Apo memutuskan langsung duduk di spot dinner yang disediakan. Dia harus siap berhadapan dengan Raja Millerius apapun yang akan terjadi. Posisinya jelas salah, padahal tadi tidak ada masalah diantara mereka. Eskpresi Apo dibuat kaku, padahal jantungnya sudah berdebar heboh.
Songong sekali kunyuk ini? Baru 27 tahun berasa paling tua sedunia? Kau cuma bocil, Millerius! Cium kakiku dulu sebelum bicara.
"Maaf, saya membuat Anda kerepotan."
"Memang sudah seharusnya."
"Saya hanya ingin merasakan suasana dan menu yang baru."
"Ho, benar. Aku ingat kau bilang mencintai kuliner."
"Ehem."
"Jadi Iridesa tidak menerima undanganmu?"
"Nona hanya sangat sibuk."
"Melebihi sibuknya aku yang raja?"
"Sepertinya Nona punya urusan pribadi."
"Hebat sekali urusan pribadinya mengalahkan aku dengan segudang kesibukanku."
"Saya benar-benar minta maaf."
Bajingan ya, aku sampai bingung mau bilang apa!
Raja Millerius mengangkat gelas emasnya sambil mendengus. "Aku jadi penasaran sesuatu." Dominan itu menggoyangkan wine merahnya dengan punggung tegak menawan. Mata tidak melepaskan Apo saat dituangkan wine untuknya sendiri. Emosi sang raja tidak terbaca sehingga Apo salah tingkah. Dia mengangguk sebelum mencicipi cairan keras tersebut.
"Soal apa, Yang Mulia?"
"Kenapa kau terdaftar dalam sesi ujian calon istriku."
"Uhuk--ehem, apa?"
"Koreksi, maksudku sejak awal selalu kalah dan tidak niat berjuang," kata Raja Millerius. "Padahal 25 tes simple menurut penasihatku, tapi kau selalu bermain-main sejak sesi 1," imbuhnya. "Tidakkah aku boleh curiga, Nattarylie? Apalagi sekali menang, kau menolak hadiah dariku? Hm, sebenarnya apa tujuanmu menempatkan diri di titik itu? Tuntutan? Kewajiban? Misi?"
Apo tak bisa berkata-kata.
"Kau tidak terlihat seperti calon istri yang menginginkan posisi itu."
Jiakh! Aku memang tidak doyan penis!
Beri aku dada dan mem*k yang cantik!
Ayo cepat!
"Jika iya, apa Anda akan marah?" tanya Apo. "Saya memang ikut karena prosedur saja. Buat niat mau, Yang Mulia. Mungkin kalau disuruh memilih, saya juga ingin berhenti, tanpa membuat orangtua kecewa."
"Ho."
"Kenapa? Bukankah gagal di tengah jalan, lebih baik?" kata Apo. "Jika tak ikut samasekali, bagaimana dengan nama keluarga saya?"
"Jadi kau berniat gagal?"
"Bukan begitu juga sih maksudnya."
Obrolan mereka terjeda oleh hadirnya banyak hidangan. Belasan dayang muncul lagi dengan membawa nampan tertutup. Kali ini berukuran besar, padahal isinya hanya semangkuk menu. Semuanya ditata rapi di atas meja secara bergantian.
"Lalu?"
Keduanya mulai mencicip appetizer dingin. Itu adalah smooked salmon flatbread yang dihiasi irisan lemon. Namun karena di hadapan Raja Millerius, Apo jadi sibuk berpikir keras daripada merasakan nikmatnya makanan.
"Saya hanya berusaha yang terbaik."
.... maksudku untuk mencari ribut denganmu.
"Kau terlalu meremehkan hal ini, huh? Applause."
"Maksud Anda?"
"Ya, tidak terpengaruh dengan lawanmu."
Oiya JELASSS!! Kan lawanku yang sebenarnya adalah bocil di depanku!
"Xixixi, apakah itu pujian?"
"Tidak ada salahnya memuji agar kau sedikit bersemangat."
"Wah, Anda benar-benar mengagumkan, Yang Mulia," kata Apo. "Malah meninggikan saya, padahal Anda rajanya. Pantas untuk yang terbaik sih. Bagus, bagus." Dia mengangguk-anggukkan kepala. "Saya siap memberi selamat kalau pesaingnya tinggal satu. Congratulations! Congratulations!" Lelaki itu bertepuk tangan dengan garpu dan pisaunya.
Namun karena terlalu fokus ke hidangan berikutnya, Apo tidak tahu sang raja tiba-tiba terkekeh. Seringainya mirip dalam lukisan Nattarylie. Bedanya tidak punya taring atau kuku vampir yang imajinatif. Raja Millerius juga terlibat dalam situasi khidmat. Sesekali mereka saling lirik, tapi dominan itu terheran. Dia pikir, Apo akan tersipu atau bagaimana di depannya, sayang faktanya tidak sama sekali. Apo tetap mencicip berbagai menu, tanpa takut. Sorot mata si carrier cukup tajam, padahal bentuk matanya manis.
Tulang hidung Apo makin indah ketika dipakai menunduk. Bentuknya meluncur presisi dan terpatri sempurna di wajah belianya. Kulit putih Apo berkilau-kilau terkena cahaya lilin. Lelaki carrier itu tidak sadar bibirnya makin memerah dipakai mengulum saus demi-glace beef Wellington. Pergerakan rahangnya dikala mengunyah lucu. Kening Apo berkerut tipis saat merasakan filet cincang jamur yang dicampur herba.
"Enak?" tanya Raja Millerius tiba-tiba.
"Huh?"
Dominan itu langsung mengalihkan pandangan ke piring lagi.
"Enak kok. Sudah saya kira karena ini menu kerajaan," kata Apo. "Tapi kenapa Anda bertanya? Memang penting penilaian saya?"
"Bukan."
Fokus Apo auto buyar dari makanan. "Lalu?"
"Hanya memastikan setiap tamu kerajaan mendapatkan serving setara."
"Oh ...."
"Berarti kerja bagus untuk kokiku. Dia konsisten."
"Iyap, apresiasi untuk dia juga. Anda beruntung mendapat koki yang serius mengabdi."
"...."
"He he he, soalnya menu-menu ini lezat sekali! Tidak ada racunnya, pula. Kan biasanya banyak tuh, koki jahat yang ingin membunuh rajanya, wkwk--lol ...."
"Ada-ada saja kau ini."
Entah karena terbiasa dalam perut miskin atau bagaimana, sejak dinner benar-benar dimulai, Apo tidak sadar melemparkan banyak lelucon sembari mengunyah lahap. Dia tidak malu menghabiskan semua yang ada di piring. Bodoh amat toh banyak jenis, dan semua porsinya kecil. Untuk buruh pabrik sepertinya, Apo terbiasa makan banyak. Jika sang raja diam, berarti itulah keberkahan untuknya.
"Ho-oogh--ehem, uhuk! Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Saat sendawa kenyangnya datang, Apo pun menyamarkan suaranya dengan batuk-batuk. Padahal dua dayang di sebelah kanan sudah terkikik, Apo tak peduli dan tetap lanjut akting dramatis. "Maaf, maaf. Xixixi, Yang Mulia aku mungkin tersedak sesuatu. Ehem--uhuk! Uhuk! Uhuk! Uhuk!"
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Minum dulu."
Seorang dayang segera mengulurkan segelas air. Apo lantas menutup mata dan menghabiskan separuh karena perutnya terasa penuh. Lelaki carrier itu tersenyum lebar. Di wajahnya tidak ada kebohongan bahwa makanan adalah berkah terbesar.
"Asli! Kalau tahu kuliner di Inggris seenak ini, aku pasti berkeliling pasar atau restorannya sejak awal!" batin Apo. "Pasti menyenangkan sekali~"
"Terima kasih."
"Sama-sama."
Apo pun beranjak karena waktu makan malam habis. Dia paham kereta yang bersiap di halaman Louvre menandakan harus langsung pulang. Lagipula, Raja Millerius pastinya sibuk sekali. Dia tidak mau merecoki, melainkan rindu mandi. Posisi habis makan keringatnya serasa keluar semua dari pelipis.
"Saya pamit dulu, Yang Mulia. Cukup menyenangkan bisa menghabiskan waktu dengan Anda."
"Ya," kata Raja Millerius. Keduanya berhadap-hadapan. Sebelum turun ke lift, Apo justru didatangi seorang dayang. "Tapi sebelum itu aku ingin mengembalikan sesuatu milikmu."
"Eh?"
Dayang itu membuka nampan bulat di tangannya, Apo lihat bros mungil berukir lambang keluarga Livingstone ada di baliknya.
"Lain kali lebih jeli lagi," kata Raja Millerius sembari memakaikan benda itu di saku Apo. "Kau boleh jatuh dari kuda atau apapun, tapi jangan lupa mengecek medan sekitarmu juga," imbuhnya. "Ingat, jika sembarangan orang memungut ini dan memakainya, mereka bisa saja menggunakannya untuk tujuan yang buruk."
"...."
"Paham?"
Apo tidak tahu lambang keluarga sepenting itu. "Baik, Yang Mulia."
"Sekarang pulang dan istirahatlah."
Lelaki carrier itu terbelalak merasakan kecupan cepat hadir pada bibirnya.
"Selamat malam."
"...."
"Sampai jumpa besok pagi pada sesi selanjutnya."