Ketika dia membuka matanya yang ia dapati adalah dia berada di sebuah padang rumput yang luas. Sebuah tempat yang membuat dia langsung terbangun dari tidurnya lalu memperhatikan keadaan di seklilingnya. Dia benar-benar berada di sebuah padang rumput yang sangat familiar baginya. Langit biru yang terbentang indah di atasnya, sebuah pohon tidak berdaun dengan batangnya yang tua dan rapuh. Dia hanya bisa terdiam di tempatnya berdiri ketika dia mengetahui bahwa dia berada di mimpi yang di buat oleh dewa yang biasa membisikkan nama manusia terpilih kepadanya.
Sebuah hembusan angin yang kencang membuat dia memejamkan mata karena tidak mau salah satu dari rumput yang berterbangan itu memasuki matanya. Hembusan angin tersebut juga menerbangkan rambut kelabunya yang indah. Dia perlahan membuka mata ketika dia merasa angin tidak bertiup sekencang tadi. Dan dia hanya bisa tertegun ketika melihat seseorang yang selalu ia temui di dalam mimpi ini. Dia pun mendengus dan menatap seseorang tersebut dengan tatapan tidak percaya.
"Bisa kau jelaskan sekarang apa yang sebenarnya terjadi?" ucapnya dengan suara bergetar menahan amarah. Dia merasakan bahwa dadanya akan meledak jika dia terus menahan gejolak amarah yang menumpuk di hatinya ini. Dia sangat kesal dengan sebuah keanehan yang terjadi semenjak dia mengetahui bahwa dia di undang masuk ke dalam Desiree Gate.
Lalu semakin merasa bingung ketika tahu Near ada di dalam mimpinya juga.
'Oh iya, Near…'
Winter langsung melihat keadaan di sekelilingnya, dia mencari keberadaan Near yang mungkin ada di padang rumput tersebut tetapi dia tidak melihat siapa pun di sana.
"Yah, dia memang tidak ada di sini, karena mimpi ini aku ciptakan untuk kita berdua saja. Aku hanya ingin bicara padamu" ucap sosok bertubuh tinggi dengan rambut keemasannya tersebut.
Winter menatap kembali si rambut keemasan yang saat ini tersenyum lembut kepadanya, "Waktu kita tidak terlalu banyak, tetapi aku rasa, aku bisa mengatakan apa yang ingin aku katakan" ucapnya membuat Winter mendengarkan dengan baik-baik apa yang ingin dewa dengan rambut keemasannya ini katakan.
"Katakan semuanya dan jangan bertele-tele" ucap Winter ketus tetapi sosok dengan rambut keemasannya itu hanya tersenyum menanggapi kekesalan Winter. Dia memaklumi jika Winter bersikap ketus kepadanya karena dia memang tidak mengatakan apa pun kepada Winter.
"Kau tahu bukan, Dewa Kematian benar-benar kesal kepadamu, tetapi yang harus aku katakan adalah, bukan dia yang mengutukmu. Dia memang kesal atas tindakanmu, tetapi itu semua karena kau terlalu gegabah dan akan membuat dirimu sendiri celaka, apa kau mau sang dewi khawatir kepadamu karena tindakanmu itu?" ucap si rambut keemasan dengan lembut dan penuh pengertian kepada Winter yang hanya bisa menundukkan kepalanya dalam, kedua tangannya terkepal.
"Aku dengar dari Dewi Cahaya bahwa sang dewi baik-baik saja. Tolong katakan yang sejujurnya kepadaku, apa dia benar baik-baik saja?" tanya Winter dan menatap penuh harap pada si rambut keemasan yang tersenyum hangat kepadanya.
"Tentu saja dia baik-baik saja, dia berada di tangan yang tepat. Tidak akan ada yang bisa menyentuhnya, kau harus percaya bahwa sang dewi baik-baik saja dan dia selalu ada untuk menjagamu dari dewa-dewa nakal itu" jelas si rambut keemasan membuat Winter sedikit merasa lega. Dia tidak bisa sepenuhnya merasa lega jika belum melihat keadaan Dewi Bulan dengan mata kepalanya sendiri.
"Sudah lama kau mengetahuinya bukan, keadaan di Desiree benar-benar kacau? Para dewa bagaikan lupa dengan tugas mereka, sejak dulu. Sejak Bunga Harapan ini muncul, semuanya menjadi tidak terkendali, sehingga para dewa yang masih berada di jalannya tidak bisa berbuat apa-apa" jelas si rambut keemasan dengan raut wajah yang sedih serta nada suaranya yang terdengar hampa.
"Semua ini harus berakhir, sekarang atau tidak sama sekali. Mungkin, ini adalah sebuah tugas yang sangat berat untuk di lakukan, tetapi aku membutuhkanmu serta Near untuk mengakhiri semua kekacauan yang tercipta karena keserakahan mereka."
Penjelasan dari si rambut keemasan membuat Winter menatapnya bingung, "Di antara semua manusia, kenapa harus Near?" tanyanya.
Si rambut keemasan hanya tersenyum simpul, "Aku hanya mencarinya secara acak, tidak ada suatu hal yang khusus."
Sebuah jawaban yang tidak benar-benar memuaskan Winter, dia merasa bahwa si rambut keemasan ini merahasiakan sesuatu. Mencarinya secara acak? Apakah jawaban seperti itu dapat membuat Winter mempercayainya?
"Segeralah pergi ke Bukit Desiree dan mencari Bunga Harapan bersama dengan Near. Harus Near yang memetik bunga tersebut, jangan sampai manusia lain yang memetiknya. Kalian tentu akan melewati rintangan ketika berjalan menuju Bukit Desiree, maka dari itu, aku mengundangmu datang kesini Winter. Kau adalah penyihir terkuat dan separuh jiwa sang dewi ada padamu. Kau bisa melindungi Near dan membuka jalan untuknya" jelas si rambut keemasan dengan tatapan lembut kepada Winter, walaupun Winter juga merasakan jika si rambut keemasan terlihat bangga kepadanya.
"Akan terjadi kekacauan yang luar biasa setelah itu, tetapi aku dan yang lain akan berusaha meredam kekacauan itu setelah Bunga Harapan tercabut. Kau hanya perlu abaikan para manusia terpilih lainnya, kau hanya fokus kepada Near supaya dia bisa memetik bunga tersebut."
Winter tertegun, "Bagaimana jika para manusia terpilih itu menghalangiku dengan Near?" tanyanya.
"Apakah aku harus menghabisi mereka?"
Si rambut keemasan menghembuskan nafasnya dengan perlahan.
"Kau tidak perlu khawatir akan mereka. Karena, ada tiga rekanmu yang akan membantu" ucap si rambut keemasan membuat Winter menyerngitkan alisnya bingung.
"Apa mak-"
"Ah, waktunya sudah habis, aku harap penjelasan dariku tadi mampu menjawab semua rasa penasaranmu Winter. Jika ada kesempatan, aku akan kembali mengunjungimu" potong si rambut keemasan membuat Winter mulai merasa panik.
"Tunggu! Kau belum menjelaskan tentang tiga rekanku yang lain! Apa maksudmu dengan rekan tersebut? siapa mereka? Dan kenapa mereka bisa masuk ke Desiree Gate?!" tanya Winter ketika melihat si rambut keemasan perlahan mulai menghilang serta tanah yang di pijakinya mulai bergetar.
Si rambut keemasan tersenyum, "Sejak awal, semua orang bisa memasuki Desiree Gate, Winter."
Winter terpaku di tempatnya berdiri.
"Terakhir sayang, tolong jaga Near oke? Pastikan dia baik-baik saja, bisa kau berjanji kepadaku tentang itu, Winter?" ucap si rambut keemasan membuat Winter tertegun dan menatap si rambut keemasan dengan lekat.
"Kau ini….kau ini dewa apa?" tanya Winter dan si rambut keemasan mengerjapkan matanya.
Dia terkekeh pelan lalu membuka mulutnya, tetapi sosok si rambut keemasan itu telah menghilang serta tanah yang di pijaki oleh Winter mulai runtuh.
***
Kedua matanya terbuka dengan sempurna, nafasnya terengah dan mendapati pohon-pohon tinggi berada di sekitarnya. Dia mulai teringat, bahwa dia dengan Near memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon karena sudah terlalu lama mereka berjalan. Dia pun mulai berdiri untuk meregangkan tubuhnya dan mendapati Near masih tertidur di sebuah pohon yang tidak terlalu jauh dari tempatnya tertidur.
Winter menatap lekat pemuda 18 tahun yang masih asyik berlabuh di dalam mimpinya. Winter mendongak memperhatikan langit yang masih saja menampakkan warna biru yang cerah. Keanehan itu membuat Winter mengernyitkan alisnya karena dia merasa telah berjalan begitu lama di tempat antah berantah ini tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa hari akan menjelang malam atau pun sore. Namun, pemikiran tersebut segera dia tepis ketika mengingat apa yang terjadi kepadanya. Dia benar-benar memikirkan tentang mimpi yang ia alami tadi.
Banyak hal yang mulai berkecamuk di dalam pikirannya tetapi tidak ada satu pun yang berhasil bisa ia jawab. Mungkin, memang seharusnya dia memikirkan langkah selanjutnya supaya dia bisa pergi ke Bukit Desiree lalu membiarkan Near memetik bunga tersebut. Namun, isi kepalanya mulai memikirkan mengapa hanya karena sebuah bunga menyebabkan terjadinya kekacauan di antara para dewa? Dia pun mulai penasaran, apa kehebatan dari Bunga Harapan tersebut selain bisa mengabulkan harapan seseorang?
Lalu, dia mulai berpikir, mengapa harus Near yang memetik bunga tersebut, bukan orang lain? Dan, sekarang, dia mulai penasaran mengenai rekan-rekan yang disebut oleh si rambut keemasan itu.
"Bahkan sampai sekarang pun, dia tidak pernah memperkenalkan dirinya kepadaku, dia benar-benar dewa yang aneh" gerutu Winter lalu dia melangkahkan kakinya mendekati Near yang masih saja tertidur, mereka harus berjalan sedikit lagi sebelum hari benar-benar gelap walaupun dia tidak yakin kapan malam akan tiba.
Winter hanya bisa meringis melihat Near tertidur dengan posisi kurang nyaman. Dia tidur dengan meringkuk bagaikan bayi di dalam kandungan. Mereka memang tidur tanpa mengenakan alas apa pun sehingga Winter bisa melihat beberapa rumput kering menempel di baju yang di kenakan oleh Near.
"Hei, Near, bangun, kita harus melanjutkan perjalanan lagi" ucap Winter sambil menggoyangkan sedikit tubuh Near.
Tidak terlalu sulit membangunkan pemuda itu karena Near langsung saja mengerjapkan matanya ketika Winter menggoyangkan tubuhnya dengan pelan. Sambil mengumpulkan nyawanya, Near mulai menguap dan meregangkan tubuhnya yang terasa pegal sebelum akhirnya dia memiliki kesadaran penuh lalu segera berdiri ketika tahu Winter sudah ada diahdapannya dengan tatapan datar.
"A-apa kita pergi sekarang?" tanya Near gugup sambil menatap takut-takut Winter yang menghembuskan nafasnya jengkel. Walaupun Winter sempat meminta Near untuk tidak berbicara terlalu formal kepadanya, tetap saja Near tidak bisa langsung begitu saja bersikap seolah-olah sangat akrab dengan Winter.
Winter adalah penyihir terkuat di Desa Floradivia. Seorang penyihir yang begitu di hormati oleh penduduk desa. Mau bagaimana pun, butuh adaptasi yang cukup lama bagi Near untuk bisa merasa nyaman berada di sekitar Winter, terlebih melepaskan cara bicara formal kepadanya.
"Iya, dan berhentilah bersikap seolah kau melihat monster" gerutu Winter dan berjalan meninggalkan Near yang langsung berjalan mengikutinya.
"Maaf, dan sa-maksudku, aku tidak menganggapmu terlihat seperti monster. Kau tahu? Aku hanya..merasa gugup karena kau adalah seorang penyihir yang begitu di hormati oleh penduduk desa. Kau juga sangat kuat jadi-"
"Ya ya ya, aku paham, jadi berhentilah mengoceh" potong Winter jengkel lalu fokus melangkahkan kakinya menuju jalanan yang tidak berujung ini. Dia mulai kesal karena sedari tadi dia hanya berjalan terus saja tanpa menemukan jalan keluar dari tempat ini.
Near sendiri hanya bisa mendundukkan kepalanya lalu kembali menatap punggung Winter yang berjarak cukup dekat darinya. Dia selalu takjub dengan rambut kelabu Winter yang bergelombang dengan sangat indah menyentuh punggungnya. Winter terlihat memiliki karisma yang luar biasa sehingga siapa pun yang menatapnya bahkan bisa bertekuk lutut. Dari semua wanita yang pernah Near temui, baru kali ini dia menemukan wanita se-unik Winter.
Dia terlihat dingin tetapi juga tidak terlihat dingin. Dikatakan ramah, dia juga tidak terlalu ramah. Sulit untuk memastikan siapa sebenarnya Winter ketika berhadapan dengannya. Sehingga, Near tidak tahu, bagaimana caranya dia bersikap ketika dia harus bersama Winter sampai dia menemukan Bukit Desiree lalu memetik Bunga Harapan.
Dia berharap, perjalanan mereka ini, bisa membuat Near akrab dengan Winter.
"Sepertinya, kita akan keluar dari tempat sialan ini" suara Winter membuat Near mendapati sebuah cahaya yang begitu terang terlihat dari pelupuk matanya.
Semakin dia berjalan mendekati cahaya tersebut, maka sinarnya semakin terang membuat Near harus mengangkat tangannya untuk melindungi matanya yang sedikit tertutup. Ketika dia rasa cahaya tersebut tidak menusuk matanya seperti tadi, dia pun membuka matanya dengan perlahan, dan dia hanya bisa tertegun ketika melihat pemandangan yang ada di hadapannya.
Sebuah danau yang begitu besar dengan airnya yang sebiru samudera. Dia bahkan tidak tahu apakah itu sebuah danau atau sebuah laut, karena di tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau yang jika di lihat dari jarak ini terlihat begitu kecil. Begitu banyak rumpu-rumput hijau yang cukup tinggi mengelilingi danau dengan bunga edelwis mekar di sekelilingnya. Sebuah dermaga kecil terlihat di pinggir danau serta perahunya yang mungkin hanya bisa menampung dua orang. Dia mengerjapkan matanya dengan takjub ketika melihat sekawanan ikan melompat dari danau lalu kembali masuk ke dalam danau. Terlebih, ketika dia melihat suatu serangga kecil berterbangan di antara bunga edelwis dan memiliki cahaya seperti kunang-kunang. Tetapi, ketika serangga itu terbang ke arahnya, dia baru menyadari, bahwa serangga tersebut memiliki tubuh manusia.
Dia terkesiap.
"Peri…" gumamnya dan perlahan tersenyum lebar, dia takjub karena pertama kalinya dia bisa melihat peri. Dia hanya tahu mengenai peri dari buku yang ia baca dari perpustakaan.
Baru kali ini dia melihat peri secara langsung. Walaupun bentuknya tidak sepenuhnya persis dengan yang di gambarkan di buku, tetapi, dia merasa senang. Karena peri yang terlihat oleh manik matanya adalah sebuah manusia super mini dengan wajahnya yang cantik. Mereka memiliki kuping yang sedikit tinggi dari manusia pada umumnya. Mereka tersenyum ramah pada Near dan melambaikan tangan kepadanya membuat Near langsung saja membalas lambaian tangan tersebut.
Hanya Winter yang berdiri saja di tempatnya tanpa merasa takjub atau apa pun. Isi kepalanya begitu penuh sampai dia mengabaikan semua kecantikan yang ada di hadapannya. Terlebih, ketika dia melihat sebuah perahu di dekat dermaga kecil di pinggir danau. Sebuah pulau yang ada di tengah-tengah danau. Semua ucapan si rambut keemasan di dalam mimpinya. Dia ingat bahwa si rambut keemasan mengatakan bahwa mereka akan menemui beberapa rintangan hanya untuk pergi ke Bukit Desiree.
Dia mulai berpikir, apakah ini tantangan pertama yang akan mereka hadapi?
"Ayo Near, berhentilah mencari perhatian pada peri-peri kecil itu, jangan tertipu oleh kecantikan mereka" ucap Winter lalu berjalan meninggalkan Near yang terburu-buru menyusul langkah Winter yang cukup cepat.
Winter melangkahkan kakinya menuju dermaga lalu menatap perahu yang ada disana.
"Apakah kita harus menaiki perahu ini Winter?" tanya Near sambil memandang perahu yang terlihat cukup tua tersebut.
"Sepertinya iya" gumam Winter dan dia pun ingin menaiki perahu tersebut, tetapi belum sempat kakinya masuk ke dalam perahu, Winter langsung menghunuskan tombak es nya kepada sosok yang tidak jauh dari tempat dia berdiri.
Near terpaku ketika melihat tombak es itu keluar begitu saja dari tangan Winter dan sekarang menghunus tepat di dekat mata sosok yang bahkan Near baru saja menyadari kehadirannya. Sosok tersebut menggunakan jubah hitam kebesaran sehingga wajahnya tidak terlihat jelas karena tudungnya.
Sedangkan Winter menatap tajam sosok yang saat ini mengangkat kedua tangannya tanda menyerah karena ujung tombak tersebut hanya berjarak 3 cm dari matanya.
"Siapa kau?"
Bersambung