" Mas tinggal sendiri di Seoul? Tidak ada keluarga, sanak keluarga?"
Suster Yunah ikut ke rumahku. Ia duduk di tikar tengah. Ia meluruskan kakinya dan duduk sopan di tikar
" saya sendiri mbak. Keluarga lain ada tapi saya ga mau ganggu."
Jawabku. Aku berpura-pura menelpon Bully di belakang rumah. Yunah sedikit mendengar ucapanku. Aku mengambil cangkir dan menyajikan air putih kepada Suster Yunah. Ia mengambilnya lalu meminumnya sedikit
" mas Billy mungkin ke sini minggu depan. Dia masih di AS jadi mau persiapkan perjalanan ke Korea"
Ucapku. Suster Yunah seketika tersenyum. Ia kembali duduk tepat di sampingku dan memegang tanganku
" beneran mas? Terima kasih banyak mas!!"
Sahutnya senang. Ia bahkan langsung mempercayainya. Ia melepas tanganku dan langsung meminum air putih itu.
" mas belum menikah"
Aku tertawa malu. Suster Yunah juga ikut tertawa
" belum mbak, saya kerjaan tetap ga punya. Kadang jadi kuli, kadang jadi tukang parkir. Kalo nikah, di kasih apa anak istri. Ini saja beruntung dibantu Mas Billy soal Huang rumah"
Jawabku. Suster Yunah mendengarkan dengan serius. Ia kembali meminum air putih itu
" mas tahu dari mana saya kerja sebagai suster"
Tanyanya. Aku kembali mengarang alasan
" Billy selalu cerita tentang mbak. Sama orang-orang gang tahu kok"
Jawabku. Suster Yunah tertawa lebar
" Billy beneran cerita tentang aku? Ia suka cerita gimana? Kapan Billy cerita? Apa dia sering cerita tentang aku?"
Jawabnya. Ternyata sikap Suster Yunah masih tidak berubah. Ia semangat tiap kali aku membahas Billy. Padahal tidak ada sihir yang mempengaruhiku
" Mas Billy itu kalo ketemu saya pasti cerita tentang Mbak Yunah. Cuma dia malu. Mbak Yunah sangat dewasa, sedangkan dia merasa masih bersifat kekanak-kanakan. Ia suka merasa belum bersikap dewasa di depan Mbak Yunah"
Jawabku. Mbak Yunah seketika semangat
" iya bener! Tapi aku suka Billy apa adanya. Waktu itu pun dia masih muda. Masih 18 tahun. Wajar kalau sikapnya belum dewasa. Ternyata Billy cuma malu. Andai aku berusaha lebih keras buat hubungi Billy. Andai mas Santo muncul lebih cepat. Aku udha habisin 4 tahun terakhir buat hubungi Billy lewat chat dan email. Bahkan kirim surat ke alamatnya di AS"
Aku tahu itu. Karena aku tidak pernah membaca semua pesannya. Kecuali surat itu. Aku membacanya.
Kami bercerita panjang lebar tentang Billy. Aku Billy jadi aku bebas bercerita apa saja tentang diriku. Akutidak menyangka wanita ini seobsesi itu pada Billy. Sampai-sampai aku dengan mudah mempengaruhinya. Aku berbohong Billy tetap menghubungiku walaupun aku bekerja di kampung. Suster Yunah mendengarkannya dengan serius. Sangat serius sampai ia meneteskan air mata. Aku berjanji Billy akan datang minggu depan. Sampai saat itu aku harus memanfaatkannya.
Saat itu hampir tengah malam. Suster Yunah lalu berdiri. Ia membungkuk dan aku ikut membungkuk
" udah malam mas, saya permisi dulu"
Ucapnya. Ia lalu berdiri. Aku memegang tangannya. Suster Yunah menatapku bingung
" mbak, saya sudah bantu mbak sedikit soal mas Billy. Sampai mas Billy jauh-jauh dari New York mau ke Korea. Apa mbak bisa bantu saya"
Suster Yunah tersenyum genit. Ia mengerti maksudku. Ia sendiri ke pintu depan dan melihat ke luar. Ia tiba-tiba memegang tanganku
" mas…."
Ia memanggilku dengan nada berbeda. Aku hanya diam. Aku melepas tangannya lalu aku memeluknya lebih dahulu. Ia hanya pasrah. Ia memelukku mesra. Ia lalu tersenyum
" mas kan aku bantu supaya dapat adik aku, yang masih perawan. Adik aku belum pernah pacaran dan belum pernah di sentuh laki-laki. Kenapa mas ga mau?"
Ia melepas pelukannya. Aku raih celana piyamanya itu, menurunkannya pelan dan membukanya. Celana itu terjatuh. Suster Yunah hanya pasrah. Celana dalam putihnya terlihat jelas. Aku melepas kemeja piyamanya dan ia melepas sendiri hijabnya sehingga kini ia hanya mengenakan bra dan celana dalam
" mas mau aku? Tapi aku udah sering main lho dengan Billy"
Aku menelanjanginya, melepas bra dan celana dalamnya. Ia kini bugil di rumahku. Aku berlutut dan mulai menjilati memeknya. Suster Yunah melebarkan pahanya. Wajahnya memerah dan ia mulai mendesah panjang
" mas…. Ahhhh mas Santo"
Ia mendesah panjang. Ia meremas kepalaku. Memeknya semakin basah. Lidahku menjelajah lubang kemaluannya hingga bertemu klirotisnya. Kakinya mulai gemetar. Lidahku terus bermain-main dengan klirotisnya hingga tak lama kemudian, ia memekik panjang
" ohhhhh"
Cairan menyembur dari lubang kemaluannya. Ia orgasme sangat deras. Kakinya gemetar dan memeknya terus menyemburkan cairan hangat. Wajahnya memerah. Ia mendongakkan kepala dan terus mendesah panjang.
Aku membuka pakaianku. Kontolku menegang, berdiri tegak. Hitam tapi mungil dan kecil tidak seperti Billy. Ia lalu berlutut dan mulai memegangnya. Demi Billy Suster Yunah rela bersikap binal. Ia dekatkan wajah cantiknya hingga kontol mungilku menampar pelan wajahnya. Suster Yunah mengocoknya pelan. Ia mengocoknya cukup lama dan aku menikmati sentuhan jemarinya. Ia membuka mulutnya dan mulai mengulumnya
Aku mendesah panjang. Itu pertama kalinya aku merasakan nikmatnya hisapan tanpa kondom sebagai Santo. Kontolku sangat mungil sehingga ia menenggelamkan seluruhnya ke dalam mulutnya. Suster menyapu bersih kontolku hingga tak lama, tak sampai semenit, kontolku memuncrat deras di dalam mulutnya
Ia menelan semua sperma yang keluar. Ia mengocok pelan kontolku memuncratkan sperma keluar ke wajah rambut dan toketnya. Kontolku layu dan aku sangat lemas. Suster Yunah menatapku pasrah
" Mas puas?"
Aku tertawa malu. Suster Yunah memelukku pasrah di atas tikar. Tubuhnya putih bersih, putingnya masih pink terawat sedangkan tubuhku sangat hitam. Kami sangat bertolak belakang namun ia memelukku mesra
" ini bukan mimpi kan?"
Bisikku. Suster Yunah menggeleng kepala
" apapun aku lakukan demi Billy. Ini bukan apa-apa bagi aku. Sampai Billy kembali aku rela balas kebaikan mas. Tapi aku mohon kalau Billy balik lagi, mas kurangi hubungi aku. Aku takut Billy pergi."
Rencanaku berhasil. Bahkan pesona Billy masih mempengaruhiku. Aku harus merasa beruntung. Aku puas bisa mendapat wanita secantik ini sebagai Santo
" makasih Suster Yunah"
Sahutku. Ia hanya tersenyum
" aku yang makasih. Aku pasrah mas mau apa? Aku siap layani. Aku rela lakuin semua ini Billy. Mas mau apa lagi?"
Sahutnya. Ia mau melakukan sex karena ia tahu aku menginginkannya. Itu saja. Aku sangat bahagia. Aku tidak mau menyia-nyiakannya. Ia duduk di selangkanganku dan sambil tersenyum liar, ia mengocok kembali kontolku. Kemaluanku kembali berdiri. Ia sedikit mendesah panjang. Aku meremas buah dada dan memelintir gemas puting merah jambunya dengan jemariku. Ia naik kepangkuanku. Suster Yunah menunggangiku dengan posisi WoT, mengguncangku dengan kecepatan penuh.
Aku meremas buah dadanya. Ia mendongakkan kepala dan mendesah. Aku menggenjot kasar dari bawah. Kedua selangkangan kami saling bertepuk-tepuk. Ia sangat pasrah meskipun ia diatasku. Aku bangun, memeluknya erat dan menghisap kasar putingnya.
Suster Yunah memekik panjang. Ia memeluk pasrah dan membiarkan aku memimpin permainan. Tubuhnya semakin menggelinjang diatas tubuhku. Aku remas pinggulnya dari bawah dan terus menggenjot dengan ganas dan liar
Yunah memekik keras. Kami keluar bersama-sama. Spermaku memuncrat deras di dalam memeknya. Ia menghadiahiku dengan crot dalam yang sangat nikmat. Ia jatuh kepelukanku, dan kami berpelukan mesra. Aku merasakan pelukan hangat tubuhnya ditambah jepitan kemaluan hangatnya. Ia tersenyum pasrah dan membiarkan aku mencumbunya
Aku bangun di pagi itu. Rumahku sudah bersih dan rapih. Suster Yunah sudah pulang lebih dahulu. Aku segera mandi, berganti pakaian dan ketika aku keluar, Suster Yunah tersenyum menyambutku. Ia sudah berseragam perawat bersiap pergi bekerja.
" Pagi Mas Santo"
" Pagi Suster Yunah"
Aku seperti merasa seperti pria paling bahagia. Meski Senyumannya agak berbeda dari ia tersenyum pada Billy. Ia agak tersenyum palsu. Hanya saja aku berada di tubuh asliku dan aku beruntung sedekat ini dengannya. Meski karena Billy. Aku ikut tersenyum menyapanya. Ia melambaikan tangan lalu kami berpisah. Ia harus bekerja pagi itu juga.
Aku membersihkan rumahku seharian. Aku membuang semua perabotan lama yang rusak dan membersihkan lalu memperbaiki apa yang aku bisa. Berkat rumah ini aku mendapat Suster Yunah. Walau aku tidak tahu ia tulus atau tidak? Aku masih ragu. Kini aku tinggal mendapat kerja dan hidupku sempurna
Aku memejamkan mata. Biasanya aku akan tertidur di telaga mimpi. Tapi kali ini justru aku tertidur. Aku pejamkan mataku dan aku tersenyum. Aku benar-benar kembali ke kehidupan lamaku. Tapi aku bahagia. Aku keluar rumah dan iseng ke jalan keluar gang
Aku mampir ke mini market di mana kedua pegawai cantik itu biasa menggodaku. Aku masuk ke sana. Mereka masih mengobrol. Mereka tidak menyapaku. Mereka asik membahas sesuatu di handphone mereka.
" ini aja om?"
Tanya salah satu dari mereka dingin. Aku mengangguk.
" semuanya jadi 100 ribu"
Aku memberikan uang 100 ribu dan mereka mengucapkan terima kasih. Mereka lalu kembali mengobrol sambil melihat handphone mereka.
Mahasiswi-mahasiswi yang dahulu genit padaku juga tiba-tiba ke sana. Mereka masuk ke mini market itu dan asik mengobrol. Mereka mengambil sesuatu sambil mengobrol lalu aku tersenyum melihat mereka. Aku lalu keluar dari mini market itu dan berjalan pulang
" Mas Santo?"
Seseorang memanggilku lagi. Aku menoleh dan ternyata kami bertemu lagi. Lebih hebatnya lagi ia menegurku
" Suster Minju"
Ia tiba-tiba menyapaku. Tidak seperti kemarin ia tiba-tiba tidak takut padaku. Bahkan tubuhnya kini sangat dekat dan sedikit menyandar pada tubuhku. Ia sepertinya baru pulang dari shift malam. Ia sepertinya juga ingin mampir ke mini market
" mbak mau minum kopi?"
Aku mengajaknya minum kopi. Ia tersenyum sambil menundukkan kepalanya
" kopi? Boleh"
Aku mengajaknya ke cafe di mana aku biasa mengajaknya dulu. Aku memesan minuman yang sama. Aku juga memesankan minuman untuknya. Suster Minju terdiam. Ia menatapku heran
" Mas tahu saya juga suka Ice Americano?"
Dulu aku tidak terlalu suka kopi-kopi modern tapi sejak menjadi Billy aku tahu banyak jenis kopi. Aku juga tahu kesukaannya
" siapa yang ga suka? Semua orang suka Ice Americano kan?"
Aku bahkan tahu tingkat gulanya.
" mas ga stalking aku kan?"
Tanya Suster Minju. Raut wajahnya cemas. Ia berkeringat dingin sambil menjaga jarak dariku. Ia membuang muka begitu melihat kontolku menegang keras. Aku tertawa malu. Kurasa ia salah sangka
" ga kok"
Jawabku. Ia masih ragu
" emang tahu artinya Stalking?"
Tanyanya pelan. Aku tahu banyak hal saat aku menjadi Billy. Apalagi aku tiba-tiba jadi fasih bahasa Inggris. Kami duduk berdua. Ia masih tampak takut. Sudah lama sekali aku tidak berkencan seperti ini dengannya. Ia melihatku dan ia seperti sadar aku bukan ancaman. Aku melihat senyumnya. Aku melihat ia tertawa. Aku senang kami kembali mesra
" aku ga nyangka orang kayak mas suka tempat kayak gini."
Aku hanya diam. Raut wajah Suster Minju tiba-tiba berubah
" ah sorry, maksud saya bukan mau nyinggung sih"
Ia seketika takut. Aku kembali tertawa
" gapapa mbak, santai aja. Saya dulu pernah pdkt sama cewek. Masih muda. Eh ternyata dia suka ke sini. Jadi saya ke sini dan coba menu-menu sini. Sejak itu saya suka ke sini, sekali-sekali"
Suster Minju tersenyum lebar
" siapa tu? Coba cerita"
Aku bercerita tentang gadis yang aku incar seumur hidupku. Ia menolakku dan aku sendiri. Tentu saja aku tidak menceritakan hidupku sebagai Billy. Aku mengaku bekerja serabutan sampai masuk rumah sakit
" oh jadi gitu. Kalo aku sih juga ada yang ngejer aku waktu muda dulu. Kalo aku ga suka ya aku tegesin aku ga suka. Tapi ga perlu jatuhin harga diri."
Ia masih seperti dulu. Rendah hati. Aku kira ia seperti itu karena saat itu aku menjadi Billy kini kenapa ia menyapaku dan bahkan sering memegang-megang tubuhku yang awalnya saja, ia sampai merasa dilecehkan ketika aku ejakulasi di tangannya
" apa karena itu juga mas belum menikah?"
Tanyanya. Aku mengangguk.
" aku juga pernah suka sama seseorang. Aku udah kasih segalanya. Aku udah ngerasa dia untuk aku. Tapi pada akhirnya, ga ada yang abadi. Aku kehilangan dia. Awalnya aku sedih, tapi aku semakin kuat. Sekarang aku ikhlaskan dia, dan ini pertama kalinya aku ngomong sama cowok lagi"
Ia menunduk dan meneteskan air mata. Aku diam. Aku diam tidak melakukan apa-apa. Ia diam di sana dan aku juga diam. Hujan lalu turun dengan deras. Kami diam di sana dan tidak melakukan apa-apa.
" aku selalu ngira kalau dia mau sama aku cuma karena tubuh aku. Dia buang aku waktu dia bosen. Sejak saat itu aku trauma mulai hubungan lagi."
Aku merasa bersalah. Tanpa aku sadari Suster Minju benar. Aku mendekatinya karena tubuhnya saja. Ia masih menunduk. Matanya berkaca-kaca dan ia berusaha menahan tangisnya.
" aku heran aja. Apa cowok menikah, mulai hubungan, apa cuma karena sex? Terus kalau ga cantik lagi, apa kami dibuang gitu aja"
Aku hanya diam. Aku pun bertanya pada diri sendiri apa waktu itu aku mendekatinya hanya karena sex?
" tapi aku ga peduli lagi, aku cewek yang bodoh. Aku sia-siakan Billy dan aku kehilangannya. Aku tahu mas Santo kenal Billy dari mbak Yunah. Aku mohon sama Mas Santo, tolong hubungi Billy buat aku. Apa Billy juga sering cerita tentang aku"
Sudah kuduga sikapnya berubah karena aku tahu Billy. Aku mengangguk. Kasir mini market itu mendengar. Ia menatapku tajam. Ia memanggil temannya dan langsung menunjuk ke arahku. Aku lalu mengarang cerita kalau sebenarnya Billy juga sering cerita tentang Suster Minju
" tapi kenapa dia milih Dokter Xinyu?"
Tanya Suster Minju
" dia hanya bingung mbak. Dia lebih cinta mbak Minju. Ia ingin mbak Minju tapi juga ingin Dokter Xinyu. Tapi ia bingung mengatakannya. Ia ga mau kehilangan kalian berdua tapi justru ia kehilangan mbak"
Suster Minju meneteskan air mata. Ia memegang tanganku
" harusnya aku kejar. Aku pengen jemput Billy kalo dia kembali ke Korea. Aku harus miliki dia lagi. Aku ga peduli ada berapa wanita di sampingnya. Aku butuh Billy"
Suster Minju ternyata seobsesi ini pada Billy. Aku memberanikan memeluknya. Ia membalas pelukanku dan lalu menangis. Ia memejam mata dan berbisik
" aku juga hutang Budi sama Mas Santo. Aku mau buktiin aku bisa lebih gila dari mbak Yunah."
Suster Minju langsung mencumbu bibiku. Aku terdiam. Ia melahap bibirku liar. Lidahnya tidak memberiku kesempatan untuk lepas darinya. Ia menyapu bersih bibirku. Ia dekap tubuhku kuat sehingga aku tidak bisa lepas. Aku seketika sedih. Suster Minju bahkan sampai seperti ini karena sihirku. Aku merusak jiwanya. Ia terus melahap bibirku sedangkan aku hanya diam pasrah.
Aku melambaikan tangan dan ia pun melambaikan tangan. Aku harus menjadi Billy untuk memperbaiki ini. Tapi bagaimana caranya? Tidak ada cara untuk kembali menjadi Billy. Jika tidak, Suster Minju mungkin akan gadis seumur hidup. Ia bisa gila. Ia bahkan bisa bunuh diri
Aku pulang ke rumah. Aku mendapat nomor Suster Minju namun aku tidak berani menghubunginya. Ia bersih keras untuk terus menginap di rumahku tapi aku melarangnya. Aku mengirim sebuah chat lalu aku menyimpan handphoneku kembali. Aku lalu ke rumah dan anak Babe, Minji ternyata menungguku di sana
" Mas, Minji mau minta tolong"
Ia memintaku memperbaiki kitchen set di rumahnya. Aku mengambil peralatan lalu segera ke rumah Minji. Aku menaruh tangga, menaikinya dan mulai memperbaiki kitchen set itu. Posisinya berubah menjadi miring. Aku melepaskannya, lalu memasangkan ulang. Minji menunggu di ruang tengah
" Minji!"
" Minji!"
Tidak lama teman-temannya datang. Mereka semua masih muda. Bahkan aku lihat ada yang masih 15 tahun. Aku terus bekerja sementara mereka mengobrol di ruang tengah
" jadi itu calon suami kamu?"
Tanya salah satu dari mereka
" ya ampun sorry, aku kira tukang"
Sahut temannya satu lagi. Mereka semua tertawa. Minji hanya diam. Mereka tertawa lepas sementara Minji terlihat risih, aku ragu mereka benar-benar teman Minji. Apa uang terjadi sebenarnya
" iya tapi ga jadi. Dia nyuruh aku buat kejer masa muda aku dulu. Katanya juga aku terlalu muda buat dia"
Jawab Minji. Mereka semua bersorak
" So sweet. Tapi iya sih kamu kemudaan buat mas itu. Tapo Boong! Lunya aja yang ga lalu. Bahkan om-om aja ga mau sama Lu! Sama aku aja yuk mas"
Goda temannya. Mereka tertawa lepas. Jadi benar mereka bukan temannya Minji?
" oi! Genitnya kumat!"
Sahut temannya yang lain. Mereka semua tertawa. Mereka semua menarik Minji berdiri. Mereka menggandengnya keluar rumah. Minji terlihat takut
" mas aku jalan sama temen dulu ya"
Tidak lama Minji izin pergi dengan temannya. Aku segera melarang ia pergi. Aku turun dan memegang tangannya.
" mas Billy mau ngomong langsung sama kamu nanti, lewat telepon."
Jawabku. Teman-temannya terdiam. Mereka melepas Minji
" Billy si Bule paling ganteng di dunia itu?"
" dia dulu pernah ke gang ini sih kata orang"
" mas kenal Billy?"
" kyaaaaaa!"
Mereka semua mengerubungiku. Minji akhirnya bebas. Mereka semua meremas pakaianku dan memohon kontak Billy
" stop! Saya siap bantu kalian kenal dengan Billy asal kalian jangan ganggu Minji!"
Bentakku. Mereka semua melepasku. Mereka pun memeluk Minji
" ganggu? Kita temenan sama Minji dah lama kok. Ya kan Mell?"
Sikap mereka terhadap Minji berubah. Aku senang bisa membantunya dengan menjual nama Billy. Salah satu dari mereka maju dan memberikan nomornya.
Ia menunjukkan nomornya dari handphonenya dan aku segera mencatatnya. Aku tidak menyangka bisa mendapat gadis abg dengan penampilan seperti ini
Aku memperbaiki lemari dapur itu sendirian. Ketika aku selesai, Minji masih menunggu di ruang tengah. Ia hanya diam. Minji sangat pendiam. Aku lalu turun dan duduk di dekatnya. Aku memeluknya
" mereka semua suka ganggu kamu?"
Tanyaku. Minji mengangguk pelan
" tapi aku ga kenal teman yang lain"
Jawabnya. Aku semakin memeluknya
" mulai hari ini ga ada yang gangguan kamu lagi"
Minji memelukku. Awalnya ia takut tapi pelukannya bertambah erat saat ia memelukku. Aku hendak keluar lalu mengunci pintu. Minji melepas hijabnya dan hendak masuk ke kamar. Suster Yunah pulang
" Mas Santo?"
Tanyanya heran
" oh, saya tadi perbaiki lemari dapur."
Sahutku. Suster Yunah melihat ke sekitar dengan heran
" Minjinya mana?"
Tanyanya heran.
" tadi ada di kamar"
Jawabku. Suster Yunah menggeleng-geleng kepala
" kebiasaan anak. Minum ga dibuatin lagi"
Gerutu Suster Yunah. Aku tertawa malu
" kalo itu, tadi aku yang minta ga usah buatin"
Jawabku. Suster Yunah menatapku sinis
" mentang-mentang calon istri dibelain terus"
Sahutnya. Aku tertawa malu. Suster Yunah tersenyum sambil menggeleng kepala. Ia mulai membereskan rumah yang sedikit berantakan karena temannya Minji
" dapurnya udah aku perbaiki."
Suster Yunah mengangguk dan tersenyum
" mau mampir dulu kan? Aku mandi dulu ya"
Suster Yunah mengunci pintu dan menutup jendela. Aku duduk di depan tv dan ia pun ke kamar mandi. Suster Yunah ke kamar Minji dan menyuruhnya keluar. Aku merasa kasihan pada Minji. Ia sering diganggu temannya dan di rumah ia sering dibentak temannya. Minji keluar kamar lalu duduk menemaniku.
" kalo capek di kamar aja gapapa"
Ucapku.
" gapapa mas, kalau ga ia enak santai-santai di kamar"
Sahut Suster Yunah.
" buka baju mas Santo terus pijitin. Mas Santo pasti capek habis benerin rumah kita"
Minji hanya pasrah
" ayo buka bajunya mas"
Aku hanya tersenyum.
" ga usah Mell, mas mau santai aja."
Jawabku. Suster Yunah lalu mendekat.
" mas mau aku cuciin bajunya? Buka aja. Pake handuk dulu"
Suster Yunah lalu membuka pakaian dan telanjang di depanku. Ia telanjang bulat sebelum mengenakan handuk. Minji terkejut melihat kakaknya dengan santai membuka pakaian dan bugil di depanku. Minji akhirnya pasrah. Aku memeluknya dan ia hanya diam
" nanti tunggu di kamar kamu aja ya"
Minji mengangguk
" makasi ya mas"
Ia lalu berdiri dan kembali ke kamarnya. Suster Yunah menatap Minji heran sambil menggeleng kepala. Ia lalu berjalan ke kamar mandi. Aku duduk menunggunya di sana sambil menonton tv. Aku mendengar suara guyuran air dari kamar mandi. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi. Aku mengetuk pintu dan ia pun menyahut
" mas, sekalian ambilin shampoo ya di dapur."
Aku mengambil Shampoo dari dapur. Aku mengetuk pintu dan membukakannya. Aku melihat tubuh aduhainya. Aku melihat jelas dan ia hanya diam membiarkannya. Aku melihat tubuh basahnya yang terkena air. Aku membuka pakaian dan Suster Yunah sadar apa yang harus ia lakukan. Ia remas kontolku, memejamkan mata, lalu mendesah saat jemariku meremas buah dadanya. Aku mainkan puting merah jambunya dan ia memekik pelan. Ia mulai mengocok kontolku dan memainkan jemari di bagian kepalanya