Sang mempelai wanita yang terduduk sendu, beranjak cepat menghampiri sang belahan jiwa. Sepasang matanya bergerak gelisah menangkap bayangan kekecewaan pada paras sang pria.
Sri menyinggung lengan Arch. "Arch, semua ini tidak seperti yang kamu sangka. Semua ada penjelasannya." Ucapnya hati-hati.
Arch membuang muka. "Aku tidak menyangka apa-apa. Jadi apa aku butuh penjelasan?" Sahutnya dingin.
Sri menggeleng. "Aku tidak kabur dari resepsi pernikahan kita, Arch. Ini bukan tentang pria lain. Ada hal yang mengkhawatirkan pada Leo." Paparnya.
Arch menghisap udara panas di sekelilingnya. "Apakah Leo bukan seorang pria?" Balasnya memberi tanya.
Sri setia menggeleng. "Leo bukan seorang pria untukku. Leo itu seorang adik, Arch. Dia adik kita. Aku takut dia melakukan hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya." Paparnya kalut.
Arch menaikkan sebelah alisnya. "Apa yang kamu bicarakan?" Kalimat tanya penuh ketidaktahuan.
Sri menarik napas perlahan sebelum melepaskannya pelan-pelan. "Aku tahu kamu cemburu pada Leo karena dia pernah memiliki perasaan padaku. Bahkan mencoba melamar."
Arch menyeringai. "Apa? Cemburu? Percaya diri sekali anda, Nona! Aku hanya tidak ingin membiarkanmu kabur dan merusak pesta pernikahan yang telah dirancang oleh Ayahku. Aku hanya ingin menjaga kehormatan dan nama besar Monarch." Tukasnya dingin.
Sri menelan ludah kelu. Aura Arch yang mendadak beku membuat jantungnya mencelos nyeri. Sri terlalu sering menemui Arch yang bermulut tajam dan kejam ketika awal perjumpaan mereka. Paras kutub pun selalu tersungging angkuh. Namun seiring bertambahnya frekuensi tatap muka, mata sang pria menghangat. Detik ini nada itu kembali menyentil gendang telinga Sri. Intonasi yang seruncing ujung jarum.
Kedua tangan Sri tergenggam gemetar. "Apakah nama besar lebih berharga dari nyawa?" Tanyanya serak.
Tangan Sri menjelajahi kantung dalam yang berada pada bagian tepi pinggang gaun. Dia menyeret sebuah benda pipih persegi panjang berwarna gelap.
Sri menggeser beberapa kali telunjuknya pada layar untuk menyusun sebuah pola kunci. Jemarinya bergegas menemukan aplikasi obrolan populer sepanjang masa.
Sri menjulurkan ponsel bersahaja ke hadapan Arch.
Dahi Arch mengernyit. Sepasang mata cerah berupaya menyesuaikan pandangan pada layar yang menyilaukan berpadu terik surya.
Gigi Sri menggeram. "Aku tidak peduli, Arch! Bukan urusanku kamu mementingkan kehormatan. Tapi akan menjadi tanggung jawabku tentang apa yang akan terjadi kepada adikku!"
Mata Arch melebar menelusuri kata demi kata pada layar segi empat. "Apa maksud semua ini?"
Gigi Arch bergemeletuk kesal ketika retinanya tertahan menemukan inti percakapan dalam aplikasi obrolan. Perusuh mulai tiba. Suara deru mobil yang menghampiri keduanya semakin menerjunkan suasana.
Tiga pria kekar tinggi besar dalam balutan serba hitam muncul dari balik daun pintu mobil yang bergeser. Mereka bergegas menghapus jarak dengan sepasang mempelai.
Ketiga pria kekar menunduk hormat. "Tuan Muda Tengah memerintahkan kami menjemput Tuan Muda Sulung dan istri menuju tempat resepsi pernikahan." Ujar pria yang berdiri di antara dua lainnya.
Arch terperanjat. "Leo yang memerintahkan kalian?"
Ketiga staff keamanan mengangguk kompak.
Sri menelan ludah kelu. Satu sisi hatinya bergumam syukur mengetahui keberadaan Leo. Sisi lainnya berdebar cemas. Peluh ketakutan mulai menganak sungai pada kedua pelipisnya. Dia terlalu payah membayangkan bagaimana kemurkaan sang suami nantinya. Kebencian Arch akan memuncak setelah kejadian ini.
Benar saja. Sri bahkan hampir kepayahan mengambil napas ketika mata elang itu menembus retinanya. Sepasang rahang tegas mengeras seolah siap menelan bulat-bulat lawannya.
Tatapan murka Arch berpaling pada anak buah keluarganya. "Lantas dimana dia sekarang?" Tanya sang sulung berat dan kelam.
Staff keamanan yang berdiri di tengah menjelaskan, "Seluruh keluarga dan kerabat telah berada pada tempat resepsi pernikahan tanpa terkecuali."
Bibir Arch mengatup rapat setelah beberapa detik bercelah karena kejutan.
Staff keamanan yang berdiri sopan di sisi paling kanan menunduk. "Mari kami antar menuju lokasi!" Pintanya santun.
Arch mengangguk samar memberi persetujuan. Lengan kanan sang pria bergegas meraih jemari Sri untuk melangkah bersamanya. Arch membimbing istrinya melintasi pintu mobil. Mobil melaju gesit setelah para staff keamanan keluarga Monarch memastikan kondisi terkendali.
Sri menekuri pangkuannya yang berbalut bahan mewah. Sesekali ekor matanya mencuri pandang pada pria tegas di sisinya. Pria itu setia bergeming dalam angannya. Sepasang mata tajam memandang lurus menembus kaca depan. Tak sekalipun lehernya berpaling.
"Arch, aku memiliki penjelasan tentang semua ini." Lirih Sri.
Arch melempar parasnya. Kini bukan lagi hanya sebagian sisi wajahnya yang tampak dari sudut Sri. Namun belakang kepalanya yang dipenuhi helaian legam. Jangankan memberi balasan, memberi tatapan pun enggan.
Sri menahan napas merasakan nyeri di ulu hati. Adegan apa yang tengah bermain saat ini? Arch yang dewasa menjelma lelaki belia.
***
Sepasang mempelai gadungan dipersilahkan oleh pembawa acara meninggalkan singgasana untuk bertukar busana. Keduanya melangkah kalem sepanjang karpet merah diiringi para bidadara bidadari muda mempesona. Para tamu beranjak dari duduk untuk memberikan penghormatan. Para tamu undangan yang tentunya masih terbius suasana dan mengabaikan kebenaran.
Perarakan pengantin dan para pengikutnya berhenti pada koridor lantai pertama hotel. Satu per satu mereka menghampiri ruang rias masing-masing. Sang pengantin Pria yang masih berpenutup muka menahan langkahnya di ambang pintu kamar rias khusus. Sang mempelai wanita pun menghentikan langkahnya tiba-tiba. Tubuhnya yang berhadapan dengan punggung mempelai pria sedikit terbentur.
Kamar rias khusus mempelai wanita berada setelah kamar mempelai pria. Sehingga langkahnya terpaksa tertunda untuk menghampiri ruangannya.
Mempelai pria membelalak menyadari sejoli yang tengah berdiri tegap di depan daun pintu ruang riasnya yang tertutup.
Sang pria dewasa berbusana senada mempelai pria palsu melipat lengannya. Tatapannya beredar dari ujung kepala hingga ujung sepatu sang saudara sedarah. Dia mengenali paras dalam balutan kebohongan itu.
"Apa maksud semua ini, Leo?" Tanya Arch langsung pada pokok permasalahan.
Leo menanggalkan penutup wajahnya. Bibir Leo bergetar. Kegembiraan membuncah menyadari keberadaan sang kakak yang telah kembali ke hotel.
"Kak Arch, Alhamdulillah kakak kembali tepat waktu!" Syukur Leo.
Arch mengeraskan rahangnya. "Apa maksudmu mengenakan busana sama sepertiku? Kamu ingin menggantikanku bersanding dengan Sri?" Cecarnya.
Leo menggeleng cepat.
Seorang gadis berbalut gaun mewah pengantin muncul dari balik punggung lebar Leo. "Maafkan kami, Kak! Kami telah lancang." Ucapnya hati-hati.
Suci bergeser ke sisi Leo. Leo menyinggung bahu rekannya, berharap mampu menenangkan sejenak.
Arch melempar tatapan pada wanita berpenutup wajah. "Siapa kamu?"
Sang gadis berpenutup menggeser sepotong kain dari parasnya lalu kembali menunduk. "Saya Suci teman kampus Leo, Kak!" Jawabnya.
Leo memandang dalam dua retina sang kakak. "Aku sengaja mengirimkan pesan pada Sri seolah putus asa dalam hidup. Aku paham Sri orang baik. Dia tidak akan mungkin membiarkannya. Aku bermaksud menjauhkan kalian dari tempat resepsi pernikahan ini." Bebernya.
Dahi Arch mengernyit. Sementara Sri masih belum sanggup menyempurnakan nyali yang dia punya. Dia hanya bergeming.
"Aku mendengar kabar burung para penggemar fanatik Danaus Monarch akan merencanakan hal tidak baik pada istri Danaus. Namun aku kesulitan menggali informasi. Kami berdua terpaksa menggantikan kalian untuk melihat situasi." Papar Leo melanjutkan.
Kedua mata Arch membola khawatir. Kedua tangannya meraih bahu sang adik. Sesekali melirik mahasiswi semampai di sebelah Leo.
"Kamu dan Suci baik-baik saja?" Tanya Arch memastikan.
Anggukan kepala Leo diikuti Suci.
"Lalu apa yang sudah terjadi tadi?" Tanya Arch kembali.
Leo mendesah. "Ada beberapa orang yang nekad melakukan aksinya. Alhamdulillah semua sudah berhasil diatasi staff keamanan."
Senyum tipis Arch tersungging tampan. Jantung Suci memompa maksimal menyaksikannya hingga meremas lengan Leo tanpa sengaja.
Sebelah sudut bibir Leo terangkat heran. Jemarinya cepat-cepat melerai cengkeraman sang rekan yang meninggalkan bekas nyeri.
Leo menepuk lengan Arch. "Jadi Arch tidak boleh curiga pada Sri." Nasihatnya.
Arch mengayun langkah menghampiri daun pintu kamar rias pengantin pria. "Aku tidak curiga. Aku hanya tidak simpati pada gadis yang lebih mementingkan pria lain dari acara pernikahannya sendiri."
Sosok pria dewasa tegap itu menghilang di balik pintu ruangan yang kembali rapat.
Sri menggigit bibirnya bimbang.
Leo menghampiri Sri. "Si Arch itu sedang cemburu padaku, Sri. Kamu tenang saja. Kalau dia menolak tukar busana kedua dan enggan kembali ke pelaminan, aku akan menemani kakakku yang cantik ini."
Senyum Sri terbit setelah beberapa saat tertekan dalam cemas.
Suci mendekati daun telinga Sri. "Aku juga akan menemanimu tapi aku ganti baju dulu, ya. Beberapa tahun lagi kita akan jadi saudara." Celetuknya girang.
Sri menggeleng-geleng dalam bahak.
Kepalan tangan Leo mendarat pada ubun-ubun Suci. "Jangan ngawur!"
Bibir Suci mengerucut merasakan ubun-ubunnya yang telah menjadi sasaran pelaku.
Sepasang mata Leo mendelik seram seakan mengantarkan sebuah peringatan agar sang rekan tidak berucap sembarangan.
Lengan Suci melingkari bahu Sri. "Aku pikir kamu halu karena bilang akan menikahi Juan monarch. Kenyataannya kamu hanya tidak bisa membedakan nama anak dan bapak." Ujarnya berasumsi.
Sri memelintir lengan Suci. "Jangan mengada-ada!"
Leo bertolak pinggang. "Kalian jangan bergosip di sini. Acara resepsi pernikahan masih berlangsung. Biar Suci yang akan menemani Sri tukar busana. Penata rias dan busana akan segera menyusul. Setelah semuanya selesai aku akan menemanimu ke pelaminan."
Bunyi pintu didorong kasar dari dalam membekukan pergerakan tiga manusia yang tengah berdiskusi di koridor lantai satu. Mereka berpaling pada daun pintu ruang rias mempelai pria yang telah tersibak. Arch muncul dengan aura hitam. Jas yang sama masih membalut tubuhnya.
Arch mengentak langkahnya menghampiri Sri. Tangannya mencengkeram pergelangan tangan Sri. Dia membimbing sang istri melangkah bersamanya.
Sri memandang punggung tegap Arch. "Arch, kita mau kemana?"
"Kita ganti busana lalu menuju pelaminan! Singgasana pelaminan hanya untuk kita. Tidak ada makhluk lain" Balasnya tegas.
"Cemburu saja pakai gengsi." Celetuk Leo cepat.
Suci melotot kuat pada Leo. Siku kanannya menyentil pinggang Leo setelah menyadari busur mata Arch seolah akan melepaskan anak panah.
***