Setelah mencari-cari temannya di seluruh mansion, Hiki pun akhirnya menemukan Rei. "Woi, Rei, perempuan tadi! Apa dia mencuri sesuatu juga? Haruskah kita mengejarnya sekarang?" Oceh Hiki begitu menyembur masuk perpustakaan. "Lihat saja kalau Aku menemukannya nanti. Dia kerja di kantor pengiriman kan? Cepat temani Aku sekarang. Biar kita langsung tangkap dia!"
Tanpa menoleh, Rei hanya membalas, "Memangnya ada yang hilang di ruang harta?"
"Tidak sih. Tapi dia lari kan? Jadi dia mungkin mencuri sesuatu yang lain."
Meski anehnya setelah itu Rei malah tidak menyahut lagi dan mulai kembali fokus pada salah satu buku di meja. "Bagaimana dia melakukannya...?" Gumamnya sendiri.
"Woi, Rei! Kau tidak mendengarku?" Panggil Hiki lagi.
"Tidak, jadi diam sebentar."
"Kenapa? Kau bahkan langsung mengurung pencuri yang kemarin. Kenapa yang ini malah tidak semangat? Siapa tahu dia orang yang mengincarmu juga."
Dengan tatapan yang berkerut, Rei pun akhirnya menoleh. "Dia bisa menggunakan sihir mikro, kau tahu. Jadi kalau dia memang mengincarku, dia harusnya pakai sihir yang lebih mematikan, bukan sihir yang cuma bisa mengubah tanah jadi agar."
Dan kali ini Hiki yang terdiam sesaat. "Sudah kuduga dia penyihir ya."
"Hah?? Maksudmu kau menyadarinya tapi tetap membawanya masuk? Kau gila?"
Menahan ejekan itu, Hiki hanya melipat bibirnya. "Belakangan ini kan Aku sudah terbiasa dengan auramu yang berat, jadi Aku juga hampir tidak merasakannya tadi." Balas Hiki seadanya. "Lagipula kau juga tidak menyadarinya kan? Itu pasti karena aura gadis itu memang sangat tipis."
Mendengar itu Rei akhirnya hanya mendesah pelan dan kembali membaca bukunya. Tapi Hiki kemudian bicara lagi. "Terus bagaimana? Kalau dia bukan pencuri, bukankah kita justru harus mengejarnya? Karena itu artinya dia punya maksud lain."
"Yaa..." Sahut Rei sekenanya, yang justru semakin membuat Hiki bingung.
"Kenapa sih? Apa karena gadis itu bisa sihir mikro?"
Tidak langsung menjawab, Rei malah melipat tangannya di dada dan menyandarkan punggungnya di bangku seakan dia bakal mulai menceritakan sesuatu yang panjang. "Saat Aku masuk ke sini, pintunya melipir sedikit, kau tahu. Jadi ada kemungkinannya kalau gadis itu sempat masuk ke sini juga." Katanya. "Dan kau tahu Aku selalu menaruh pemberat di buku dalam keadaan terbuka, jadi Aku ingat halaman yang sedang kubaca."
Melirik buku yang ditunjuk Rei, Hiki pun mengulurkan lehernya untuk mengintipnya. Dan setelah dilihat ternyata halaman itu tertulis bab yang menjelaskan tentang bagaimana cara mengubah tekstur benda padat jadi agar.
"Agar bukan makanan yang biasa di kalangan masyarakat, kau tahu." Kata Rei lagi. "Jadi seperti yang kau katakan, ada kemungkinannya kalau gadis itu sebenarnya bukan rakyat biasa dan hanya sedang menyamar jadi pengantar paket untuk mengincarku."
"Tapi masalahnya kalau bukan..." Rei melanjutkan dengan nada yang berat. "Ada kemungkinan kalau dia cuma tidak sengaja membaca halaman ini dan hanya spontan menggunakannya saat Aku menghalanginya tadi."
Hiki terdiam sangat lama setelah mendengar itu. Tapi setelah kepalanya memproses semua cerita itu, dia malah langsung tertawa terbahak-bahak.
"Bwahaha! Aku tidak tahu seorang Alrei Kransfein bisa iri pada orang lain! Apalagi pada seorang pencuri!" Katanya, yang setelah itu langsung dilempar buku oleh Rei. Bahkan saking kesalnya, setelah itu Rei juga langsung berdiri dan berjalan keluar.
Hiki jelas mengikutinya, tapi dia tetap saja masih cekikikan sendiri di belakang. Soalnya dia memang tahu kalau dulu Rei sempat punya obsesi untuk mempelajari sihir mikro. Tapi sejak tahun lalu, dia berhenti mempelajarinya. Jadi Hiki pikir temannya akhirnya sudah menyerah dengan hal itu.
Tapi sepertinya melihat langsung orang yang bisa melakukannya malah kembali mengingatkannya dengan obsesi itu.
"Hm, kita mau kemana?" Tanya Hiki lagi saat dia menyadari kalau mereka tidak berjalan ke arah mansion utama, melainkan ke arah gudang tidak terpakai yang ada di dekat kebun. Tempat di mana Mika dan Leyna berada. "Oh? Ke tempat pencuri semalam? Kau mau menginterogasi mereka lagi?"
"Aku pikir kalau dia memang pencuri, siapa tahu dia juga komplotan mereka."
"Ah... Benar juga."
Dan di sana lah mereka, kelihatan baik-baik saja. Kecuali tangan mereka yang ditahan ke meja dan jari-jarinya yang patah.
Keduanya langsung menegang begitu melihat Rei. Mereka bahkan spontan langsung menggertakkan gigi mereka seakan sudah was-was kalau kali ini dia akan memotong tangan mereka sekalian.
Tapi walaupun memasang ekspresi mengancam, Rei hanya melipat tangannya. "Ini terakhir kalinya Aku tanya. Kalian bukan orang suruhan siapa-siapa?"
"Sa-Sama sekali bukan!" Jawab Mika gemetar. "Kami bahkan tidak mengenal tuan-tuan sama sekali. Kami cuma mau mencuri... Tolong ampuni kami!"
Rei hanya diam, tapi Hiki malah menceletuk. "Hm, padahal harusnya Aku terkenal." Katanya. "Tapi kalau kalian memang cuma pencuri, apa kalian kenal pencuri yang tadi ke sini?"
Sama sekali tidak paham, Mika dan Leyna cuma bisa saling memandang kebingungan. Soalnya selain Aran, mereka kan tidak kenal pencuri lain. Lagipula Hiki juga sama sekali tidak menjelaskan pencurinya seperti apa--
"Perempuan dengan jepitan bulan, dan bisa menggunakan sihir." Tambah Rei.
Glek.
Mika dan Leyna kelihatan berusaha mengatur reaksi mereka, tapi tatapan kaget mereka yang muncul sepersekian detik itu bahkan tetap ketahuan oleh Hiki. "Aha... Kelihatannya gadis itu memang teman mereka."