"Aku tak pernah menyangka berjalan sendirian ternyata terasa sesepi ini ...."
[Porsche Pacchara Kittisawasd]

Rasanya sedang bergerak. Ke kanan. Ke kiri. Kadang juga oleng dan ada klakson keras yang berteriak dari segala arah.
TIIIIIIINNNN ....!!
TIN TIN TIN TIIIIN!!!

Porche merasa semakin pusing mendengar semua keributan itu. Dia pun berusaha duduk, tetapi pandangannya masih kabur mau dikucek berapa kali pun. Untung kepanikannya segera mereda saat suara Pete terdengar.
"Porche, tenang. Kita sekarang ada di sebuah truck. Mereka membawa kita ke tempat yang jauh."
"Ah?" Porche lalu dibantu bersandar lebih tegak.

"Iya, pokoknya begitu. Aku juga sudah bangun beberapa kali, tapi karena kau masih selalu tidur, aku tidak mungkin pergi sendirian," kata Pete. "Apa ada yang sakit di suatu tempat? Sebentar baju luarku bisa kau pakai untuk tambahan bantal--"
"Tidak, tidak. Tidak perlu," kata Porche yang tak sengaja meraba pipi Pete di depannya. Bagaimana pun, dia seperti penderita minus mendadak. Sekitar minus 5 mungkin? Tapi Pete bilang mungkin karena beberapa kemampuan syarafnya belum kembali.

"Kau tadi bangun karena suntikan dari seseorang." Pete tidak mau Porche makin pusing. Jadi, cerita penculikan mereka memang tak terlalu jauh apalagi sampai manusia klona. Biar saja ini berjalan. Porche pasti sadar situasi mereka dengan sendirinya nanti. " Oh, ya ampun. Penculik itu ternyata tidak hanya satu."
"Menurutmu kita akan dibawa kemana?" tanya Porche. Dia meraba borgol dan rantai yang ada di sekitar mereka. Pasti benda-benda itu sempat membelit dirinya. Namun, Pete pasti melepaskan semuanya ketika dia masih tertidur.

"Ummm ... keluar kota, mungkin? Tapi bisa jadi keluar negara," kata Pete. "Karena perjalanannya lama sekali, dan sepertinya kita juga sempat naik kapal. Apa kau tidak lapar karena sudah berhari-hari?"
Porche hanya diam hingga kemampuan matanya berangsur kembali. Pendengarannya juga lebih tajam perlahan, tetapi kekacauan yang tak jauh dari tempat duduknya lah yang tak Porche sangka.
"Tunggu, apa?"

Pete menahan bahunya untuk tetap di tempat. "Jangan panik, tidak apa. Pete yang kau lihat itu bukan aku," katanya sembari menunjuk badan mati di pojokan bak truck. Badannya memar kena gebuk di segala arah, darah muncrat dari mulutnya, dan perutnya hancur separuh karena ledakan parah. "Tapi, yeah ... hantu campur robot mungkin? Aku juga tidak tahu. Selama dia menyakiti kita, pasti kulakukan apa saja biar tetap hidup."
Porche kemudian melirik perut Pete sendiri. "Kau kenapa ...." katanya, lalu menyentuh bagian itu. "Kau tertembak? Pete--"
"Aku baik-baik saja!" kata Pete, refleks menampik tangan Porche agar tidak lama-lama di sana. "Maksudku, ya. Kemarin kena tembak sedikit. Tapi tidak parah, kok. Anggap saja ini karma aku pernah melukai Phi Kinn."
Porche diam sejenak lalu memijit keningnya. "Aku benar-benar melewatkan terlalu banyak hal," desahnya kecewa pada diri sendiri. "Tapi semuanya masih hidup, kan? Maksudku, Kinn ...."
Pete pun tersenyum senang, padahal masih menekan pendarahan ringan di pinggangnya. "Tentu saja. Ha ha ha. Dia masih bersama Vegas sekarang. Jadi, mereka akan terus saling menjaga," katanya. "Kau seharusnya lebih mengkhawatirkan diri sendiri sebelum suamimu, Porcye. Phi Kinn tidak selemah yang kau pikirkan."
"...."
"Hei, tatapan matamu seperti tidak percaya?" kata Pete gemas. "Dia bahkan berkelahi dengan Mossimo di tengah kota. Dan menang, oke? Aku sampai menganggapnya game 3 dimensi kalau tidak ingat mereka punya nyawa sungguhan."

Porche pun bernapas lega. Tapi, sungguhan Kinn mengungguli pertarungan itu? Dia membayangkan tinggi badan mereka yang agak berbeda, tetapi bisa baku hantam hingga nyaris mati.
Sungguh-sungguh sulit dipercaya, tetapi Porche sejak awal sadar dia tak perlu rencana matang untuk mengendalikan langkah Kinn selanjutnya. Sebab pusat dunia lelaki itu masih dirinya. Bila Porche membuatnya begitu terluka, Kinn pasti akan menemukan kekuatannya kembali.
"Tapi Kinn juga sangat tinggi, walau aku yakin mereka tetap punya jarak beberapa senti--" Porche memukul kepalanya sendiri karena malah memikirkan A dan B secara bersamaan. "Arrgh ... aku ini sebenarnya baru diapakan?!"
"Porche ... oi, Porche jangan buat kepalamu gegar otak!" kata Pete refleks menarik tangannya.
"Oh, maaf. Aku hanya benci karena sering lengah saat ada situasi penting," kata Porche. "Aku akan berusaha tidak begitu lain kali."
"Tidak perlu memaksakan diri," kata Pete. "Kami paham kau--"
"Jangan singgung soal jantungku lagi," sela Porche agak risih. "Aku ini sudah sangat sehat. Tidakkah kau dengar aku sembuh total sebelum kita menikah--"
DEG!

Porche terdiam, Pete terdiam. Namun itu hanya sesaat. Begitu benar-benar sadar yang dia hadapi bukanlah Kinn,
Porche pun membuang muka.
Aku sepertinya memang harus tenang. Ada yang tidak beres dengan kepalaku, shit! Bagaimana bisa terasa bercampur-campur?!
"Menurutku, apapun yang terjadi kita harus tetap berada di sini," kata Pete tiba-tiba. Dia paham kondisi Porche yang tidak stabil, lalu berusaha mengalihkan topik saja. "Jadi, tidak perlu berusaha kabur. Karena kalau tetap ikut, kita justru tahu akan dibawa kemana."
"...."


Pete tersenyum begitu cerah. "Oh, iya. Kau mau dengar pemikiranku yang lain? Siapa tahu itu membuatmu ingat," katanya. "Karena pas kau mengantar tubuh wanita itu ke RS, penjahatnya tidak langsung membawamu. Bukankah itu berarti Laura adalah seseorang yang penting?"
"Ah? Ya. Mungkin."
"Apalagi si penjahat sempat menyamar dari bodyguard-nya," kata Pete. "So, kesimpulanku adalah orang itu selama ini menyamar. Jadi mata-mata mungkin? Yang pasti tidak melukai Laura, tapi siaga untuk hal lain."
Porche mulai fokus mendengarkan. "Dia punya tuannya sendiri," katanya. "Dan yang harus kita cari adalah "Si Tuan" tersebut."

"Benar."
"Tapi belum tentu kita dibawa untuk menemuinya," kata Porche. Senyum masamnya lantas terlihat. "Mungkin justru kita akan dikurung sekali lagi."
"Ah, iya juga," kata Pete. "Tapi lebih baik tetap ikut."
"...."
"Atau jika kau kurang suka rencananya, biar aku, Porche."Pete menggenggam pergelangan tangan Porche. "Aku ini biasa menyusup. Sumpah. Setidaknya dulu sewaktu masih jadi bodyguard."

"...."
"Jadi, kalau pintu truck-nya sudah dibuka nantinya, kau pergi," kata Pete. "Kau kembalilah ke Phi Kinn. Aku yakin dia pasti masih mencari sampai sekarang."
Namun, Porche justru fokus ke cincin lamaran Vegas di jari lelaki itu. Hal yang agak aneh. Sebab Porche dengar mereka akan menikah segera setelah dirinya dan Kinn. Apa mereka menunda resepsinya karena masalah ini?
Semua karena dirinya juga.
"Oke."
______
_________
Porche pun hanya mengangguk. Dia seolah setuju agar Pete lega, tetapi rasa yang dia pendam sangat berbeda.
Yang diinginkan mereka adalah aku, Pete.
Porche juga berbincang dengan Pete seperti biasa. Semua agar perjalanan itu tidak membosankan saja.
Jadi, kau tidak harus terlibat dalam ini semakin jauh ....

BRAKHHH!!
"JALAN!!!" teriak Porche kepada si sopir dari belakang. Suaranya diberatkan seolah beda orang, padahal Porche baru saja menghajar seorang pria yang mendampingi perjalanan. "JALAN DAN BIAR KUURUS SEMUANYA MULAI DARI SINI!" Bahkan dia juga melucuti senjata yang dibawa sekaligus.
"Poorrche! Pooorrche--"
CRAK! CRAK!
Teriakan Pete langsung teredam karena Porche segera mengunci kembali gembok dan rantai truck dari luar. Dia tidak membiarkan Pete ikut pergi, lalu menendang ban agar si sopir cepat mengerti.
BRAKH!
BRRRRRMMMMMMMMM!!
Lagi-lagi, Porche ingin memuji kemampuannya untuk mengendalikan situasi dengan rencana yang dia susun sendiri. Sebab dia tahu, bila sebuah truck memang mengangkut manusia berhari-hari, mustahil dindingnya tidak kedap suara.
Seseorang penculik hebat memang takkan sesembrono itu untuk melakukan misinya, tetapi maaf ....
Ini sudah saatnya kalian tahu sedang membuat masalah dengan siapa.

Bersambung ....
☺️😚😚😘 Hehehe ... Porche sudah kembaliiiii!! Kita nantikan aksi si manis bin ganteng bin lucu bin gemes bin cantik ini di bab selanjutnya! 🔥🔥🔥🔥🔥
#Author mau kabur sarapan.
~Ren~
___________
________________
FYI:
Tinggi badan Mossimo/Michele Monroe 190 cm sementara Kinn/Mile Phakphum 183 cm. Mereka jarak 7 cm. 😁