Aku menatap tubuh indah Suster Yunah yang sangat basah. Buah dadanya sangat merah muda meski ia sudah berumur. Aku remas buah dadanya dan bermain dengan putingnya. Ia masih diam pasrah. Ia dekati aku, ia remas kemaluanku dan mulai mengocoknya.
Suster Yunah lalu berlutut. Ia buka mulutnya lebar dan mulai mengulum kontolku ganas. Lidahnya menyapu bersih kepala kontolku. Bibirnya memompa ganas. Aku remas kepalanya dan mendesah kuat. Aku menggenjot kontolku di mulutnya dan ia menguluminya dengan liar
Kontolku berkedut. Suster Yunah menelan semua sperma yang keluar. Aku jarang bertahan lama jika menjadi Taeho. Ia menjilati kepala kontolku, memompa keluar setiap tetes sperma ke lidahnya. Aku mendesah kuat menikmati sensasi crot di dalam mulutnya. Ia melepaskan kontolku dari mulutnya dan ia pun menungging
Aku meremas buah dadanya dari belakang. Dengan buru-buru aku masukkan kontolku yang masih tegang dan mulai menggenjotnya. Suster Yunah mendesah. Aku mulai genjot kontolku mengeluarkan sperma dengan deras di dalam memeknya. Ia menggigit bibir bawahnya. Wajahnya memerah dan ia pun memekik panjang
Kami keluar bersama-sama. Aku tidak pernah merasa segagah itu. Kami sama-sama puas. Aku merasakan sensasi crot dalam yang luar biasa, ditambah sensasi orgasme klimax Suster Yunah yang tak terlupakan. Aku merasa beruntung. Kami mandi bersama-sama lalu berpindah ke kamar tidur. Ia menunggangiku dengan posisi WoT dan kami pun bercinta semalaman. Aku keluar di dalam kemaluannya berkali-kali malam itu dengan berbagai gaya
Aku menelpon teman Minji pagi esoknya dan kukira aku akan mendapat hangat tubuh abg muda. Suster Yunah sudah berangkat lebih dahulu. Aku memberi email lamaku sebagai Billy, yang bisa saja sudah dipegang Eros. Aku ragu Eros akan mengurus hidupku lagi. Gadis muda itu sangat senang. Namun sayangnya ia hanya menawarkan pekerjaan dan menyuruhku langsung datang ke kantor pamannya jika aku mau. Aku tidak mendapat apa-apa. Ternyata ia memberiku pekerjaan dan hari itu juga bekerja sebagai OB di sebuah kantor yang lumayan besar. Aku menyukai pekerjaanku.
Pagi itu adalah hari ketiga aku bekerja. Tidak banyak yang terjadi beberapa hari ini karena Suster Yunah sibuk dan aku sudah lumayan sibuk. Aku melihat bayanganku di kaca dan aku terlihat jauh lebih baik. Aku berseragam, rapi, dan tampak tidak begitu lusuh. Hidupku berubah, tanpa kekuatan dari bidadari, tanpa merubah tampangku, hanya bermodal aku kenal Billy. Tenaga orang dalam itu nyata dan gila. Ternyata yang harus aku lakukan adalah kenal orang dalam. Dengan begitu, orang mungkin akan mulai menghargaiku. Aku seharusnya percaya perkataan Dina dan orang-orang di gang jika aku miskin dan jelek. Sehingga seharusnya aku lebih berusaha mencari oranh yang dapat menolongku. Aku sadar menjadi Billy bukanlah kesalahan. Tanpa Billy aku bukan siapa-siapa. Hanya Taeho dengan kontol mungil dan buruk rupa
Aku keluar dari ruangan itu dan mulai bekerja. Masih tak percaya aku mendapat pekerjaan setelah sekian lama meski hanya sebagai OB. Aku naik lift servis dengan dua galon di sampingku. Aku angkat kedua galon itu dan mulai mengganti air minum di lantai itu
" Pagi Mas Taeho"
" wah ini baru laki. Angkat galon dua sekaligus ga pake bacot!"
" Pagi mbak Lili, Pagi mbak Nia, saya izin ganti galon dulu"
Aku dekat dengan hampir setiap karyawati di kantor ini. Mereka semua cantik, sexy, tinggi, seperti model, namun mereka ramah. Baru beberapa hari dan mereka sudah ramah padaku. Kurasa kini bukan hanya Minji dan Yunah yang tahu aku kenal dengan Billy
" pssst ada Boy, si ganteng"
" waaah ganteng, tapi sayang cuma OB"
Tapi tentu saja yang ganteng tetap lebih mendapat perhatian.
" Pagi Mbak, Pagi Mas Taeho"
Sapa si Boy
" Pagi Mas Boy"
Sahutku. Aku kembali ke pekerjaanku. Aku berpindah ke lantai lain untuk mengganti galon, membersihkan kamar mandi, merapikan ruangan rapat, mengantar kopi dan teh, sampai membantu di kantin. Aku sedikit bekerja extra karena aku 'anak baru' dan tentu saja sering mendapat operan tugas.
Saat itu jam 8 malam. Aku pulang lebih lama dari karyawan lainnya. Aku senang kembali ke realita ternyata tidak begitu menyeramkan. Aku mengemas tasku ke parkiran motor, lalu segera pulang. Suster Yunah mengirimiku pesan ia baru masuk kerja. Ia mendapat shift malam hari ini. Aku membalas pesan sebelum pulang ke rumah
Jalanan sangat ramai. Kantor lumayan jauh dari rumahku. Setidaknya aku menggunakan motor sekarang jadi aku tidak perlu berdesak-desakan di dalam bus. Aku menyusuri jalan dengan sabar, hingga tak sengaja aku melihatnya di pinggir jalan
" Suster Minju"
Aku melihat Suster Minju di pinggir jalan. Aku menghentikan motor, lalu menghampirinya
" Mas Taeho"
Ia naik ke motorku. Ia langsung mendekat dengan sendirinya ketika motorku dekat. Ia tersenyum lebar. Ia menggandengku dan bertanya
" udah ada kabar dari Billy?"
Aku mulai terbiasa. Aku mengangguk. Ada mbak, tapi. Suster Minju mencium pipiku
" makasi ya mas Taeho."
Ucapnya genit. Ia menjadi lebih agresif dari Suster Yunah. Ia menggunakan helmku sedangkan aku tidak menggunakan helm. Kami jalan menyusuri gang kecil, menghindari jalan besar. Aku masuk ke dalam sebuah gang, lalu berhenti di depan sebuah rumah. Akhirnya untuk pertama kali, aku mampir di rumahnya. Aku tidak ke rumahnya saat masih menjadi Billy.
" mampir Mas Taeho"
Suster Minju tersenyum ramah sambil mengajakku mampir. Aku mengangguk. Ia sedikit terkejut. Ia memarkirkan motor ke depan rumahnya, lalu ikut masuk
Rumah itu kecil tapi sangat bersih. Ada satu pintu yang tertutup. Minju masih tinggal bersama ibunya. Ibunya sudah tidur malam itu. Ia masuk sebentar untuk mengecek pintunya dan ia tidak menutupnya. Ia menyelimuti ibunya lalu ia kembali keluar
" duduk mas,"
Aku duduk di ruang tengah. Minju masuk ke kamarnya lalu menutup pintu. Ia berganti pakaian lalu keluar kamar dengan piyama merah jambu. Ia lalu ke dapur lalu menyiapkan minum untukku
" ah makasih mbak, tehnya seger"
Aku meneguk teh hangat itu hingga habis karena kebetulan aku haus. Minju tersenyum. Aku tahu ia cemas. Ia menjaga jarak dan agak gemetar. Kami hanya berdua di rumah itu. Ia takut mengusirku dan ia takut aku memperkosanya
" mas bisa aja, mau nambah?"
Ucapnya sambil tersenyum palsu menutupi kecemasannya. Aku menggeleng kepala.
" ga mbak, udah cukup"
Ucapku sambil tersenyum. Minju lalu tertawa. Aku ikut tertawa. Aku berusaha mencairkan suasana agar ia tidak menilaiku jelek
" jadi mas kerja di mana?"
Aku bercerita tentang diriku. Aku bilang aku kerja di sebuah perusahaan asing, walaupun menjadi OB. Ia mendengar dengan antusias. Aku bercerita tentang keseharianku di kantor dan ia duduk di sana mendengarkan sambil sesekali tersenyum.
" aku ikut seneng deh, sekarang mas punya pekerjaan tetap. Apalagi sekarang udah punya motor, udah mapan, sesekali boleh dong aku numpang"
Ia kembali tertawa aku ikut tertawa. Tapi aku tahu ia masih waspada
" numpang hidup juga boleh sus"
Ia tertawa sekaligus cemas. Ia pura-pura mengecek hp lalu bergeser sangat jauh.
" bisa aja si mas, ntar Billy gimana?"
Aku ikut tertawa. Wajah Minju berubah serius. Ia lagi-lagi berpura-pura mengecek hp. Ia melirik kontolku dan ia tahu harus berbuat apa demi kepentingannya. Ia menarik nafas panjang
" sebenarnya…. Selama ini, aku masih ga bisa move on dari pacar lama aku. Aku ga tahu kami bener-bener pacaran atau ga, tapi, aku nganggap kami bener pacaran. Dia Bule, dari Amerika. Dia pasien aku. Dia cowok paling sempurna yang pernah aku temui di hidup aku. Aku beri dia semuanya, termasuk kesucian aku. Tapi suatu hari dia pergi, dia jadian sama dokter muda atasan aku sendiri. Aku sakit hati. Aku trauma sama pria sejak itu. Tapi sisi lain aku ga bisa kehilangan dia. Kini aku cuma pengen dia peluk aku lagi"
Suster Minju tiba-tiba meremas celananya sendiri. Ia kembali tersenyum
" Jujur, aku takut setiap kali lihat mas Taeho. Waktu kejadian di rumah sakit itu, aku sampe nangis dan aku yang cerita kalau mas lecehin aku. Aku berusaha tenang, ramah dan pikiran positif setiap kita ketemu. Entah gimana kita cukup sering ketemu karena ternyata kita tinggal deketan. Tapi entah kenapa, setiap kali lihat mas, setiap dengerin ucapan mas, aku selalu berpikiran negatif. Tapi sekarang aku seneng kita bisa sama-sama positif. Mas tolong aku ketemu Billy lagi, aku tolong mas sampai kapan pun penuhi kebutuhan mas"
Suster Minju sangat takut. Ia ternyata mengira aku hendak berniat jahat. Ia tidak bisa menyembunyikan isi hatinya lagi. Ia mengungkapkan semuanya. Aku hanya diam, aku tidak bisa berkata-kata lagi. Karena apa yang terjadi di masa lalu ketika aku menjadi Billy, aku tidak bisa menahan nafsuku padanya. Ia tersenyum dan tahu apa yang harus ia lakukan. Aku berdiri dan saat itu juga aku buka celanaku. Kontolku tegang di depan wajahnya. Suster Minju tertawa genit. Ia membuka pahanya lebar memberiku lampu merah
" tapi aku udah merubah pandangan aku terhadap
Mas. Aku pilih pasrah. Aku emang takut tapi aku lebih takut lagi aku jadi gila"
Ia lalu memelukku. Aku merasakan kembali hangat tubuhnya. Ia memeluk tubuhku dan aku pun memeluknya erat tanpa mengingat perkataannya. Suster Minju membuka celananya sendiri. Ia mulai mastrubasi
" ohhh, tapi mulai hari, apa pun keinginan mas, aku siap bantu."
Ia terlihat binal dan nafsu. Saat itu malam dan aku mengerti maksud perkataannya. Aku memeluknya namun aku harus sadar. Jika aku melakukannya, maka aku tahu ini salah.. Ia hendak menyentuh kontolku dengan pasrah namun saat itu juga aku pun menggeleng kepala. Aku lalu tersenyum. Ia pun bingung
Aku lalu berdiri. Aku menutupi kemaluanku yang masih berdiri lalu aku membungkuk sedikit
" saya permisi dulu mbak"
Minju makin bingung karena ia tahu dugaannya salah. Aku pria yang sedikit berbeda dari diriku yang sebelumnya, Billy. Atau aku hanya mengalah dengan nafsuku. Aku bisa saja menyetubuhinya
" mas"
Minju memanggilku. Aku menolak ajakannya untuk melakukan sex, memuaskan nafsuku malam itu. Ia memanggilku ia lalu keluar sambil memegang sesuatu lalu ia menghampiriku
" aku salut sama mas. Aku tahu mas khilaf. Aku kira, mas deketin aku, karena mas nafsu dan ingin tidur dengan aku. Aku ramah dan pasrah karena pengen dapetin Billy lagi. Apalagi aku lihat, kemaluan mas selalu tegang kalo di dekat aku. Ternyata aku salah. Mas cowok paling baik yang aku kenal. Maaf aku udah tertipu wajah mas. kalo mas berubah pikiran. Atau kalau suatu hari mas kesepian. Aku ada di sini. Aku siap bantu mas. Anggap aja, aku istri mas sendiri."
Aku mengenakan kembali celanaku. Ia membuka tangannya dan kembali memelukku. Ia menangis. Secara tak sadar wajahnya kini sangat dekat kontolku. Kemaluanku bertemu dekat toketnya, saling berhimpitan dengan erat
" dengan begini, kita ga kan bisa berpisah. Kurasa ini lebih baik"
Bisiknya.
Minju melepas pelukannya. Wajahnya memerah. Aku hanya diam. Ia mengeluarkan sesuatu dari kantongnya
" karena mas nolak bantuan aku malam ini, aku cuma punya ini. Cincin peninggalan ayahku yang udah lama usang di dalam lemari rumahku. Aku coba jual tapi ga ada harganya. Cincin ini bukan emas, apalagi perak. Ternyata cuma logam biasa. Tapi kata ayah, Cincin ini bisa ngerubah orang menjadi apa yang ia inginkan. Katanya sih, di kampungnya dulu cincin ini namanya…."
Cincin kebohongan. Dinamakan kebohongan karena cincin ini tidak pernah berfungsi seperti seharusnya. Mereka bilang cincin ini bisa merubah orang dari jelek menjadi tampan. Dari pendek menjadi tinggi. Dari jelek menjadi manis dan cantik. Tapi nyatanya, cincin ini tidak dapat melakukannya. Cincin ini hanya cincin logam biasa yang sudah usang. Meski konon, dahulu kala pada masa yang tak diketahui berapa ribu tahun yang lalu, cincin ini adalah perhiasan bidadari yang terjatuh dan terlupakan hingga usang. Aku berusaha menolak tapi ia bersih keras aku menerimanya
" yah, siapa tahu aja mas jadi beneran ganteng karena cincin ini. Terus dapet cewek lebih muda, lebih cantik dari aku. Yang lebih baik juga. Yang ga pikiran negatif"
Aku ikut tertawa. Ia tertawa malu. Aku melihat sekilas cincin usang itu. Ada tulisan kecil di dalamnya. Tulisan dalam bahasa aksara kuno
Aku terdiam. Raut wajahku berubah. Tulisan itu sama seperti tulisan di candi di mana aku menyelamatkan Jessica bertahun-tahun yang lalu. Ada tulisan tambahan yang mengisyaratkan kalau cincin ini hanya berfungsi pada pria. Apa cincin ini benar-benar cincin usang yang dibuat orang iseng ribuan tahun yang lalu?
" kenapa mas?"
Aku seketika sadar. Aku tertawa malu dan menyimpan cincin itu di jaketku
" ga, saya ga nyangka aja, kamu sampe kasih saya cincin seberharga ini. Padahal ini kan cincin ayah kamu"
Sahutku. Minju hanya tersenyum. Ia selalu tersenyum malam ini dan aku senang melihatnya
" gapapa mas, ini hadiah karena mas udah buat malam ini sebagai lembaran baru dalam hidup aku."
Aku melambaikan tangan. Kami pun berpisah. Aku pulang mengenakan sarung dan Suster Minju bilang ia akan mencuci celanaku. Aku menolak tawaran Minju namun aku mendapat cincin ini. Aku berhenti di pinggir jalan karena aku penasaran dengan cincin itu. Aku merasakan aura yang tidak biasa dalam cincin ini. Aku merogoh cincin itu dari tanganku lalu melihatnya sekali lagi
Aku mengenakan cincin itu. Seragamku terasa sempit. Celanaku menjadi setengah tiang. Sepatuku rusak menekan kakiku karena terlalu sempit. Aku merasa ada yang salah dengan diriku. Aku berubah menjadi putih kembali. Aku membuka seluruh pakaianku dan melihat ke kaca
" tidak mungkin"
Cincin itu berfungsi padaku. Aku kembali berubah menjadi Billy. Tubuhku kembali kuat. Aku kembali merasa gagah. Tanpa kekuatan Jessica, dengan cincin aku tidak menyangka aku kembali menjadi Billy!
" Kyaaaaaaaaaaaaaa"
Aku mendengar seorang gadis. Aku terkejut dan panik. Aku menoleh dan aku melihat seorang gadis muda, mungkin masih kuliahan berteriak terkejut melihatku bugil di gang itu.
" ada Bule ganteng"
Bisiknya. Kontolku mengacung di depan wajahnya dan ia tidak berhenti melihatnya.
" gede"
Celananya basah. Gadis itu orgasme bahkan tanpa aku menyentuhnya. Ia mendesah. Cairan orgasme itu bahkan sampai membasahi jalan. Gadis itu masih diam tercengang dan orgasme berdiri karena melihatku
" kalo cowoknya seganteng ini… aku rela dibegal"
Semua orang lalu keluar. Ibu-ibu, cewek-cewek dan seluruh wanita melihatku terkejut. Bapak-bapak dan semua pemuda ikut tercengang. Semua orang melihat dan perlahan mengerubungiku. Panik, aku naik ke motor dan segera melarikan diri.
" ding dong"
" selamat datang di serbu, selamat be…lan…."
Aku mampir di toko 24 jam serba sepuluh ribu. Aku mampir untuk membeli pakaian. Aku hanya menutupi tubuhku dengan koran. Aku masuk ke toko itu dan tanpa sengaja, aku bertemu Minji di meja kasir. Ia terkejut melihatku. Wajahnya memerah. Ia terdiam di tempat.
" gan….teng"
Aku tersenyum dan membungkuk menyapanya
" hai Minji"
Ia seketika mimisan. Ia terdiam membatu
" tinggi, Bule, dan dia kenal aku"
Minji seketika tak sadarkan diri. Aku pun panik. Aku hendak menghampirinya namun aku sadar aku belum berpakaian.
Aku memakai pakaian di kamar pas. Aku melihat diriku sendiri di kaca. Aku memang Billy. Aku bahkan jauh lebih tampan dan berkarisma dari sebelumnya. Cincin ini luar biasa. Aku memeganginya lalu melepasnya sebentar. Aku kembali menjadi Taeho. Pakaian itu menjadi kebesaran. Aku tertawa kegirangan. Aku kenakan kembali cincin itu dan kembali menjadi Billy
" Minji… Minji"
Aku membangunkan Minji. Ia perlahan terbangun. Ia seketika tersenyum malu. Wajahny memerah
" ada Mr ganteng"
Bisiknya malu. Aku ikut tersenyum
" aku Billy"
Aku lalu membantunya berdiri. Ia masih lemas jadi aku memeluknya. Ia justru bertambah lemas
" cowok seganteng kamu, kok bisa kenal aku sih"
Ucapnya dengan wajah malu
" aku temannya Mas Taeho. Dia bilang kamu baik sama dia"
Jawabku. Minji semakin bertambah malu
" ah mas Taeho. Iya emang aku kenal. Ia baik jadi aku baik juga"
Minji memang gadis yang baik. Tidak seperti ayahnya yang sombong
" aku mau bayar bajunya"
Aku menyerahkan price tag baju yang aku kenakan. Ia memindai price tag itu dan membacakan harganya
" semuanya jadi 185 ribu, cash atau debit?"
Aku merogoh kantongku dan membayar dengan uang 200 ribu
" katanya Serba sepuluh ribu tapi kok mahal ya?"
Gurauku. Minji tertawa malu
" iya, celananya branded soalnya. Yang murah yang dipajang dekat pintu"
Jawabnya dengan wajah yang masih memerah. Ia terlihat berapa kali melipat kaki. Tangannya juga gemetar. Ia terlihat sangat gugup. Aku tertawa geli
" santai aja, Minji"
Ia makin panik. Ia berikan kantung itu dan menunduk malu
" ini kantungnya, Mister Billy"
Ucapnya. Aku memegang tangannya. Minji seketika terdiam dan hampir berteriak
" panggil Billy aja"
Jawabku. Ia tersenyum malu dan semakin lemas. Aku menganggukkan kepala lalu berjalan keluar dari toko itu. Aku menatap kaca toko dan saat itu juga aku tersenyum lebar seraya berbisik dalam hati
" aku kembali"