Leo mengabaikan keselamatan pribadi dan pengguna jalan lain. Motor bebek yang memiliki batas kemampuan itu dipaksa untuk melaju melebihi kekuatannya. Beruntung sang pemuda hanya menerima cacian dari pemotor lain dan masih dihindarkan dari malapetaka.
Memang perjalanan dari kampung Pak Adi menuju hotel pusat kota memakan waktu yang tidak sebentar. Leo mengumpat kesal ketika mematikan mesin di barisan parkir sepeda motor pelataran depan hotel. Setelah meletakkan pelindung kepala pada kaca spion, pemuda itu memacu alat gerak bawahnya melintasi pintu utama lobi hotel.
Leo menghampiri seorang wanita yang bertugas di bagian informasi. Beberapa dialog singkat memberikan jawaban yang dibutuhkan sang pemuda. Langkahnya tergesa menuju balai riung setelah mengucap terima kasih. Leo sedikit lalai akan kondisi sekitar hingga hampir menyinggung beberapa orang yang berlalu-lalang. Langkahnya terhambat oleh kewajibannya meminta maaf pada perjalanan orang-orang yang terjeda.
Leo mendorong sepasang daun pintu kaca balai riung. Pemuda itu berdiri terengah-engah di ambang pintu balai riung yang kembali merapat.
Sepasang mata Leo beredar pada tiap-tiap sudut ruangan yang dipenuhi tamu berbalut putih. Retina Leo mengamati satu per satu tamu yang tengah bercengkerama dan bersantap santai.
Dahi Leo mengernyit menyadari kerabat dan tetangga dekat yang terverifikasi dalam memorinya tengah berkumpul dalam suasana yang begitu hangat. Seorang pria setengah abad berbalut batik yang tengah menyapa sanak saudara, mengusik perhatian Leo.
Gigi-gigi Leo bergemelatuk geram. Kakinya menghentak kesal menghampiri sang pria berbatik.
Leo meraih lengan sang pria berbatik untuk permisi undur diri dari pembicaraan antar sanak saudara.
"Ayah, Leo mohon batalkan pernikahan ayah dengan Sri!" Pinta Leo sopan.
Juan menaikkan sebelah alisnya. "Pernikahan siapa?" Balasnya dengan tanda tanya.
Retina Leo menusuk tajam pada sepasang manik cerah Juan. "Batalkan pernikahan ayah dengan Sri! Leo tidak sudi Sri menjadi ibu tiri Leo." Terang Leo sedikit menaikkan intonasi.
Juan melipat lengannya. "Lagian siapa yang akan memberimu ibu tiri? Siapa yang akan menjadi ibu tirimu?"
Pandangan Leo kembali bergulir pada seluruh penjuru ruangan hingga jatuh pada dekorasi ijab kabul sederhana tepat di depan meja sajian panjang yang ramai tamu.
Dagu Leo mengarah pada dekorasi ijab kabul. "Bukannya ayah akan menikah dengan Sri?"
Juan menggeleng disertai tawa kecil. "Siapa yang bilang?" Tanyanya heran.
"Pak Adi." Balas Leo cepat.
Juan membelai dagunya. "Pak Adi sopir dan pengawal pribadi ayah? Bagaimana mungkin? Pak Adi sedang cuti karena hari ini dia melangsungkan pernikahan."
Leo mendengus kesal bagai balita yang memarahi ayahnya. "Pak Adi sendiri yang bilang Juan Monarch menikah. Leo tadi dari sana. Leo pikir Pak Adi yang akan menikahi Sri. Jauh-jauh Leo kesana ternyata bukan Jasmine Sri."
Juan terpingkal-pingkal tanpa menarik perhatian karena tawanya tenggelam oleh riuh rendah para kerabat.
Leo memelintir lengan batik ayahnya. "Jangan meledekku, Yah!"
Juan menggeleng-geleng masih disertai tawa ringan. "Ayah tidak percaya Pak Adi bilang seperti itu. Kamu pasti salah paham dengan perkataan Pak Adi."
Leo memijat pelipisnya. "Lalu ini pernikahan siapa?"
Tatapan Leo mengikuti lengan Juan yang terulur menunjuk satu arah tertentu. Dua mempelai bagai raja dan ratu sehari yang tengah beramah tamah dengan kerabat. Punggung pasangan itu menghadap arah Leo.
Leo menyipit memperhatikan keduanya dari jarak jauh. "Kenapa mereka tidak duduk di singgasana pengantin?"
Juan menampar dahinya sendiri. "Leo, ini ijab kabul dan makan-makan santai antar keluarga. Resepsi besar akan diselenggarakan besok lusa." Jelasnya. "Tapi bukan itu hal penting yang ingin aku tunjukkan!"
Leo menaikkan sebelah alisnya. "Ayah ingin menunjukkan jika ayah tidak menikahi Sri, kan? Leo paham sekarang kalau Leo hanya salah paham."
Juan mendesah panjang. Sepasang tangannya mendekap dua sisi kepala putranya sebelum mengarahkan sekali lagi pada mempelai di salah satu sudut ruangan.
"Perhatikan dengan seksama!" Tukas Juan.
Kelopak mata Leo menyipit tajam memperhatikan sepasang pengantin dari balik punggung mereka. Otak Leo mulai berproses ketika menyadari punggung dan bahu lebar mempelai pria yang membelakanginya.
"Arch?" Gumam Leo lirih bertepatan dengan tubuh sang kakak yang memutar setengah lingkaran.
Juan mengamankan tangan kanan pada saku celana. "Kamu paham siapa yang menikah?"
"Tapi kenapa Arch menikah mendadak dengan perempuan berhijab itu? Siapa dia?" Tanya Leo belum paham pada kenyataan pahit yang akan menghajarnya.
Juan melambai pada si sulung yang melempar tatapan pada Juan. Kakak tertua keluarga Monarch meraih jemari pengantin wanita dan membawanya serta. Mereka menghampiri Ayah dan adik.
Semakin hilang jarak sang mempelai dengan mereka, semakin sakit itu nyata pada retina Leo. Paras pengantin wanita merupakan wajah yang terpahat kuat dalam setiap dinding-dinding kenangan otak Leo.
Leo mengamati ratu semalam di hadapannya. "Kali ini kamu menyamar jadi apalagi, Sri? Jadi pengantin syari pasangan Arch?"
Sri membalas tatapan Leo dalam bungkam.
Arch menarik napas panjang. "Leo, kenyataannya kami telah menikah!"
Leo mengguncang lengan Arch. "Itu tidak mungkin, kan? Kakak sendiri yang mengatakan jika kakak tak memiliki perasaan apa-apa pada Sri. Kakak juga mendukungku untuk mendekati Sri. Kenapa Arch? Kenapa kamu justru menikahi Sri?"
Sri menunduk. Dia tak sanggup harus menyaksikan proses keretakan persahabatannya sedikit demi sedikit. Emosi yang tak biasa membara dalam iris Leo. Sebenarnya Sri juga bimbang dengan keadaan tiba-tiba yang dijalaninya. Sri miskin cara mengutarakan peristiwa sebenarnya pada sang sahabat.
Arch menepuk tangan Leo. "Aku sendiri juga tidak paham. Semula aku menyangka ayah yang akan menikahi Sri. Ternyata tebakanku meleset. Ayah yang merencanakan pernikahan ini."
Leo mengguncang bahu Juan. "Ayah, kenapa tidak menikahkan Sri denganku saja? Pernikahan mereka karena hutang piutang, kan?"
Juan menggeleng. "Kamu masih terlalu muda untuk itu. Masih banyak yang harus kamu perjuangkan selain pernikahan."
Leo mendekap pergelangan tangan Sri. "Aku lebih lama mengenal Sri, Ayah! Dia sahabatku! Sri hanya orang asing bagi Arch. Batalkan pernikahan mereka lalu nikahkan aku dengan Sri!" Paksanya.
Arch melerai genggaman sang adik. "Maaf, kami harus kembali menemui sanak saudara yang lain!" Timpal Arch mengalihkan topik.
Lengan Arch melingkari bahu Sri. "Kami permisi!" Pamit Arch berlalu bersama sang istri dalam rengkuhannya.
Leo menatap nanar kakak sulung dan istrinya. Kedua tangannya mengepal geram hendak meleburkan apa saja yang ada di depan matanya.
***
Ijab kabul dan jamuan makan untuk kerabat dan tetangga dekat telah usai. Satu per satu para sanak saudara undur diri setelah memberikan ucapan selamat dan menyantap hidangan lezat. Resepsi akbar akan digelar lusa pada gedung dengan kapasitas lebih lega. Bukan hanya kerabat, sanak saudara dan tetangga yang akan merayakan kebahagiaan keluarga Monarch tapi juga kolega-kolega dari tuan besar dan tuan muda sulung.
Beberapa sanak saudara berdomisili luar kota dari kedua mempelai berkumpul di ruangan medium bersebelahan balai riung usai acara.
Kedua mempelai tampak beristirahat pada bangku yang tersedia di ruangan itu. Tuan Besar Juan tengah antusias mendata para sanak saudara jauh yang akan bermalam di istananya hingga lusa. Sementara pengantin wanita asyik melepas rindu dengan kedua orang tuanya.
Arch menghapus keringat lelah yang mengaliri dahinya. Seteguk air mineral membasahi kerongkongannya. Dia bergegas bangkit dari bangku setelah mendengar suara meneriakkan namanya.
Arch merentangkan tangan menyambut sosok anak laki-laki mungil yang menyeruak pintu ruangan. Dia membenturkan tubuhnya dalam dada Arch. Seorang pengasuh berseragam krem mengawasi dari kejauhan.
Arch melerai dekapannya. "Bagaimana ujian semesternya Hal?"
Hal menjulurkan ibu jarinya. "Semua terselesaikan dengan mudah." Jawabnya percaya diri.
Leher Arch menjulur. Pandangannya beredar ke setiap penjuru ruangan.
Arch menyentil hidung Hal. "Ada apa?"
Hal menggaruk kepalanya. "Mana istri Kak Arch?"
Telunjuk Arch menarget pada wanita berbalut gaun pengantin dan hijab tak jauh dari keberadaan mereka. Hal mengikuti arah jari sang kakak.
Haliastur mengernyit heran menatap punggung wanita yang menghadapnya. "Kata ayah Kak Arch akan menikah dengan Kak Jasmine. Kenapa istri Kak Arch berbeda?"
Arch menganga mendengar pengakuan Hal. Sementara Sri yang tanpa sengaja menangkap suara Hal, membalikkan tubuhnya.
Sri menghampiri Hal. "Apa maksudmu, Mas Hal? Mas Hal sudah tahu sebelumnya kalau Ayah Juan akan menikahkan Kak Arch dan Kak Jasmine?"
Arch menaikkan sebelah alisnya.
Hal mengabaikan perkataan Sri. Sepasang mata cerah Hal berbinar menatap wanita di hadapannya. Anak laki-laki itu tertawa riang serta meraih pergelangan tangan Sri.
Hal melonjak girang. "Ternyata ayah tidak berbohong, Kak Arch menikah dengan Kak Jasmine!"
Arch dan Sri merendahkan badan setinggi Haliastur. Dua pasang mata pengantin baru itu menuntut penjelasan.
Arch membuka suara. "Jadi kamu sudah tahu jika ayah akan menikahkan kami? Lalu kenapa membohongi kakak waktu kakak bertanya tentang calon istri ayah?" Tanyanya serius pada si bungsu.
Hal mengangguk yakin. "Karena kata ayah ingin membuat kejutan untuk Kak Arch."
Sri menambahi tanya. "Lalu kenapa Mas Hal memanggilku dengan sebutan mama beberapa kali?"
Hal melepas tas sekolah yang menempel di punggungnya. "Ayah yang menyuruhku begitu untuk menyamarkan rencana sesungguhnya."
Arch dan Sri mendesah panjang. Kedua sejoli bergegas menghampiri sang ayah yang asyik bertukar pengalaman dengan beberapa saudara jauh.
Arch mendekap lengan Juan kemudian membimbingnya ke sudut ruangan. Sri menguntit dari belakang.
"Ayah, jadi selama ini ayah telah merencanakan dengan semua pihak untuk menjebak aku?" Bisik Arch sedikit geram.
Juan mengulum senyum.
"Bahkan Haliastur juga? Kalian semua membuat aku seolah berpikir Ayah akan menikah lagi dengan gadis muda bernama Sri." Protes Arch.
Juan tak sanggup lagi menahan tawa. "Ya, begitulah! Jadi kamu keberatan dengan pernikahan ini? Jika seperti itu, kamu bisa membatalkannya dan terpaksa ayah akan meminta Leo menggantikanmu."
Pernyataan Juan sukses memompa gejolak dalam dada Arch. "Bukan seperti itu maksudku, Ayah!" Sanggahnya cepat.
Juan membelai dagunya. "Lalu apa kamu ingin ayah yang menggantikan posisimu?"
Sri hanya mampu bungkam menyaksikan sang mertua yang usil merusak keadaan hati Arch dengan candaannya.
Arch menggeleng tegas. "Aku tidak akan menyerahkan Sri pada siapapun!" Sahutnya tegas.
Pernyataan Arch membangkitkan debar unik dalam hati Sri.
Jemari kekar Arch meraih pergelangan tangan Sri. "Ayo, Sri! Kita pulang!" Ajaknya.
Sri menatap Arch. "Arch mau pulang?"
Arch mengangguk yakin.
Bibir Sri melengkung lebar. "Kalau begitu aku ikut mobil Arch lalu antar aku ke kos, ya!"
Mata Arch memicing. "Kos? Kenapa ke kos?"
Pipi Sri menggembung kesal. "Aku kan tidak punya rumah jadi tinggal di kamar kontrakan. Arch sendiri yang pernah bilang kalau aku gelandangan."
Arch tak mampu menahan tawanya. "Kamu pulang ke rumahku!"
Sri tampak menggemaskan dengan mimik kesal. "Jadi karena aku tidak punya rumah, Arch mau menampungku?"
Arch memelintir pipi Sri yang berperona merah. "Kamu pikir aku dinas sosial pakai acara menampung lagi?" Candanya.
Sri berkacak pinggang. "Lalu kenapa aku harus pulang ke rumahmu?"
Juan hanya mampu menahan tawa menyaksikan drama layar kaca yang ada di dunia nyata. Sementara pasangan Jimin Jinten saling melempar lirikan menggoda dan tertawa kecil.
Arch meraih jemari kanan Sri sebelum merentangkan jemari kanan mereka secara bersama. "Kamu lupa kita sudah menikah?"
Sri tertegun pada dua jari manis mereka yang dibalut sebuah benda berbahan platinum. Sesaat kemudian Sri menyeringai kikuk.
Arch menaikkan sebelah alisnya. "Ingatanmu sudah kembali?" Sindirnya.
Sri menggaruk kepalanya yang dilindungi hijab. "Maaf, aku lupa! Karena kamar Arch ada di atas, aku pakai kamar tamu di bawah tidak masalah, kok."
Arch geram. Kedua telunjuk dan ibu jarinya saling bekerja sama memelintir dua pipi bulat Sri.
Sri berteriak minta tolong. Namun hanya gelak tawa seluruh penjuru ruangan yang menyambut keluhan Sri.
***