan dengan sengaja dia menabrakkan bahunya pada tubuh tinggi si rambut keemasan yang hanya bisa tersenyum sambil memperhatikan Azura yang berjalan menjauh.
"Lagian juga, sebentar lagi kau akan menemui ajalmu, Azura. Lakukan saja sesuka hatimu. Malaikat pencabut nyawamu akan segera tiba" ucap si rambut keemasan lalu dia pun menghilang.
Bersambung