Regio Di Calabria, Italia.

Sesampainya di pulau persembunyian AI miliknya, Laura tidak singgah di mana pun. Dia langsung menuju ke jantung Regio di Calabria dan menyasar kendali sistem tempat tersebut. Hanya saja, meski dia buru-buru masuk, tak ada yang memberikan reaksi berlebihan seperti terakhir kali dirinya kemari.



Aneh. Padahal enam bulan lalu orang-orang itu selalu menyambut di depan pintu. Bahkan meski dia sangat tergesa-gesa, mereka tetap berbaris dalam kondisi terlambat. Sekarang tidak. Semua hanya menatapnya dengan mata kosong. Beberapa yang sudah jadi pegawainya sejak awal pabrik ini berdiri, mereka tersenyum lembut. Namun, tidak lebih itu.
Laura dibiarkan lewat dengan langkah yang begitu gaduh. Sepatunya menapak ribut di lantai, hingga ruangan itu seperti dihuni dirinya sendiri.
Tak! Tak! Tak! Tak! Tak!


Laura hanya diikuti 4 bodyguard di belakang, itu pun bawaannya dari Sisilia. Meskipun begitu, dia tidak mau ambil pusing kali ini. Baginya, masalah Porche benar-benar harus segera diurus, walaupun pemandangan di depannya kini begitu mencengkeram perut.
"Kinn, kau lihatlah apa yang kutemukan di tempat ini ...." kata Laura setelah dia memotret laboratorium pabriknya sendiri. "Dan berani sumpah bukan aku yang melakukannya."


Di seberang sana, Kinn justru terdiam bisu. Padahal, sambungan ponsel mereka masih aktif, tetapi tak ada yang bicara. Laura jadi makin panik, tetapi dia berusaha tenang.
"Kinn, tolong bicaralah sesuatu," kata Laura. "Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan Porche? Siapa yang mencelakainya waktu itu?"

"Oke, tenang ...." kata Kinn pada akhirnya. Padahal dalam seumur hidupnya, lelaki itu tak pernah berharap untuk dalam satu garda dengan wanita seperti Laura. Hanya saja, kini situasinya sungguh berubah.
Kinn sampai mencari pulpen dari saku-saku bodyguard-nya sebelum menjelaskan segalanya kepada Laura. "Apapun yang kau lihat saat ini, aku percaya. Dan sekarang, tugasmu juga harus mempercayaiku."
"Oke."
Kinn lantas mencoret-coret semua garis besar itu di sebuah note, berharap Laura memahami segala informasinya nanti.
"Jadi, Porche dicelakai seseorang yang memiliki wajah lain," kata Kinn. "Maksudku, berubah dengan penyamaran sempurna. Tapi ada juga satu orang yang ditiru menjadi banyak. Anggap ini dunia imajinasi, dan kita benar-benar bertemu manusia klona sekarang."
Laura mengepalkan tangan, kemudian mengangguk pelan. "I got it," katanya meski sambil mondar-mandir. "Lalu?" Wanita itu bahkan meremasi rambutnya sendiri tanpa disadarinya.

"Dan karena kau memang belum tahu, coba cek data-datamu sekali lagi."
"Wait, aku masih ruang kendali," kata Laura. Sambil mendengarkan instruksi Kinn, wanita itu segera keluar dari tempat tersebut. Di depan pintu, dia memindai kornea dan sidik jari, juga password rahasia. Namun, aneh sekali dia merasa tak aman. Ada hal tak wajar yang membuatnya bergedik meski menyentuh barang-barangnya sendiri sekarang. "Aku sampai, Kinn ...."


"Hm ...." Kinn juga sabar menunggu, meski jari-jarinya tidak. Dia mengetuk-ngetuk meja sesekali, lalu mencatat perkataan Laura yang Penting.
"Tunggu, what?" kaget Laura dari seberang sana. "Ini benar-benar aku. Maksudku, yang berikan akses perubahan. Tapi aku tak pernah ingat mengizinkan projek klona manusia--"
"Oke, tak apa," kata Kinn. Vegas tiba-tiba memberikan isyarat tangan. "Sekarang saudaraku ingin bicara padamu."
"Shit!"
BRAKH!
Laura meninju meja monitornya sendiri, meski masih mencoba mencerna situasinya. Dia bahkan mengangguk setuju untuk mengklaim banyak pengakuan, sementara Vegas terus menginterogasinya.
"Benar ini untuk memisahkan kasusnya?" tanya Laura.
"Tentu," kata Vegas. "Jika memang kau yang melakukan, maka jawab iya saja. Dan jika tidak, maka tidak. Kita harus tahu apa saja permainan "Orang itu" sebelum kami salah paham karena bercampur baur dengan milikmu."
"Good," kata Laura mengalah. Dia pun menghirup napas panjang, karena mengakui kriminalitas bukanlah gayanya, tetapi hari ini memang harus dilakukan.

"Jadi, untuk pengeboman hari pernikahan?" tanya Vegas.
"Bukan aku."
DEG
"Apa?" kaget Kinn. Vegas pun melirik, lalu menepuk bahu Kinn pelan. Tenang ...
"Aku saja tidak tahu kalian sudah menikah waktu itu!" tegas Laura. "Aku baru mengirim orang setelahnya. Aku bisa kirim data orang-orang itu sekaligus bila kau tak mau percaya."
Vegas pun menggeleng pelan. "Tidak perlu, Laura. Cukup jawab saja pertanyaan selanjutnya."
Laura pun duduk untuk melemaskan urat-urat pelipisnya. "Fine ...."

"Terus kedatangan Mae ke rumah kami?"
"Aku."
"Juga pembunuhan orangtua Namsie?"
"Aku. Aku sendiri yang mencekik lelaki dan wanita itu," kata Laura frustasi. Aku benar-benar benci Mossimo dan bayinya, oke? Apalagi orang-orsng suruhannya yang menjaga. Jadi, tolong jangan bahas ini lebih jauh ....
Seolah paham isi hatinya, Vegas pun segera mengganti pertanyaan. "Bagaimana dengan penembakan Porche di malam hari?"

"Aku," kata Laura. Mendadak suara wanita itu goyang. "Tapi, sungguh. Aku tidak berniat mencelakainya, Kinn. Aku tidak ingin membunuhnya di tempat itu. Aku hanya ingin membawanya ke hutan--"
"Ehem, ya ..." sahut Kinn dengan gestur canggung. "Lanjutkan saja pembicaraan kalian," katanya. Karena makin dia tahu perasaan Laura adalah nyata, makin tidak bisa Kinn mengendalikan rasa cemburunya nanti.

"Jadi, mayat wanita di hutan juga ulahmu," tuding Vegas. Dia bahkan meminta pulpen Kinn untuk mencatatnya sendiri agar lebih cepat.
"Yeah, aku ...." kata Laura putus asa. Namun, meski Laura sudah jujur segalanya, Kinn masih ingin tahu suatu hal.
Ponselmu ....
Vegas pun memberikan benda itu kembali.
"Lalu untuk apa kau meneror lelaki-lelaki yang pernah kudekati?" tanya Kinn. "Kau bahkan menyuap mereka agar pergi. Kau juga membunuh dan menguliti wajah mereka, Laura. Kau tidak harus melakukan hal seburuk itu untuk--"

"Bukan aku," sela Laura dengan suara teramat dalam. Kentara sekali dia tersinggung, tetapi menahan diri sebelum mengatakan betapa sakit hatinya dituduh sedalam itu. ".... atas dasar apa kau berkata seperti itu, Kinn? Aku memang senang merusak wajah model AI-ku, tetapi tidak jika untuk mengejarmu lagi. Kau pikir aku masih tertarik padamu? Dumbass .... otakku ini tidak serusak itu. Buat apa jadi tolol hanya demi lelaki yang pernah ingin menembakku? Lagipula hatimu itu sebenarnya lemah sekali ...."
Deg ... Deg ... Deg ... Deg ... Deg ... Deg ....
Diantara hinaan dan sumpah serapah, Kinn dan Vegas sama-sama diam kali ini. Sebab Big waktu itu sungguh memiliki bukti foto-foto korbannya, dan itu ditemukan bersamaan dengan pembunuhan orangtua Namsie.
Jadi, "Orang ini" memang sejauh itu sudah masuk ke dalam ranah mereka berdua ....

".... kau itu lemah, Kinn," tegas Laura. "Kau bisa berubah hanya dengan sedikit tekanan. Dan aku tidak sudi dengan lelaki sepertimu."
"...."
"Tapi--astaga ... aku sempat salah menilaimu dulu," kata Laura dengan tertawa kecewa pada dirinya sendiri. "Beruntung aku cepat menyadari, Kinn. Karena kekuatan bagiku bukan masalah ...."
"...."
"Aku bisa mengajari siapapun kekasihku nanti, paham? Aku bisa mengasahnya setajam apapun yang kumau, tetapi hati yang seperti itu bukanlah milikmu," kata Laura tanpa ampun kali ini. "Sekarang kau tahu bagaimana aku ...."
KACRAK!!
Tidak hanya Laura, baik Kinn maupun Vegas menahan napasnya di seberang sana. Sebab suara kokangan senjata itu sangatlah jelas.
Terdengar nyaring karena ruangan berfasad tinggi, dan ujung moncong pistol itu tepat di belakang kepala Laura. "Jangan bergerak ...."

Suara lembut seorang wanita.
Deg ... Deg ... Deg ... Deg ....
Namun, bukan Laura namanya jika tidak tenang dalam situasi itu. Dia bahkan masih sempat tersenyum, lalu terkekeh-kekeh ketika pamit. "Aku tutup dulu teleponnya, Kinn," katanya. "Karena sepertinya sudah kutemukan seseorang yang menjajah aset berhargaku."
PRAAAKKHHHHH!!!
BUAGGGHHHH!!!
"AAAAARRRRRGGGGHHHHHHHH!!"
Satu lirikan, satu putaran, dan Laura sudah menendang kepala wanita itu dari atas kursi mesinnya.
Dia menggila. Dia naik tinggi dan terjun hingga tubuh itu tumbang. Lalu mencabut pisau untuk mengakhiri napas dari lehernya--
DEG
"Fuck! What?!"
Namun waktu sempat berhenti, karena sosok dalam berangusan merupakan wajahnya sendiri.
Bersambung ....