Chapter 19 - TKC 13

Apo pun memasukkan tangan ke dalam celana, dia mulai mengelus penis sambil memejamkan mata perlahan. Biasanya kalau capek batin dia memang solo demi melampiaskan stress, dipegangnya benda lemas dan lembek itu dalam satu tangkupan. Mulanya naik turun secara konstan, yang penting kulit sensitifnya tersentil dan geli-geli merambati selangkangannya. Apo juga membelai bagian paha agar penisnya berdiri. Diusapnya ke kanan dan kiri dengan jemari yang lentik. Penis Apo tegang nan kencang hingga uratnya mulai keluar. Jika biasanya dia merasakan sensasi kasar dari tangan buruh pabrik, kini berubah lembut sekali. Apo mengocok naik turun seirama dengan helaan napasnya. Secara otomatis kakinya terbuka begitu saja. Kadang, refleks kenikmatan yang menjalar membuat sendinya berlutut sedikit. Otot leher Apo bermunculan karena panas tubuhnya makin merembet. Dari penis naik ke rahim. Kemudian ubun-ubun dan ceruk yang curam.

Apo meneguk ludah seirama dengan napas yang memburu. Tangannya mempercepat kocokan di bawah sambil menggeram pelan. "Mmnngh, nnhhh, mhh." Dalam bayangannya adalah payudara berisi di situs porno. Apo biasanya memencet video milf wanita berdada montok yang menyembul di balik bra hitam. Jika pria di video yang biasa Apo tonton tengah melepas tali kutang si wanita. Otomatis Apo menempatkan diri sebagai si pria pemain. Apo tidak menyesali solo karena fantasinya bisa dibuat. Tidak laku tak masalah, yang terpenting Apo ahli dalam memuaskan diri sendiri. Dia mengulum bibir setiap kali membayangkan puting kemerahan yang mengerikil di dalam mulutnya.

Lidah lelaki itu menjilat bibir atas dan bawah dan tersentak cukup kencang merasakan gelora dan panasnya makin meninggi. Suaranya tak bisa ditahan karena sensasinya naik ke dada. Apo pun mendesis, "Aggh--ngghh ...." sembari merasakan spermanya mulai keluar.

Otak kecil Apo terus-menerus menggali ingatan, dimana penisnya seolah masuk ke gua hangat wanita porno. Apo menusuknya dengan kencang hingga si partner tak kuasa menjerit-jerit. Dia tertawa membayangkan menggagahi sang partner di atas kasur. Spermanya dimuncratkan di bawah selimut, seperti halnya tokoh pria dalam video yang memuncratkannya ke dalam rahim.

Apo merasa lega untuk niat solo yang sempat tertunda. Ini tidak buruk karena napasnya sampai terengah-engah. Keringat juga merembes di wajah cantiknya. Apo menyeringai karena rasanya begitu kurang. Bibirnya dijilat lagi dengan bayangan mereka berciuman kasar. Apo biasanya menjambak selimut seolah tengah mencakari rambut partner seks-nya dengan kekehan. Namun tiba-tiba rasanya ada yang aneh. Sebab ada sesuatu yang menggelitik hinggap di bibir begitu saja.

K-Kumis!

Kumis tipis!

Sial!

Fantasi Apo pun langsung buyar. Sebab wajah si wanita berubah menjadi Raja Millerius III. Ekspresi dingin sang dominan adalah foto-copy-an saat di Louvre. Apo pun mencoba mengulang imajinasi tadi tapi tetap tak kembali.

"Ada apa, Nattarylie?" tanya sang raja tanpa berkedip.

".... hah? Hhh, hhh, hhh ...."

Apo pun berusaha mengatur napas. Dia kebingungan karena potret sang raja jelas sekali. Sosok itu tersenyum seperti mendeklarasikan sebuah kemenangan mutlak.

"Apa kau tiba-tiba memikirkanku?"

"WHAA--HAH?!" kaget Apo saat tangan itu meraih tengkuknya. "WHOAAAAAA!! TIDAAAAAAAAKKK! ARRRGHHHHHH!!"

Sangking paniknya Apo pun mundur hingga terjengkang ke karpet. Suara 'gedebuk' jatuhnya sangat kencang dengan kepala yang mendarat lebih dahulu. Berikutnya punggung dan bokongnya yang dihias sperma. Apo auto berteriak, "ADUH! ARRGHH!" sambil mengusak bagian yang memar. Selimut tertinggal di atas ranjang dengan penis yang basah layu. Apo berdebar kencang, padahal sosok Raja Millerius sudah menghilang dari pandangan.

"Hihhhhhhh--apa itu yang barusan?"

Apo memeluk dirinya sendiri.

"A-Aku, tidak gila kan? Tidak!"

Dia segera bangkit tapi kesulitan karena pinggangnya nyeri.

"Aduh! Ya Tuhan ... asshhh--shhh ... sakit sekali sumpah ...."

Kesannya memang tak etis, tapi malam itu Apo benar-benar ngesot demi kembali ke ranjang. Dia mengurut pinggul dan bokongnya sendiri. Rasanya solo tak pernah sebegini sial karena Apo pijit-pijit sampai bosan dan spermanya mengering di atas seprai.

Oh, jangan sepelekan dia yang terbiasa bekerja keras tanpa pasangan. Apo punya kemampuan alami untuk 'bertahan hidup' hingga umur 42. Jika capek kerja, biasanya Apo pulang dan mandi sambil memijiti bahu yang penuh sabun. Dia akan meniadakan segala pegal dalam kamar mandi seperti sekarang. Rasanya pusing, tapi Apo cek-cek kepalanya tak sampai berdarah banyak. Rembesan cairan merah itu hanya sebentar dan langsung mampet. Jika dipegang rasanya baru ngilu tidak karuan. Setelah mandi, Apo pun loyo dan kembali rebahan di atas kasur. Dia tidak mengganti seprai, tapi bagian itu cukup ditumpuk dengan selimut tebal. Apo lantas tidur di atasnya dan gelimbungan. Tiada waktu untuk mengeluh ke orang lain karena rasanya tidak berguna. Memanggil sistem pun dirinya pasti semakin jengkel.

Perut Apo tiba-tiba berbunyi, padahal makan setelah mandi itu rasanya tak enak. Maksud Apo, kan baru sikat gigi loh! Masak iya harus buka pintu dan menyeret meja makanan?

"Iya, iya. Berisik," gerutu Apo saat lambungnya protes kembali. Dalam piama sage dia pun celingak-celinguk betulan. Pintu kamar dibuka sedikit hanya untuk memasukkan makanan yang akan disantap. Lelaki itu mengelus perut ratanya sebelum mencomot kue. Topping cokelatnya Apo jilat dulu demi mengetes kemanisannya. "Yummmm, sepertinya ini enak juga, hehe." Hidungnya mengendus-ngendus seperti kucing. Karena terpengaruh table manner karakternya, entah kenapa Apo mulai makan sedikit-sedikit dan anti brutal. "Hehe, trims, Ayah. Ternyata kuenya memang seleraku," gumamnya. "Ya--ehem, aku tidak pilih-pilih sih. Tapi yang ini manisnya terasa pas sekali. Xixixixi."

Apo juga suka bicara sendiri. Di dunia nyata dia kadang melakukan itu jika ingin melepaskan 50% beban hati. Bedanya kini kaki putihnya hobi mengayun-ayun, padahal saat berkicau dulu dia tidak pernah begitu.

Usai kenyang, mood Apo pun baikan dan meminta sistem kembali. Selelah apapun, Apo termasuk terlatih untuk survive dalam segala tekanan serta kondisi.

[SISTEM: Wahhhh. Anda senyum, Tuan Nattarylie. Selamat! Apakah ada hal baik yang sudah terjadi?]

"Hal baik?" dengus Apo sambil memandang kukis cokelatnya. "Tidak banyak sih, tapi bagus kok untuk aku yang jarang meminta hal aneh-aneh."

[Eh? Maksudnya?]

Apo pun langsung tertawa. "Ha ha ha, jelek tahu kalau emotmu begitu, ganti-ganti."

[Seperti ini, Tuan?]

"Yaaaa, itu sih kelihatan mendingan," puji Apo. "Yang pasti, besok level 6 kan? Tidak tahu apa akan tetap hidup, aku pasti akan berusaha untuk kesempatan terakhir."

[Uuu, tolong jangan bilang begitu, Tuan Nattarylie. Saya belum siap berpisah dengan Anda dalam waktu dekat]

Apo refleks mengayunkan tangan. "Ha ha ha ha ha, apa sih. Dasar burik," makinya. "Lagian siapa yang selama ini sering menawariku racun? Kau kan? Poinku juga tinggal 39.000," imbuhnya. "Bayangkan kalau aku kalah, poinku pasti tinggal 19.000, terus kalah lagi di bonus level. Wkwkwk--sinting. Pasti tinggal 18.500."

[Tuan Nattarylieeee, aduh ... jangan menakut-nakuti saya serius!!]

[Soalnya hari ini ada 2 player yang gugur ]

"Hah? Apa? Seriusan?!" kaget Apo dengan jantung yang berdebar. "Kok bisa? Padahal kutinggal istirahat sehari saja?! Harusnya kan--"

[Tuan Albert tadi meninggal tidak lama setelah dengan poinnya habis]

Napas Apo tertahan sejenak. Dia diperlihatkan dua foto player yang sudah berubah buram dengan tulisan "defeat" persis seperti calon istri Raja Millerius III dalam sejarah game.

[Terus barusan, Nona Rosie juga minum racun karena tubuhnya komplikasi berkali-kali. Beliau hanya ingin bersama keluarganya di saat terakhir, hu hu hu]

Syaraf-syaraf Apo pun langsung lemas. Dia tidak tahu, mengenal seseorang di dalam game bisa sebegini berat karena mereka pergi selama-lamanya. "Sistem, kenapa baru bilang sekarang ...." gumamnya diantara desauan angin malam yang dingin.