Chereads / BLUE & GOLDEN HOUR / Chapter 19 - Chapter 19: Pengeroyokan Warga

Chapter 19 - Chapter 19: Pengeroyokan Warga

Matahari hampir bertahta di ufuk barat. Sebentar lagi "golden hour" akan muncul dengan sinar keemasannya yang mengucapkan selamat tinggal kepada siang.

Pangeran Hogan dan Putri Yemitt segera ditolong oleh warga ketika perahu telah sampai di dermaga bandar. Putri Yemitt dipeluk oleh seorang ibu muda dan dikerumuni oleh ibu-ibu yang lain sedangkan Pangeran Hogan dikerumuni oleh bapak-bapak dan para pemuda. Mereka semua benar-benar khawatir dengan keadaan Pangeran Hogan dan Putri Yemitt. Lain halnya perlakuan yang diterima oleh Donela. Semua orang meninggalkannya dan membiarkannya merana sendirian. Berkali-kali Pangeran Hogan melirik ke arah Donela yang masih di dekat perahu. Ia juga merasa sulit untuk menolak segala kebaikan dan perhatian warganya.

"Aku baik-baik saja. Tolonglah, biarkan aku sendiri," ujar Pangeran Hogan meminta dengan sangat kepada warga agar membiarkan dirinya memiliki ruang untuk melakukan sesuatu.

Pangeran Hogan segera mendekati Donela. Donela menundukkan wajahnya tak mau menatap Pangeran Hogan. Ia merasa sangat bersalah.

"Aku pasti telah melakukannya kepada Putri Yemitt, bukan?" tanya Donela dengan penuh penyesalan.

Pangeran Hogan yang mendengar pertanyaannya menjadi bingung mencari jawaban. Ia berpikir tentang jawaban apa yang pantas tentunya tidak menyakiti hati Donela.

"Kau hanya diam. Itu tandanya memang benar aku telah melakukannya kepada Putri Yemitt," ujar Donela lagi dengan kesedihan yang membuncah jiwanya.

"Kali ini tanpa mimpi. Aku sekarang menjadi yakin kalau aku memang benar-benar iblis pembunuh yang terkutuk!" serunya dengan senyum kecut di bibirnya seakan mengolok-olok dirinya sendiri. Ia bahkan merasa menjadi manusia naif yang penuh dosa.

"Donela, i – itu ....," ujar Pangeran Hogan terpotong.

"Aku bahkan tega melakukan usaha pembunuhan kepada orang yang aku sayangi," ujarnya sedih.

Ia meneteskan air mata penuh kecewa pada dirinya sendiri.

"Sudahlah, Donela, yang terpenting kita bertiga selamat," ujar Pangeran Hogan dengan nada halus mencoba untuk menenangkan Donela.

"Akhirnya aku sadar kenapa ayahku membenciku dan berusaha membunuhku. Aku telah merasakannya sekarang. Aku berbahaya bahkan untuk orang-orang yang aku cintai dan kasihi. Aku benci diriku sendiri," Ia menangis sejadi-jadinya membahas kejadian tadi.

"Pembunuh! Kau mengiba setelah berusaha membunuh! Tangis buaya palsumu tak akan bisa menukar kenyataan yang kami lihat dengan mata kepala sendiri!" ujar salah satu penjaga bandar geram melihat Donela.

"Kamu sudah sepatutnya menjauh dari kehidupan kami semua. Keberadaanmu di sini hanyalah pencabut ajal kami satu persatu. Apa kamu tidak merasa puas membunuh sesuka hatimu?" ujar dan tanya penuh kebencian salah satu penjaga bandar yang lain kepada Donela.

"Iya, benar! Pergilah dari sini gadis tak tau malu!"

"Enyahlah dari muka bumi ini, gadis pembunuh!"

"Terkutuklah kamu dalam jasadmu kelak jika kau mati, gadis iblis!"

"Kembali ke tempatmu di neraka, iblis pembunuh yang terkutuk!"

Umpatan demi umpatan dan ujaran kebencian bersahutan dari semua warga yang berkumpul di dermaga. Donela merasa tak tahan, bukan lagi karena mendengar mereka berkata yang menyakiti hatinya melainkan karena ia merasa dirinya pantas menerima celaan-celaan semua orang. Ia juga merasa jijik pada dirinya sendiri. Ia merasa sangat berdosa.

Donela berhenti menangis. Ia menatap Pangeran Hogan sejenak dengan wajah sayu seolah mengucapkan perpisahan. Ia juga menatap Putri Yemitt dengan penuh rasa bersalah lalu ia menundukkan pandangan dan melangkah pergi.

Tiba-tiba, Donela terhenti melangkah. Pangeran Hogan meraih tangan Donela berusaha menghentikannya pergi.

"Donela, jangan pergi!" seru Pangeran Hogan dengan tegas.

"Pangeran Hogan, apa yang Pangeran lakukan kepada iblis pembunuh ini? Apakah Pangeran mengasihani orang yang telah berusaha membunuh Putri Yemitt?" tanya pria gempal pemilik perahu yang ditumpangi oleh mereka bertiga.

Pangeran Hogan tak bisa menjawab. Ia bungkam tak berdaya.

Donela melepaskan tangannya tanpa menoleh ke arah Pangeran Hogan. Ia lalu melanjutkan langkahnya untuk pergi.

"Donela, jangan pergi!" seru Putri Yemitt menangis sedih.

Donela berhenti sejenak dan menoleh ke arah Putri Yemitt. Ia terharu mendengar Putri Yemitt, yang berusaha dibunuhnya tadi, memintanya untuk tidak pergi

"Maafkan aku, Putri Yemitt. Aku ....," Ia mengucapkan maaf tak selesai karena berurai air mata.

"Aku menyayangimu, Putri Yemitt," ucapan yang kali ini hanya bisa diucapkan dalam hati, harus dipendam dan hanya dirinya saja yang tahu.

Tiba-tiba, sebuah kapal bersandar di bandar.

Seorang wanita kerajaan Sondan dan sepuluh orang pengawal kapal yang terluka turun dari kapal istana dengan membopong mayat seseorang yang telah dibungkus dengan kain. Semua mata tertuju pada kedatangan mereka dan menerka-nerka apa yang telah terjadi.

"Donela!" seru Zelea dari kejauhan mengenali putrinya yang hampir saja meninggalkan kerumunan warga.

Pengawal kapal menjadi tegang dan berhati-hati membuat semua warga di sekitar tercengang dan semakin bertanya-tanya apa sebenarnya yang telah terjadi.

Donela berhenti melangkah mendengar namanya dipanggil oleh seorang wanita yang suaranya mirip ibunya. Ia menoleh ke belakang. Dilihatnya wajah ibunya di depan kapal.

"Ibu," lirihnya dengan nada sedih.

Zelea melirik kepada semua yang berkumpul. Ia merasa ada yang telah terjadi di sini. Zelea yang hendak mendekati Donela mendadak berhenti mendengar seseorang bertanya tentang mayat.

"Mayat siapakah itu?" tanya pak tua berjanggut putih panjang. Semua orang memasang wajah ingin tahu.

"Mayat Penasihat Yizab," ujar Lorega.

Semua warga yang berkumpul di dermaga menjadi ribut. Mereka berteriak dan syok mendengarnya.

"Kenapa Penasihat Yizab mati?" tanya paman jangkung kurus.

"Iblis itu pembunuhnya," ujar pengawal kapal yang lain.

Semua sontak sangat terkejut. Mereka menjadi bingung dengan apa yang mereka lihat. Donela membunuh Penasihat Yizab dan berada di sekitar mereka saat ini untuk membunuh Putri Yemitt. Mereka menjadi semakin geram.

"Iblis itu juga hampir saja membunuh Putri Yemitt tadi di danau," ujar pria gempal pemilik kapal.

"Benarkah?" tanya Lorega menyelidik.

"Benar!" jawab sebagian warga serentak.

Zelea yang mendengarnya lalu mencari keberadaan Putri Yemitt. Ia segera mendekati Putri yemitt yang masih tampak lemah dalam pelukan seorang ibu. Hatinya membenarkan apa yang mereka bicarakan. Ia kemudian melirik ke arah Donela. Donela menatap Zelea dengan wajah hancur. Zelea berdiri mematung, entah harus percaya atau tidak, semua telah melihatnya dengan mata kepala sendiri termasuk dirinya.

"Anakku bukan pembunuh!" teriak Zelea lantang membela Donela dan berusaha mengelak. Ia tak tahu harus berbuat apa yang ia tahu hanyalah membela anaknya.

"Anakmu pembunuh Penasihat Yizab, Mata-mata Zelea! Kami melihatnya dengan mata kepala sendiri! Anda jangan mengelak! Ini fakta!" seru Lorega protes dengan pembelaan Zelea.

"Iya, benar!" seru kesepuluh pengawal kapal serentak.

"Anakmu juga mencoba membunuh Putri Yemitt!" seru penjaga bandar.

"Benar!"

"Benar!"

"Dia gadis pembunuh!"

"Dia berbahaya!"

Seru warga membenarkan kejadian yang dilihatnya bahwa Donela membunuh Penasihat Yizab juga berupaya membunuh Putri Yemitt.

"Kalau begitu, kita bunuh saja iblis itu!" seru pria gempal lagi.

"Iya!"

"Bunuh!"

"Bunuh saja!"

Teriak warga. Semua tanpa dikomando bergerak ke arah Donela berdiri. Warga menyerang Donela. Donela yang merasa bersalah hanya pasrah dengan apa yang akan dilakukan warga kepadanya. Ia saat ini hanya ingin menebus dosa-dosa yang telah diperbuat walaupun perbuatannya tak pernah ia sadari.

BUKKK! PAKKK! BEGGG!

"Tidaaaaaak!" teriak Zelea melihat Donela dipukuli warga dengan sadis. Donela pasrah tak melawan.

Zelea dan Pangeran Hogan hanya bisa menghalau serangan warga kepada Donela. Mereka tak bisa melukai warga hanya bisa membuat warga berhenti melakukan pengeroyokan kepada Donela dengan cara menjatuhkan mereka satu persatu ke dermaga. Putri Yemitt menangis tersedu-sedu memanggil-manggil nama Donela.

Zelea dengan sekuat tenaga menerobos warga dan kini telah berada di depan Donela.

"Berhenti! Aku akan membunuh kalian semua!" teriak Zelea mengancam.

Ia mengacungkan pedang kepada warga mencoba untuk menakuti warga agar berhenti memukuli Donela.

Lorega maju ke depan mengacungkan pedang kepada Zelea untuk melindungi warga.

Pangeran Hogan yang melihatnya lebih memilih segera menerobos ke depan dan berdiri di samping Zelea dengan mengepalkan tangan.

"Berhentilah!" pinta Pangeran Hogan kepada warga.

Zelea dan Pangeran Hogan berusaha untuk melindungi Donela. Semua warga menurut. Mereka tak melanjutkan pengeroyokan. Keadaan menjadi terkendali.

Zelea membuang pedangnya lalu memeluk Donela yang penuh luka, lebam, dan berdarah-darah di sekujur tubuhnya.

"AAAAAAAAKHHHHHHHHHHHH!!!" jerit Zelea menghadap langit, melepaskan kepedihan yang menimpa anaknya.

****

Bersambung ....