Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Penyihir Yang Jenius & Yang Baik

🇮🇩ThreeBites
--
chs / week
--
NOT RATINGS
22.9k
Views
Synopsis
Karena tidak bisa mendukung apalagi membantu ketiga temannya yang berubah haluan jadi pencuri, Aria tadinya cuma bisa murung sendirian di rumah. Tapi pada suatu malam, teman-temannya memsuki rumah yang salah, dan cuma Aria yang bisa menyelamatkan mereka. Dia sama sekali tidak tahu kalau dengan pergi ke sana, takdirnya akan mulai berubah drastis.
VIEW MORE

Chapter 1 - Empat Sekawan (1)

"Mama, lihat! Ada naga!" Seru seorang anak sambil menarik-narik tangan ibunya untuk mendekat ke alun-alun desa. Ternyata di sana sudah ada banyak orang yang berkerumun untuk ikutan menonton pertunjukkan sihir jalanan.

'Legenda Batu Bulan', begitu judul yang tertulis di papan kecil yang ada di pinggir.

"Lalu naga air dan naga api pun bertengkar hebat demi memperebutkan sang bulan." Seru sang narator tiba-tiba, sampai membuat semua orang yang mendengarnya jadi ikut jantungan. Ikut kepanasan dan ikut terciprat air juga, karena kedua naga yang disebut-sebut itu memang sedang melingkar-lingkar di depan mereka.

Selagi sang bulan yang terduduk sedih di samping adegan itu justru terlihat sangat... palsu.

"Tapi melihat dua sahabat itu berkelahi karenanya, sang bulan pun jadi merasa sangat sedih. Sehingga dia pun memutuskan untuk pergi jauh ke langit."

"Kalau kalian melihat ke arah langit, kalian harus tahu kalau Aku selalu memperhatikan kalian--" Kata si boneka bulan, meski dia sempat berhenti karena dia mendengar ada penonton yang berkomentar kalau kostumnya jelek.

"...Karena kita bertiga adalah teman." Lanjutnya memaksa. "Itulah kenapa Aku ingin kalian memiliki batu ini. Supaya kalau kalian butuh sesuatu, Aku janji akan meminjamkan kekuatanku pada kalian. Kapanpun."

"Dan sang bulan pun akhirnya pergi, selagi kedua sang naga hanya bisa duduk menatap langit setiap mereka merindukannya. Selesai."

Dan semua orang pun mulai bertepuk tangan selagi para pemerannya membungkuk di depan. "Terima kasih! Terima kasih!" Kata laki-laki yang bertugas berkeliling untuk mengumpulkan uang.

"Mama, tapi tadi kok bulannya jelek?" Celetuk seorang anak.

"Sst! Itu, cepat berikan saja uangnya pada kakak itu." Sela sang ibu.

Tapi laki-laki itu kemudian berlutut pelan di depan si anak. "Kalau lain kali kau mau nonton lagi, kakak janji nanti akan bawa bulan yang paling mirip dengan yang asli!" Katanya berusaha menghibur. Baru kemudian si anak memasukan uangnya ke dalam kantong yang dibawa laki-laki itu.

"Kalau begitu Aku mau nonton lagi ya." Kata si anak pada ibunya begitu mereka pergi.

"Hh, lihat si Mika." Kata Aran, si pemeran bulan yang sudah duduk istirahat di pinggir. "Pasti dia janji yang tidak-tidak lagi pada anak-anak itu."

"Memangnya kenapa? Biarkan saja." Sahut Leyna, si narator yang justru terlihat senang. "Supaya kita punya motivasi untuk buat cerita yang lebih bagus.... Dan kostum juga." Lanjutnya yang kembali melihat kostum bulan yang sudah tersampir tanpa pemakainya.

"Makanya kubilang daripada boneka seperti itu, lebih baik dibuat jadi dewa bulan biasa saja. Kenapa harus jadi boneka saat tidak ada yang bisa membuat kostum di antara kita?!" Balas Aran.

"Habisnya kalau berbentuk boneka kan lebih lucu." Sahut Mika, laki-laki yang tadi mengumpulkan uang. "Bukannya anak-anak akan lebih suka kalau terlihat lucu?"

"Ya kalau kostumnya betulan lucu. Yang ini tidak." Balas si aktor pahit. Walaupun ujung-ujungnya dia hanya bisa mendesah, karena dia sudah tahu tidak ada gunanya bicara tentang humor dengan Mika. Selera mereka jelas tidak cocok.

"Tapi omong-omong Aria mana? Bukannya dia mengumpulkan uang denganmu?" Tanyanya kemudian.

"Tuh." Sahut Leyna, sambil mengarahkan pandangannya ke arah perempuan yang sedang berjongkok di depan kolam air mancur. Kelihatannya dia masih senang menunjukkan sihir airnya pada beberapa anak kecil.

"Dipikir-pikir apa orang yang bisa sihir menyukai anak kecil semua? Seperti kau dan Aria." Lanjutnya pada Mika.

"Tapi kau juga suka." Balas Mika.

"Tidak setulus kalian. Aku hanya suka kalau mereka sedang senang, tapi tidak kalau sedang merepotkan." Jawab Leyna.

"Atau kalau sedang mengatakan sesuatu yang menyakitkan dengan wajah polos mereka." Tambah Aran ikutan, mengingat lagi celetukan anak-anak tadi.

"Tapi Mika, naga apimu juga kalah bagus dari naga airnya Aria tahu." Lanjutnya. "Daripada naga, bentuk api buatanmu lebih seperti ular."

"Hei, kau tidak bisa membandingkan sihirku dengan sihir Aria." Balas Mika agak tertawa.

"Benar." Timpal Leyna kemudian. "Kau kan tahu Aria sangat detil mengendalikan sihirnya. Jadi walaupun sihir Mika mungkin lebih kuat, Aria lebih pandai membuatnya kelihatan... Apa sebutan yang biasa digunakan para bangsawan? Artistik?" Katanya yang diikuti oleh anggukan Mika.

Tapi setelah itu, Mika kembali sibuk menghitung uang yang ada di kantongnya dan sesuai dugaan, memang tidak banyak. "Bicara tentang bangsawan, omong-omong kita jadi kan melakukannya lagi malam ini?"

Leyna dan Aran awalnya terdiam, tapi kemudian Leyna duluan senyum. "Tentu saja." Jawabnya. "Kita kan sudah menyiapkan semuanya. Aku juga sudah membetulkan bajumu yang robek."

"Sepatuku juga sudah kan?" Tanya Mika lagi.

"Ya, ya. Sudah. Aku sudah mengelemnya dengan lem super."

Tapi selagi Mika dan Leyna bicara mengenai hal itu, Aran butuh waktu agak lama untuk ikutan menyela. "Hei... Sepertinya memang lebih baik kalau kita ajak Aria juga. Dia kan juga bisa bantu."

Dan kali ini justru Mika dan Leyna yang terdiam agak lama. "Kalau kau yakin Aria mau ikut, tentu saja Aku setuju." Balas Mika akhirnya.

"Kalau menurutku sih, walaupun dia bilang tidak, kita harus tetap memberitahunya. Lagipula tidak seperti dia akan mengatakannya pada orang lain." Kata Aran lagi.

Karena sifatnya yang suka nyeletuk sembarangan, sebenarnya Aran adalah orang yang paling kesulitan menyembunyikan rahasia seperti ini. Tidak seperti Mika yang malah pandai memasang poker face.

Untuk sesaat, Mika dan Aran saling memandang seakan sedang berdebat dengan telepati. Tapi kemudian Mika mengalihkan pandangannya pada Leyna. "Kau juga berpikir sama?"

"..." Ditanya begitu, Leyna kembali memandang Aria yang masih main sihir di sekitar air mancur.

Padahal mereka semua tumbuh besar bersama, tapi entah kenapa cuma Aria yang masih bisa tersenyum semanis itu di hidup yang keras begini.

Dan Leyna takut senyum itu akan hilang kalau Aria ikut pekerjaan rahasia mereka.

"Entah kalian sadar atau tidak, tapi Aria juga tahu kalau kita menyembunyikan sesuatu darinya. Jadi sebelum dia yang memergoki kita, memang sebaiknya kita yang bilang duluan." Kata Leyna akhirnya. "Tapi hanya bilang. Karena Aku tetap tidak mau dia ikut."

Mika mengerutkan alisnya sesaat, masih tidak kelihatan puas, "Tapi kalau kita memberitahunya dan dia tidak ikut, apa kalian sadar kalau grup ini akan berakhir?" Katanya. "Dan yang lebih buruk, kita juga tidak akan bisa mengadakan pertunjukkan seperti ini lagi."

"...Kalau begitu mungkin memang sudah waktunya berakhir." Balas Aran pahit. "Sejujurnya mengadakan pertunjukkan seperti ini juga sudah tidak menyenangkan lagi."

"Apa...?" Mika langsung memasang ekspresi kaget mendengar itu. Apalagi begitu dia berpaling ke arah Leyna, ternyata dia juga hanya terdiam tidak menyangkalnya.

"...Uangnya tidak banyak juga." Sahut Leyna.

"Tapi... Kupikir kita bukan melakukan ini demi uang." Kata Mika dengan suara sedih.

"Hah? Mana mungkin bukan demi uang?" Balas Aran yang kemudian berdiri. "Pencuri seperti kita memangnya demi apa lagi--"

"Sst! Hentikan." Sela Leyna. "Aria sedang ke sini."

"Maaf ya lama, anak-anak tadi terus menarik bajuku." Kata perempuan itu riang. "Ini hasil uangnya..."

Tapi tidak sampai satu detik, Aria langsung sadar kalau suasana di antara Aran dan Mika kelihatan aneh. "Apa ada sesuatu..."

"Sini biar kugabung semuanya." Leyna langsung menyela sambil cepat-cepat merebut kantong Mika dan mendekat ke arah Aria. "Kita hitung saja semuanya sambil cari makan malam." Lanjutnya yang kemudian menarik Aria menjauh dari dua laki-laki itu.

"Apa mereka bertengkar?" Tanya Aria pelan.

"Kau tahulah. Mika mengejek akting Aran, dan Aran mengejek sihir Mika. Nanti juga mereka baikan."