"Ini obatnya. Anda butuh yang lain?" Tanya nyonya Rumia sambil memberikan kantong obatnya pada Rei.
"Tidak, ini saja." Balasnya sambil memberikan beberapa koin emas.
"Oh, ya ampun. Anda tidak punya uang kecil?" Tanya nyonya Rumia, meski Rei tidak menyahut dan langsung berbalik ke arah pintu. "Te-Terima kasih banyak." Tambah nyonya Rumia buru-buru.
Untuk beberapa lama Aria cuma bisa berdiam di tempatnya. Nyonya Rumia bahkan sampai bertanya apa dia baik-baik saja karena Aria kelihatan mulai berkeringat dingin.
Dia bisa saja memaksakan diri untuk kabur. Tapi selain khawatir kalau mereka akan melakukan sesuatu pada nyonya Rumia kalau dia sampai melakukannya, dia juga tidak percaya diri bisa kabur sambil membawa tiga adiknya. 'Ditambah, mereka terlanjur dengar namaku…'
Jadi setelah berbohong dan berkata kalau dia baik-baik saja pada nyonya Rumia, Aria pun akhirnya menguatkan kakinya untuk berdiri dan berjalan keluar, di mana 2 bangsawan dengan aura tidak menyenangkan itu sedang menunggunya dengan sabar.
"A-Anu, anu, itu…" Aria berusaha menggerakkan bibirnya meski dia tetap tidak berani menatap mereka. "To-Tolong biarkan saya mengantar mereka pulang dulu. Baru setelah itu kalian bisa menangkap saya." Katanya langsung memohon.
Rei dan Hiki sempat saling memandang sebelum akhirnya melirik 3 bocah kecil yang mengekor di belakangnya. Karena betapa pun busuknya Rei dan Hiki, mereka juga tidak ingin langsung menculik seorang perempuan di depan adik-adiknya. Belum lagi suasana di alun-alun pertokoan masih agak ramai meski hari sudah sore, dan mereka tidak mau menarik perhatian.
Jadi, "Baik." Mereka pun menurut. Tapi tidak begitu saja. "Tapi jangan coba kabur. Atau kupatahkan tangan mereka." Ancam Rei yang langsung membuat Aria serasa diacungkan pisau ke lehernya. Sehingga sepanjang perjalanannya kembali, Aria sudah seperti diekori 2 malaikat maut.
"Bukankah lebih mudah kalau kau langsung menculiknya?" Bisik Hiki.
"Yaa, tapi untuk sekarang Aku tidak mau terlihat jahat dulu."
"...Rei, kau baru saja mengancam akan mematahkan tangan adik-adiknya. Itu sudah cukup jahat." Katanya. "Eh tapi kalau begitu, jangan-jangan kau betulan mau minta diajari olehnya? Pfft." Tanyanya lagi.
Walaupun saat akan tertawa begitu mengatakannya, Hiki malah mulai terganggu duluan dengan suasana pemukiman yang mereka masuki. Karena bukan hanya pondok-pondoknya yang lusuh, tanah di daerah ini terlihat sangat kering dan tidak terurus. Bahkan rumput liar saja kelihatannya ogah tumbuh di sini. "Geh, mereka tinggal di sini?" Gerutunya.
Di sisi lain, Aria sebenarnya sedang panik memikirkan bagaimana kalau nanti 2 laki-laki itu melihat Aran dan malah memutuskan untuk mencoba membunuhnya lagi?! Tapi karena Aran ada di gudang, harusnya tidak akan kenapa-kenapa selama Aria tidak membuat mereka dekat-dekat ke belakang pondok.
"Kak Aria, apa mereka teman kakak?" Tanya Mina kemudian.
"Tapi bukankah mereka bangsawan? Kak Leyna bilang kalau bangsawan tidak suka berteman dengan orang seperti kita." Tanya Lily juga sambil melirik ke arah 2 malaikat maut yang mengekor jauh di belakang mereka.
"Tapi mereka tidak akan ikut makan malam dengan kita kan? Nanti porsi kita jadi sedikit!" Timpal Kuvi.
"...Uhm, tidak kok. Nanti mereka langsung pergi." Balas Aria sebisanya, tidak tahu lagi mau balas bagaimana. Apalagi karena kepalanya masih sibuk memikirkan ini-itu. Yang salah satu hasilnya adalah berhenti sebelum mereka benar-benar sampai di rumah.
Aria menarik napas panjang dulu seakan itu adalah hari terakhir dalam hidupnya. Dan setelah siap, dia pun kemudian kembali merendahkan tubuhnya ke arah 3 adiknya. "Itu, Aku ada keperluan sebentar. Jadi kalian ke rumah duluan ya." Katanya. "Mina bisa kupas kentangnya kan? Nanti Lily tinggal rebus kentangnya di air ya. Ah, tapi hati-hati nyalakan apinya ya. Garamnya juga jangan lupa…" Dan Aria pun mulai tercekat sendiri.
Sama sekali tidak tahu kalau 2 laki-laki yang melihat itu jadi merasa aneh juga menontonnya. "...Sepertinya dia benar-benar berpikir kau akan memasungnya." Kata Hiki, yang tidak bisa dibalas Rei.
Dan setelah beberapa pesan yang menyedihkan, Aria pun akhirnya mengirim 3 adiknya pulang duluan. Baru setelah itu dia mengelap air matanya dan berbalik untuk menghadap 2 laki-laki itu.
Lalu tanpa protes apa-apa, Aria cuma langsung mengulurkan kedua tangannya.
Keduanya sempat bingung, tapi akhirnya Hiki paham duluan. "...Ah, Rei, dia mau diikat." Celetuknya. "Tapi Aku tidak punya tali. Rei, kau punya tidak--"
BUK! Tapi sebelum Hiki melanjutkan pertanyaan tidak berguna itu, Rei langsung menendang kaki Hiki dan mendorong pelan tangan Aria balik. "Kami bukannya ingin menangkapmu. Atau, ya, belum." Katanya.
Tidak percaya dengan yang didengarnya, Aria mengangkat kepalanya dan terdiam sangat lama. "Eh…? Be-Benarkah?"
"Yaa, karena kalau kau tidak mencuri apa-apa, kami tidak bisa menangkapmu begitu saja." Balas Rei. "Tidak seperti 3 temanmu yang lain."
Merasakan jantungnya mencelos, Aria kembali mundur selangkah dengan kakinya yang gemetar. Dibanding penjahat yang kerjanya langsung mengacungkan pisau dan golok, orang yang justru banyak bicara meski punya tatapan pembunuh rasanya jauuuh lebih menyeramkan. "Ma-Ma-Mana Mika dan Leyna?"
Tidak langsung menjawab, Rei malah merasakan ada kejanggalan dari pertanyaan itu. "Hm? Kau hanya menanyakan 2 orang saja? Apa itu artinya kau tahu 1 temanmu berhasil kabur?" Tanyanya. "...Jangan bilang dia masih hidup?"
"Hah? Mana mungkin." Celetuk Hiki. "Bukankah kau melukainya dengan racun yang biasa kau gunakan untuk berburu beruang atau semacamnya?" Katanya.
Rei baru saja akan mengiyakan itu, tapi tiba-tiba saja dia melihat ekspresi takut Aria dan baru ingat kalau dia sedang berencana pakai cara halus dulu. "Sebagai pembelaan, Aku mungkin akan menyembuhkannya kalau saja dia tidak kabur…" Dan menyiksanya sedikit.
Tapi karena Aria jelas-jelas belum mau mempercayainya. Jadi dia pun kembali ke cara kasar saja. "Dua temanmu masih hidup. Asalkan kau menuruti perkataanku, Aku mungkin akan melepaskan mereka."
Aria terdiam agak lama sebelum akhirnya bertanya, "Ka-Kalian mau apa?"
"Mudah. Cuma--"
GLUTAK GLUTAK!
Tapi entah dari mana, tiba-tiba saja Aran muncul dan menerjang dari belakang seperti setan. Meski tentu saja Hiki dan Rei berhasil menghindarinya dengan mudah karena gerakannya sama seperti orang yang mabuk.
Tapi walaupun dengan gerakan yang tidak beraturan, Aran masih bisa menarik Aria ke belakangnya dan mengacungkan sekop yang dia bawa ke arah Hiki dan Rei. "Jangan dekat-dekat!" Teriaknya.
Meski daripada kaget, dua laki-laki itu malah kelihatan bingung melihat Aran bisa berdiri begitu. "Wah, dia betulan tidak mati." Celetuk Hiki.