Chereads / Penyihir Yang Jenius & Yang Baik / Chapter 2 - Empat Sekawan (2)

Chapter 2 - Empat Sekawan (2)

Walaupun bukan berasal dari keluarga bangsawan, Mika dulunya berasal dari keluarga yang lumayan berkecukupan. Dulu ayah dan ibunya adalah pedagang nomad yang selalu bepergian ke sana-sini dan sering tinggal di kapal. Tapi setelah melihat anak laki-laki mereka bisa menggunakan sihir, tapi tidak punya teman untuk diajak main, akhirnya mereka pun memutuskan untuk tinggal di sebuah kota kecil.

Awalnya Mika juga hanya penasaran saat tidak sengaja melihat seorang gadis seumurannya menggunakan sihir untuk mencuri apel dari keranjang belanja ibunya sendiri—yang tentu saja langsung ketahuan. Tapi ibu Mika yang juga menyadari hal itu kemudian mengajak ibunya bicara, sampai akhirnya Mika dikenalkan dengan Aria juga teman-temannya. Dimana akhirnya Mika juga bertemu dengan Aran dan Leyna.

Dan salah satu kegiatan yang paling disenangi anak-anak di sana adalah mengadakan pertunjukkan teater anak-anak. Tempat para orangtua bisa menonton dan memamerkan anaknya masing-masing.

Tapi berbeda dengan anak-anak lain yang hanya asal naik panggung karena disuruh, Aran dan Leyna termasuk salah satu yang paling berbakat. Aran yang paling percaya diri untuk memerankan karakter apapun, dan Leyna yang sangat berbakat menjadi pencerita. Lalu Aria yang pemalu juga setidaknya bisa mencipratkan kembang api kecil dengan sihirnya.

Dengan kota yang memiliki kebudayaan seperti itulah Mika dan keluarganya pun menjalani hari-hari mereka yang baru. Normal, dan menyenangkan.

Tapi entah apa yang direncanakan oleh takdir, sesuatu yang berbahaya ternyata mengekor di belakang keluarganya. Sehingga pada suatu malam, tiba-tiba saja seseorang membunuh orangtua Mika dan membakar seluruh rumah bahkan kapal dagangnya.

Tidak ada yang tahu bagaimana dan kenapa tragedi itu bisa terjadi. Termasuk Mika yang malam itu hanya tertidur pulas tanpa mendengar suara apapun. Yang dia tahu, ibunya Aran membangunkannya pada pagi berikutnya dan memeluknya sambil menangis.

Setelah tragedi itu, para orang dewasa lainnya kemudian berdiskusi sampai akhirnya diputuskan bahwa keluarga Aran yang akan mengadopsi Mika. Walaupun sulit, Aran dan yang lain selalu bersikap baik padanya. Sehingga perlahan, Mika mulai bisa kembali bersikap normal.

Tapi setelah selang beberapa tahun lagi, kali ini malah ada penyakit wabah yang muncul di kota itu. Penyakit demam tinggi yang hanya menyerang orang dewasa. Dan bukan cuma Mika, kali ini Aran, Aria, Leyna, dan banyak anak-anak lainnya berakhir menjadi yatim piatu pada tahun mengerikan itu.

Kerajaan berhasil menangani wabah itu setelah beberapa bulan. Tapi anak-anak yang ditinggal akhirnya jadi harus mulai bekerja ini-itu meski usia mereka masih sangat muda. Bukan hanya untuk menghidupi diri sendiri, tapi juga untuk kembali menggerakkan ekonomi seluruh kota yang macet.

Setelah beberapa tahun, kota mereka mulai bisa pulih lagi. Tapi kehidupan semua orang juga bukannya jadi mudah.

Untuk sekarang, mereka berempat sebenarnya punya pekerjaan masing-masing. Aria bekerja di toko obat herbal, toko roti untuk Aran, toko buah untuk Leyna, dan jasa pengiriman paket untuk Mika. Lalu setiap 1 atau 2 minggu sekali, mereka juga mengadakan teater pertunjukkan seadanya.

Tapi sekitar dua bulan lalu, saat Mika sedang mengantarkan paket ke salah satu rumah bangsawan, ada setan lewat yang berbisik ke telinganya. Sehingga sejak saat itu dia jadi mulai suka mencuri satu-dua barang dari rumah para bangsawan setiap dia datang. Sampai akhirnya dia juga mulai mengajak Leyna dan Aran.

Tapi tanpa dibicarakan sekalipun, mereka bertiga tahu kalau Aria pasti tidak akan mau dan tidak akan bisa ikut dengan rencana itu.

Hanya saja sifat Aria yang sangat baik justru dengan cepat menggerogoti perasaan bersalah mereka.

Walaupun sama-sama kekurangan uang, Aria selalu memperhatikan kesehatan mereka dan jadi yang paling cepat membantu kalau ada salah satu dari mereka yang sakit. Bahkan kalau Aria sedang ada uang, dia juga tidak pernah lupa untuk membagi makanannya pada mereka.

Makanya setelah sekian lama, mereka bertiga akhirnya berencana memberitahu Aria semuanya. Hari ini.

Atau harusnya itu rencananya.

"Jadi, Aria, kau tahu--"

"Oh iya, Aria, menurutmu pertunjukkan hari ini bagaimana?" Sela Mika. Daritadi Leyna sudah berusaha untuk memulai pembicaraan, tapi Mika selalu saja menghalanginya.

"Mm, lumayan menyenangkan." Sahut Aria. "Terutama saat naga air dan apinya bertarung! Saking serunya Aku hampir lupa kalau Aku yang harus mengendalikannya." Tambahnya sambil tertawa.

Tapi selagi ikutan memaksa tawa, Leyna justru menendang kaki Mika dari belakang. Meski sayangnya Mika masih tidak menurut. "Apa kau tahu, tadi ada anak yang berkata padaku kalau dia mau datang menonton lagi kalau kita bisa membuat singa. Menurutmu kau bisa buat singa?" Kata Mika lagi.

"Mungkin... Tapi Aku harus latihan dulu." Jawab Aria sambil tertawa lagi--yang sebenarnya sudah menyadari keanehan Leyna dan Aran yang daritadi melotot ke arah Mika terus.

"Anu, Leyna..." Aria mulai berkata. Karena seperti yang diduga Leyna, Aria memang tahu kalau mereka bertiga seperti menyembunyikan sesuatu.

Tapi ada alasannya juga Aria tidak pernah bertanya. Karena dia tidak ingin memaksa mereka untuk memberitahunya sampai mereka yang bilang sendiri. "Ti-Tidak jadi."

Dan lagi-lagi, sikap Aria yang seperti itu sangat ampuh untuk membuat mereka merasa bersalah.

"Ah, kau benar-benar..." Kata Aran akhirnya sambil menarik Mika menjauh. "Biar Aku saja yang bilang. Jadi Aria, sebenarnya--"

"Kalian serius? Kalau kalian mengatakannya grup teater kita akan berakhir!" Balas Mika sambil menarik Aran balik.

"Siapa yang peduli dengan teater murahan itu?" Balas Aran yang mulai mendorong wajah Mika.

"Aku peduli!" Serunya sambil berusaha mencakar wajah Aran juga. Karena daripada khawatir Aria akan membocorkan rahasia mereka, Mika sebenarnya lebih tidak ingin kalau pertunjukkan teater mereka berakhir.

"Kalian berisik!" Dan akhirnya Leyna pun menendang mereka berdua sampai dua-duanya terjatuh di tanah. "Ugh, dasar tidak berguna." Gerutunya.

Baru setelah melampiaskan rasa kesalnya begitu, Leyna pun mulai menoleh lagi ke arah Aria--yang jelas memasang wajah tidak paham kenapa dua laki-laki itu bertengkar terus daritadi.

"Apa maksudnya... Kita tidak akan mengadakan pertunjukkan lagi?" Tanya Aria dengan nada sedih.

Melihat Aria seperti itu, Leyna pun menarik napas untuk kembali menguatkan tekadnya. "...Fuuh, oke. Aria, temanku yang manis. Dengarkan Aku baik-baik." Katanya sambil memegang kedua tangan Aria.

"Kami perlu memberitahumu sesuatu, dan kau tidak akan menyukainya. Tapi tolong dengarkan sampai akhir dan jangan langsung kabur pergi, oke?"

"...Baiklah." Sahut Aria akhirnya. Dia jadi agak takut, tapi sepertinya cepat atau lambat memang akan begini. Jadi dia pun menurut.

"Jadi, itu, kau tahu... Akhir-akhir ini..." Leyna memulai dengan hati-hati. "Sebenarnya kami bertiga punya pekerjaan lain!" Lanjutnya sekuat tenaga.

"...Pekerjaan?"

"Iya, pekerjaan. Tapi... Pekerjaannya agak ilegal." Kata Leyna agak hati-hati lagi. Dan sesuai dugaannya, Aria terdiam mendengar itu.

"Mika takut kalau kau mengetahuinya nanti kita tidak akan bisa melakukan pertunjukkan bersama lagi. Tapi Aku juga bukannya ingin kau ikut melakukan pekerjaan ini, makanya kami jadi merahasiakannya..."

Terdiam sejenak, Aria hampir membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. Tapi seketika kata-katanya menghilang begitu saja, tiba-tiba sadar bahwa dia tidak bisa mengatakan apapun.

Karena seperti yang Leyna bilang, Aria tidak berpikir bisa ikut pekerjaan itu--yang entah ilegal apanya. Dan sebaliknya, dia juga tidak yakin bisa memberikan solusi lain kalaupun dia ingin menghentikan mereka.

"...Sejak kapan?" Tanya Aria yang akhirnya tidak bisa menemukan kata-kata lain.

"Sekitar sebulan lalu."

"Apa pekerjaannya berbahaya?"

"Yaa, lumayan."

"Apa itu sebabnya kakimu terkilir minggu lalu?"

"...Lebih tepatnya itu karena Aran tidak sengaja mendorongku. Tapi, iya. Itu memang terjadi saat kami sedang melakukan pekerjaannya."

"..." Suasana kembali hening untuk beberapa lama seakan mereka sengaja membiarkan Aria merenung sendiri.

Tapi Mika yang tidak tahan akhirnya berdiri untuk bicara lagi. "Ta-Tapi kalian tahu, walaupun Aria tetap tidak ikut, kurasa kita masih bisa melanjutkan pertunjukannya." Kata Mika, meski tentu saja ketiga temannya masih diam semua. "Atau... Mungkin kita bisa berhenti melakukan pekerjaan berbahayanya--"

"Hei! Kau yang pertama mengajakku dan Leyna untuk ikut!" Sela Aran.

"Tapi bukan supaya kita berhenti melakukan pertunjukan teaternya!"

Aran terdiam sejenak. Tapi ternyata nada suaranya masih terdengar kesal saat dia bicara lagi. "Aku dan Leyna punya adik, kau tahu. Kami butuh pekerjaannya. Jadi lebih baik pertunjukannya yang berakhir daripada pekerjaan itu."

"Aku tahu! Mereka juga adikku. Tapi..."

Tapi Mika juga akhirnya kehabisan kata-kata dan suasana pun kembali hening. Mungkin agak menyesal juga karena dia yang memulai semua ini, sehingga akhirnya pertunjukkan teater yang dulu disukai ibunya jadi harus berakhir di sini--

"Ku-Kurasa semuanya tidak apa-apa." Tiba-tiba Aria kembali bersuara di tengah keheningan itu. "Walaupun mungkin terdengar naif, tapi asalkan kita masih berteman..." Lanjutnya agak hati-hati.

"Maksudku, tentu saja Aku inginnya kalian berhenti melakukan pekerjaan berbahaya, apapun itu. Tapi kalau kalian memang harus melakukannya, Aku tidak bisa menghentikan kalian." Katanya.

"Ta-Tapi kalau bisa, sebagai gantinya, kalian tetap harus bilang padaku kalau ada apa-apa. Dan Aku juga akan mengurus Lily, Kuvi, dan Mina. Ja-Jadi, jangan berhenti berteman denganku." Lanjutnya mulai terdengar putus asa sendiri.

Melihat Aria yang seperti itu, tentu saja ketiga temannya sudah tidak bisa menyanggah apa-apa lagi. "Ya ampun, justru kami yang senang kalau kau masih mau berteman dengan kami." Kata Leyna kemudian sambil memegang tangannya lagi.

"Dan, kalau mengenai pertunjukkan..." Lanjut Aria sambil memandang ke arah Mika. "Untuk sekarang mungkin sebaiknya dihentikan dulu. Tapi kalau ada kesempatan, Aku janji kita akan melakukannya sama-sama lagi. Ya?" Katanya sambil memegang tangan Mika juga.

Meresapi pandangan tulus Aria sesaat, Mika pun akhirnya hanya bisa mendesah. "Janji ya."

"Dan akan kucarikan kostum yang bagus juga." Tambah Aria yang kali ini tersenyum ke arah Aran. Meski Aran yang agak malu malah hanya mengalihkan wajahnya dan mendengus pelan.