"Sebenarnya .... ada yang kupikirkan sejak hari itu sungguh terjadi."
[Porsche Pacchara Kittisawasd]

Bab ini berisi sudut pandang Porche kepada Kinn sejak mereka bertemu pertama kali. A simply flashback for his lovely life.
PSSSSSTTTT ... jangan lupa "Daniel Jang - Thought of You" diputar pas baca ya!

Namaku Porche. Terlahir tulen lelaki, dan hanya pernah menusuk wanita selama ini.
Jika kau bertanya tentang kehidupanku, jujur tak ada yang sangat menarik.
Aku tumbuh seperti bocah pada umumnya, walau masa kecilku agak dramatis. Orangtuaku kecelakaan mobil, keluarga tinggal adikku, dan aku otomatis harus jadi penanggung jawabnya dalam semalam.
Well, tapi tidak masalah. Kami bukan satu-satunya yatim piatu di bumi ini. Dan karena usia kami masih muda saat ditinggal pergi, pamanku yang bernama Arthee pun sempat membantu beberapa tahun. Hanya saja, Paman tidak bertahan hingga Porchay dewasa. Beliau juga meninggal karena usus buntu, sementara kami kemudian dapat uang asuransi yang dia miliki.

Bagiku, pendidikan tidak penting lagi sejak Porchay memasuki SMA. Aku mengalah untuk tidak memasuki bangku kuliah, lalu melupakan mimpi-mimpi yang pernah melintas di kepala kecilku.
Bila sudah punya uang makan untuk besok, aku merasa tak ada yang perlu dipusingkan lagi. Sebab senyum Porchay benar-benar sudah cukup untuk meringankan bebanku, meski seharian harus bekerja di luar sana.
Meracik minuman, melayani pelanggan nakal, dan bertarung di bawah tanah. Semua menjadi rutinitas yang tak pernah hilang dari hidupku. Itu menyenangkan, serius. Aku merasa tidak butuh apapun lagi, bahkan meski berupa pasangan hidup.

Sebab aku sudah terlalu sibuk dengan keseharian. Jadi , ketika begitu lelah ... waktu istirahatku hanya untuk diri sendiri, kecuali Porchay merengek meminta afeksi kecil-kecilan.
Sebagai orangtua dan kakak, aku tentu paham--paling tidak--harus memeluknya sebelum tidur. Dan meskipun nilai sekolahnya buruk, aku tidak pantas memarahi karena diriku sendiri hanya seperti ini. Namun, bila seseorang melukainya, aku benar-benar tak bisa memaafkannya begitu saja.
Sebab Porchay memang satu-satunya untukku. Yang tersisa. Aku jadi tidak ingin kehilangan lagi, tetapi suatu saat justru ada seseorang yang datang.

Namanya Kinn. Seorang mafia. Dan dua tahun di atasku ketika kami bertemu pertama kali.
Soal kesan pertama, jujur aku merasa ingin tertawa. Sebab tahu dia saja tidak, tetapi lelaki ini tiba-tiba berani bicara intim padaku. Hei, apa ada yang salah dengan otaknya?
Aku sendiri heran, tetapi dia justru menculikku pulang hanya dalam sekejap mata. Parahnya lagi, bangun-bangun lelaki ini malah tersenyum tanpa berdosa. Padahal, percayalah ... semalam dia baru saja menjajahku, mengoyak hidup normalku, kemudian menawarkan uang yang sangat banyak.

Dia pikir dia sedang berhadapan dengan siapa? Lelaki kucing? Aku ini bukan pelacur uang, apalagi menawarkan bokong hanya untuk ditiduri. Tapi, Kinn ini sepertinya agak lain dari yang lain.
Dia sangat keras kepala, padahal wajah dan bibir sering tersenyum begitu manis. Bila sekarang aku melawan, maka berikutnya dia akan murka tanpa kontrol pasti.
Hingga suatu hari aku benar-benar menyadari. Ketika aku menolak kehadirannya hingga pergi, ada bagian dari diriku yang justru ingin sekali untuk dia miliki. Sayangnya, bodoh ... aku sempat frustasi dengan konyolnya. Bahkan menggila di bawah tanah.
Aku menghajar tanpa kendali, aku melukai sahabatku sendiri, dan aku pulang dengan hati yang nyaris terkuras mati. Pikirku, semua sudah selesai di sini. Tidak ada kisah kotor diantara kita lagi, tetapi Kinn membuktikan bahwa prasangkaku ini keliru lagi.
Dia datang, arrh ... dia bahkan menungguku di rumah dengan tiba-tiba. Tanpa bodyguard, tanpa senjata. Dia bilang hanya membawa dirinya saja, padahal aku tahu dia sungguh kepala mafia, bukan hanya tokoh ikon dalam buku fiksi-fiksi.

"Lagipula, kalau bukan mainan, kau mau jadi istriku?" tanyanya. Masih dengan nada menyebalkan yang biasa, tetapi aneh sekali aku tak benci. Dia mengobati lukaku dengan telaten, membalutnya selembut cara ibuku dulu, lalu mengecup bibirku.
Semula, aku bingung. Aku juga sangat meragukannya, apalagi dia tipe lelaki yang bisa melakukan apapun. Bila bosan, prasangkaku dia pasti cepat pergi. Sementara aku tenggelam dalam fantasiku sendiri.
Mengocok penis. Memaki-maki. Lalu kehilangan diri sendiri. Aku tidak mau seperti itu lagi, serius. Aku tidak pernah berharap memiliki keluarga dari orang lain.

Luar biasanya, Kinn malah membawaku ke rumahnya setelah mengaku banyak hal. Katanya, aku adalah satu-satunya yang terpilih. Katanya, aku adalah seseorang yang selama ini dia cari. Dan katanya, aku tidak bisa digantikan oleh siapa pun.
Kalian pikir aku langsung percaya begitu saja? Jawabannya tidak. Karena populasi laki-laki masih jutaan miliar di dunia ini, dan Kinn pasti sanggup menggaet siapa saja, bahkan jika aku memberikan segalanya.
Karena itu, cinta adalah nomor sekian. Bagiku hanya Porchay yang pertama, sementara permainan Kinn hanya macet di ambang awan yang bebas.
Aku masih tak percaya dia membawaku ke banyak tempat pentingnya. Memperkenalkanku secara resmi ke keluarganya. Bahkan kepada teman-temannya. Dia bilang, semua harus tahu karena aku sosok tercintanya, dan itu seperti sihir.

Aku mulai diperlakukan seperti ratu, dikurung seperti puteri, juga diperhatikan layaknya raja yang dilayani. Oh, ya ampun. Kinn juga memerintah banyak bodyguard yang berjaga di sekitarku. Makan saja aku diawasi dan pelayan cepat datang meski aku baru tersedak sekali.
Tidakkah itu sungguh berlebihan? Aku justru malah stress, Kinn. Aku ini bukan barang, melainkan manusia yang butuh pengakuan serta gerak, lebih daripada perhatian yang disertai banyak batasan.
_______________
"Pssst ... kalian sudah lihat pelacur barunya Khun Kinn?"
"Ya, kudengar sejak seminggu lalu di sini. Dia memang cantik, sih. Tapi merepotkan sekali. Buat apa dinikahi jika cuma numpang tidur? Apalagi penyakitan. Khun Kinn pasti cuma kerepotan karena dia.
Ha ha ha. Benar. Laki-laki tapi tak ada harga dirinya. Kudengar dia tidak pernah keluar dari kamar sejak datang kemari. Buat apa? Pasti hanya membuka bokongnya, lalu semua selesai.
Ada-ada saja yang seperti itu. Dulu Tawan, sekarang lelaki ini. Aku jadi bingung dengan Khun Kinn. Padahal seleranya bagus-bagus, tapi yang dilamar sangat di bawah standar sekali.
Ya karena teknik lacurnya. Ha ha ha. Kalian mungkin justru harus belajar darinya. Siapa tahu bisa jadi istri kedua--
____________

Aku tidak sanggup mendengarnya, sungguh. Tapi aku juga tidak ada kesempatan untuk melabrak bodyguard-bodyguard jalang itu. Dengan kondisi tubuh yang terus menurun, yang kubisa hanyalah pura-pura tidur nyaris setiap saat, lalu memikirkan bagaimana cara pergi dari sini. Persetan dengan lukaku. Atau rasa penasaran tentang Tawan yang malah membuatku pening.
Aku hanya ingin cepat hilang. Aku ingin kembali ke dunia normalku, mengocok wine untuk gadis-gadis di bar, lalu bebas.
Sayangnya, aneh. Kinn ini mungkin sudah kerasukan, tetapi suatu malam aku benar-benar mendengarnya solo di toilet. "Porche, hhh ... ahh ... hhmmmh ... ahh ... Porche ... shit!"

Tuhan, dia sungguhan menyebut namaku! Tapi tidak hanya itu, Kinn juga meninju dinding dengan frustasi, lalu keluar dengan napas yang begitu lelah.
Aku yang tak tahu harus apa, tentu hanya cepat-cepat kembali berakting tidur. Lupakan hasrat ingin kencing beberapa saat lalu. Aku hanya harus pura-pura tidak tahu, tapi berdebar gila karena setelah itu dia duduk di sebelahku.
"Porche ...." panggilnya dengan suara yang sangat rendah. Namun, bukan hasrat lagi yang kurasa. Melainkan rasa rindu yang teramat sangat. Aku peka jarinya sempat ada di depan bibirku. Aku peka dia sempat ingin menciumku. Dan aku tahu ... dia sangat tidak tahan membiarkan aku saja. Namun, Kinn tetap tidak melakukannya. Dia justru menjauh untuk tidur di sebuah sofa, bersedekap, lalu memunggungiku di sana.

Apa dia sungguh-sungguh seperti itu? Karenaku? Aku masih kesulitan percaya. Maka untuk balas mengujinya, aku sengaja bilang kepada dokterku. "Katakan satu Minggu lagi. Aku ada perlu, jadi jangan bilang kondisiku sudah bagus hingga saat itu tiba."
"Eh? Tapi ...."
"Kenapa?"
"Tuan Kinn sepertinya ingin segera mengajak Anda mempersiapkan resepsi? Apa Anda yakin mau begitu?"
Oh ... itu sungguh di luar dugaan.
"Ya, tentu. Aku lebih senang begitu," kataku. "Aku mau tidur lebih lama, Dok. Aku tidak mau diganggu dia." Cukup dengan sebuah kedipan dariku, si dokter pun mengerti mengapa.
"Baiklah, Tuan. Silahkan istirahat lebih banyak."
Sejak malam itu, aku mulai menemukan Kinn menggila. Dia mabuk-mabukan setelah kerja, merokok seperti bibirnya kebas, dan seperti ingin selalu mencaci orang. Kudengar, dia juga sempat memarahi bodyguard-nya karena menawarkan lelaki mainan.

Oh, jadi aku sungguhan bukan mainan?
Kinn bahkan memelukku nyaris setiap malam, menghirupi rambutku seolah candu, lalu mengecup keningku. "Porche ...."
Lagi-lagi dia hanya menyebut namaku. Apa aku memang seberharga itu, Kinn? Padahal aku bukan wanita. Tidakkah kau berpikir tentang masa depan? Aku jadi ingin menyadarkanmu lagi nantinya.

"Bagaimana? Cantik tidak? HA HA HA! Aku mendadak ingin memakai wig-wig kece yang ada di toko ini!" kataku setelah seminggu Kinn dibuat menunggu.
Aku sengaja bertingkah gila waktu itu. Di toko, kujelajahi banyak jenis fashion para banci, lalu berputar-putar di depan Kinn agar dia geli. Sayangnya, lelaki itu justru marah. Dia membantingku masuk ruang ganti, merogoh mulutku dengan ciuman tak manusiawi, lalu membawaku pergi.
Sejak saat itu, aku baru mengerti cara Kinn menatapku dengan dua mata itu. Dia beda, sangat. Dia seperti pisau yang rela berubah menjadi bulu, hanya demi memelukku agar tidak tersakiti.

Aku pun setuju menikah dengannya setelah itu. Kami mempersiapkan resepsi bersama, memilih jas yang kami mau, lalu mengucapkan sumpah suci yang tak pernah kuingini.
_______________________
"Saudara Kinn Anakinn Theerapanyakul maukah engkau menjadi suami Porche Pachara Kitrisawasd, saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan?"
"Ya."
"Dan kau, saudara Porche Pachara Kittisawasd maukah engkau menjadi suami Kinn Anakinn Theerapanyakul, saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan?"
______________
"Jadi, mulai hari ini aku milik seseorang ...." pikirku dengan detak jantung gila. Sebab Kinn baru mengikatku tanpa ragu di tempat ini. Di pulaunya. Di depan orang-orang terdekatnya. Dan menjadikanku bagian dari dirinya.
Apa dia tidak ingat aku selalu menolak rencana ini? Apa dia tidak pernah memikirkan bagaimana caraku menyakitinya? Apa dia masih bisa bersabar karena perilakuku, untuk saat ini dan seterusnya?

Pertanyaan yang sulit kujawab sendiri, bahkan meski aku yakin aku mengenal diriku. Namun, semua pikiran tersebut hilang. Segera setelah makan-makan bersama yang lain, bom beruntun datang mengganggu acara resepsi kami.
BOOOMMM!! BOOOOOMMMM!! BOOOOMMM!!!
Semuanya terjadi begitu cepat, sumpah. Aku sampai bingung mengapa tiba-tiba ada yang seperti itu, bahkan tamu-tamu langsung pergi.
Mereka diantar Kinn dengan kapal selam kelas berat. Bodyguard-bodyguard yang harusnya memakai setelan lebih bagus, hari itu justru terjun dengan senapan dan usaha terbaik mereka. Semuanya pencar seperti semut dari liangnya. Mereka coba menelisik siapa pelaku di balik peristiwa ini, juga membereskan apa yang masih bisa dipegang.
"Kinn, apa kau sedang dibenci seseorang?" pikirku pada awalnya. Namun, setelah beberapa saat diam. Aku mengejarnya yang berdiri sendirian di tepian pulau. Sebab, aku sadar ....
Kehidupan Kinn sungguh baik-baik saja, setidaknya bukan sampai seburuk ini, hingga aku datang di sisinya.

"Jadi, sebenarnya aku yang dibenci?" pikirku. Tapi aku sendiri tak tahu oleh siapa. Memikirkannya saja tremor, hingga aku memilih diam tak membahas itu. Sebab Kinn tampak stress sekali. Dia sedih dan kecewa karena bilang tidak bisa mewujudkan pernikahan impian untukku, tapi aku malah iba melihatnya.
_______
Kenapa hanya aku yang selalu ada dalam pikiranmu? Tidakkah kejadian ini lebih penting untuk kau perhatikan sekarang?
______
Bersambung ....
NB: Masih ada 1 Spesial Chapter lagi. Tungguin ya 😘🔥 Saya masih kerja. Nanti kalau istirahat tak lanjutkan, Dear.