Usai berdansa, Apo cukup kaget menerima pengumuman bonus level langsung dimulai. Semua player pun digiring menuju ke Norton Kie, yang merupakan sayap kanan kastil Istana Noble Consort. Para datang serabutan mempersiapkan alat lukis. Cukup lima menit semuanya sudah selesai. Apo diminta duduk di sebuah kursi mungil. Kanvas seukuran pintu berdiri tidak jauh dari sana menanti dihias. Norton Kie memiliki desain bangunan yang sederhana. Perabotannya hanya dilengkapi dengan peralatan seni. Anehnya Apo lebih nyaman daripada saat dalam ballroom, mungkin karena diitari pohon serta air terjun buatan. Pot-pot bunga ditata rapi melingkar. Dia memencet keahlian melukis untuk menunjukkan style ala Nattarylie.
"Aku mau yang naturalis," kata Apo kepada sistem.
[SISTEM: Baik, Tuan Nattarylie. Skill Anda sudah terkunci! Silahkan melukis sebagus mungkin! Yakin kalau hari ini akan menang!]
"Terima kasih, tapi aku sudah tak peduli," kata Apo kesal. "Khusus sekarang mau senang-senang saja. Bodoh amat!"
[Eeehhhh]
"Lagipula kalau kalah cuma berkurang 500," kata Apo. "Berarti nanti masih 58.500 untuk dihabiskan. Malas! Aku ingin menikmati kehidupan sebelum kembali koma. Hisssh."
Apo mulai mencocol cat air. Dia sendiri heran kenapa tubuhnya bergerak sendiri setiap kali skill diaktifkan. Apo cukup memikirkan visual Iridesa yang menari di taman. Dia melukis dayang cantik itu di antara bebungaan dan kupu-kupu. Bedanya Iridesa dalam lukisan memakai baju bangsawan. Apo mendandaninya super mewah dengan dilengkapi tiara emas. Lelaki carrier itu menonjolkan bagian belahan dada yang dipasangi dengan bros perak. Pinggul meliuk Iridesa tidak luput dihias sabuk, lengkap efek sinar matahari.
Sebelum finishing ternyata waktu sudah habis. Apo pasrah kalau kalah karena player lain melukis Raja Millerius III. Dia sengaja mencari gara-gara karena jika kalah setidaknya puas dengan mengerjai lelaki menjengkelkan itu. Apo melipat lengan di depan dada untuk menunjukkan kekuasaan harga dirinya.
"Cih, ya sudah. Aku keluar."
[Tuan Nattarylie?! Mau kemana?]
"Itu bukan urusanmu. Minggir." Apo lantas beranjak dan langsung keluar dari lobi Norton Kie. Dia acuh tak acuh dengan player lain yang menoleh heran, sebab Apo tak menunggu Raja Millerius mengoreksi hasil lukisan di balik layar. Pengumuman belum diserukan, Apo sudah mendatangi sopir keretanya. "Ayo, pulang." Tentu saja Apo segera dihentikan prajurit yang menyusul karena ada kabar menang. "Apa?"
"Iya, Tuan Nattarylie. Lukisan Anda dipilih oleh Yang Mulia."
"Tapi kan belum finishing. Mana ada bisa menang?"
"Anda diminta menghadap sekarang."
"Haish." Sekebun binatang Apo gunakan memaki di dalam hati. "Ada-ada saja dia itu, cih. Dasar raja aneh sedunia." Suara Apo memelan otomatis karena tidak mau orang lain dengar gerutuannya.
Poin 10.000 benar-benar ditambahkan ke akun Apo. Kini jumlahnya menjadi 69.000, yang membuat si manis jadi percaya. Player lain dipersilahkan pergi, kala dirinya menghadap. Raja Millerius tengah memerintah dua ajudannya menggotong lukisan Apo ke dalam.
"Selamat atas kemenanganmu, Nattarylie."
Tidak butuh! Cuh!
"Terima kasih, Yang Mulia."
Tapi bagus sih, poinku jadi bertambah. Makin lama juga aku bisa membuatmu jengkel. Ha ha ha. Kira-kira 3 level lagi.
"Kau menginginkan hadiah apa dariku? Para dayangku akan mempersilahkan dirimu memilih."
Ha?
Tiga dayang pun turun dari tangga dengan nampan yang berbeda bentuk. Ada kepala naga, kepala phoenix, ada juga yang kepala angsa. Mereka membuka tutup masing-masing yang disepuh emas. Ternyata amplop kecil lah yang disembunyikan di dalam sana. Karena ini kemenangan pertama, jujur Apo sangat heran. Ternyata begini ya rasanya di depan. Dengan reward cukup menggiurkan, Apo menatap satu per satu tulisannya yang seperti relief.
[A. Menonton opera]
[B. Dinner di Louvere]
[C. Naik perahu di Eos]
"Semuanya kelihatan menyenangkan," gumam Apo.
Raja Millerius menatapnya lurus. "Iya, tapi kau hanya boleh memilih satu." Mimik wajahnya terlalu datar, sampai rasanya ingin Apo tinju 100 kali.
"Saya tahu, Yang Mulia. Maaf lancang," kata Apo. "Terima kasih juga sudah memilih saya, tapi boleh saya bertanya kepada Anda?" Nadanya sudah dibuat sesopan mungkin, tapi ya sudahlah Apo pasrah kalau masih sarkas.
Toh aku bukan Nattarylie sungguhan.
"Apa itu?"
"Hadiah-hadiah ini, boleh tidak, semisal saya gunakan bersama Nona Iridesa?"
"Apa?"
"Ini semacam tiket masuk kan, ke sebuah tempat yang pastinya sangat bagus," kata Apo. "Kalau Anda, saya ber-positif thinking sudah biasa ke tempat itu. Tapi Nona Iridesa, dayang yang saya lukis pasti tidak pernah," imbuhnya, membuat Raja Millerius kaget sepersekon detik. Termasuk dayang dan prajurit yang ada di sana. "Dan ... dengar-dengar, rival saya yang menang sebelumnya menggunakan tiket ini untuk menghabiskan waktu bersama Anda. Namun, akan sangat bijak jika saya menggunakan ini untuk seseorang yang lebih pantas, benar?"
Ini memang aneh, tapi jangan sepelekan seorang gamer sejati. Apo terbiasa membuka game-game yang memuat percakapan antar tokoh penyambutan. Mereka biasanya menggunakan kalimat pengantar sederhana, yang melibatkan percakapan sebelum memulai beat level. Apo lebih dari cukup pengalaman untuk meng-copy paste gaya bicaranya yang lugas nan menyudutkan. Tak Apo sangka mengerjai Yang Mulia agung ini sangat menyenangkan.
"Benar, tak masalah. Hak reward tetap ada di tanganmu, Nattarylie," balas Raja Millerius. "Selain aku, kau bebas mengajak siapa pun untuk ke sana."
"Terima kasih," cengir Apo, sengaja senyumnya dimanis-maniskan biar makin centil. "Kalau begitu saya ambil dinner di Louvre, Yang Mulia. Nona Iridesa pasti senang makan-makan menu super enak. Xixixi."
Dayang kedua pun memberikan amplopnya ke Apo, tapi Raja Millerius ternyata tidak langsung melepaskan. "Bagus kalau kau memang sesenang itu," katanya. "Tapi, aku juga ingin bertanya padamu."
"Iya, Yang Mulia?"
Amplop digenggam di sisi tubuh.
"Sejak kapan kau mengenal Iridesa?"
Heeee ...
Apo pun berkeringat dingin, tapi entah kenapa adrenalinnya makin terpacu lapar.
"Sejak tadi?"
"Baru saja?"
"Iya, kami bicara sebentar di taman dan dia baik!" kata Apo. "Bukankah orang seperti itu pantas bahagia? Saya belum pernah mendengar isi hati dayang yang melayani para bangsawan setulus Nona Iridesa."
"Oh."
Raja Millerius seperti ingin menghela napas, tapi kentara sekali ditahan kuat.
Ayo Apo! Puji Iridesa terus biar dia kesal! Ha ha ha ha!
Mampus kau, dasar Millerius bau! Enak tidak rasanya ditolak seseorang?
"Kenapa, Yang Mulia?"
Sekarang kita cari tahu bagaimana isi pikirannya! Asksksksksksk! Toh ini cuma roleplay kan? Ayo bermain-main sepuas hati.
"Tidak, hanya saja penjiwaanmu terhadap karya lukis sangat bagus, Nattarylie. Padahal kau baru mengenal dia. Itu poin mengagumkan."
Apo pun langsung memekik. "Aww, saya tersanjung sekali~" katanya mulai menikmati peran. "Tapi Nona Iridesa memang cantik kan, Yang Mulia? Apalagi jika memakai gaun seperti imajinasi saya. Dia pasti double cantik! Ahhh, jadi tidak sabar makan-makan bersamanya!"
Alis Raja Millerius berjengit sebelah. "Kau begitu suka makan?"
"Makan adalah kebahagiaan sejati! Xixixixixi."
Entah kenapa topik pembicaraan di cut-off setelah itu, padahal Apo masih ingin melanjutkan obrolan mereka. Raja Millerius pamit tiba-tiba dengan alasan pertemuan resmi. Siapa lawannya tidak jelas, yang pasti Apo segera diminta prajurit undur diri. Lelaki carrier itu pun bertanya-tanya. Namun dia cukup puas dengan hasil hari ini.
"Pffft--ha ha ha ha ha ha! Ha ha ha ha ha ha ha ha! Ini sangat menyenangkan!" jeritnya di dalam kereta. Sepanjang perjalanan wajahnya cerah sekali. Pulang ke rumah belum pernah seringan sekarang karena Apo membawa kemenangan. "Kenapa tidak begini sejak awal sih? Dasar aku," katanya. "Buang-buang waktu saja."
Sistem pun menampilkan emot senyum pada layar. Kata "Congratulations!" dipajang warna-warni menggemaskan. Apo bilang ingin request nonton porno untuk merayakan, tapi sistem ternyata tidak bisa mengabulkan.
[Porno, Tuan Nattarylie? Aduh, itu tidak bisa. Kami tidak melayani penampilan 21+ untuk para player]
"Seriusan?" kaget Apo. "Padahal kupikir kau itu layar serba bisa."
[Ada-ada saja Anda ini]
"Cih ...." Apo menumpu dagunya di jendela kereta. "Ya sudahlah, tak apa. Nanti aku solo di kamar saja kalau sampai rumah. Benar-benar tidak seru."
[Saya sarankan Anda banyak-banyak ke kuil, Tuanku. Sepertinya akhir-akhir ini developer kami perlu membersihkan virus dan cache]
"Ha ha ha ha ha, dasar cerewet," kata Apo. "Sudah minggir kau. Aku mau lihat pemandangan." Dia mengayunkan tangan hingga sistem langsung hilang. Apo menikmati sunset sore itu dengan sangat damai. Kepalanya menggeleng ke kanan-kiri bersama kicauan burung. Kulit putihnya terlalu unreal saat memantul di genangan air penuh daun maple. "Anjayyyy, ternyata aku cantik betulan," batinnya. "Komedo sedikit tak berpengaruh, wkwkwk."
Apo sibuk mengagumi diri seperti Dewa Narcissus. Dia meraba pipi, hingga terdengarlah suara desahan lembut. "Eh?" gumamnya. Orang lain mungkin tak dengar sama sekali, tapi telinga mesumnya peka dengan keyakinan spek dewa. Lelaki carrier itu pun tolah-toleh diantara pepohonan yang rindang. Telinganya merona tipis sambil membayangkan sesuatu. "Siapa? Heh ...."
"Ahhhh ... nnggh ...."
Kali ini oktafnya makin meningkat. Apo pun grasak-grusuk di kereta dan pindah ke jendela kiri. Dia celingak-celinguk untuk mencari tontonan gratis. Matanya melotot beringas saat me-notice rok berwarna pink terangkat di balik pohon. Seorang lelaki berbaju cokelat kulit mendempetnya dari belakang sambil maju mundur. Bagian kepala mereka tidak terlihat sangking besarnya batang pohon itu."
"Ahhh, nngh ... nnh--mmhh. Ahhh!"
"Wow ...." gumam Apo sambil menjilat bibirnya. "Bagus juga tuh. Cinta diam-diam nan membara? Aku tak menyangka di game ini ada banyak manusia rupa-rupa. Hmmm." Lehernya pun naik turun meneguk ludah penuh nafsu. Apo menyeringai dengan wajah menghadap ke sana, padahal keretanya terus berjalan.