Pangeran Hogan terpesona dengan keunikan Kampung Kuno Gundo. Ia pernah beberapa kali datang berkunjung. Terakhir kali ia datang ke kampung kuno Gundo sekitar satu tahun yang lalu bersama ayahnya, Raja Soga untuk keperluan upacara adat Langit Kerajaan Sondan. Pangeran Hogan mengaitkan kuda yang ia tumpangi ke salah satu Pohon Trembesi kecil di dekat Sondanta. Pangeran Hogan mendekati Sondanta dan berdiri di dekat tangga masuk Sondanta. Malam-malam berada di sekitar Kampung Kuno Gundo agak ngeri juga bagi Pangeran Hogan. Untunglah suasana sangat terang karena banyaknya obor api di setiap sudut Sondande dan jalan melayang di atas Pohon-pohon Trembesi seolah api beterbangan di udara. Ia merasa Kampung kuno Gundo telah sepi sepertinya penghuni telah beristirahat di sondandenya masing-masing.
Sayup-sayup Pangeran Hogan masih mendengar beberapa orang bercakap-cakap dari Sondanta, Sondande terbesar dan sentral untuk keperluan umum. Ia merasa masih ada penghuni yang masih terjaga.
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara kuda yang berhenti di dekatnya. Pangeran Hogan menoleh ke arahnya. Ia melihat seorang pria berusia sekitar 35 tahun berbadan kekar turun dari kudanya lalu menggendong seorang wanita tua di pundaknya yang dibawa sertanya. Wanita tua itu tidak sadarkan diri. Entah apa yang terjadi pada wanita tua hingga ia lunglai tak berdaya.
Pria itu melewati Pangeran Hogan tak menyapa hanya melirik saja. Ia terlihat sangat dingin dan begitu cuek. Ia mungkin samar kepada Pangeran Hogan atau pun ia orang baru di Negeri Sondan hingga tak mengenal baik Pangeran Hogan.
Pangeran Hogan memakluminya. Ia tak mementingkan status. Ia malah menyapa pria itu duluan.
"Apakah Anda akan naik ke Sondanta?" tanya Pangeran Hogan ramah sekaligus menyapa dengan cerdas.
"Benar, Pangeran Hogan! Aku akan ke Sondanta," jawabnya tegas.
Pangeran Hogan tercengang mendengar jawaban pria itu. Rupanya pria itu mengenalnya tetapi kenapa ia tidak menyapa atau memberi hormat kepada dirinya. Pangeran Hogan menerka-nerka barangkali pria itu bukan dari Kerajaan Sondan jadi wajar saja jika pria itu tidak mengenal dirinya.
"Ikuti Aku jika Pangeran juga punya tujuan yang sama!" ajak Pria itu dengan nada cuek dan dingin.
"Baiklah, tetapi kenapa dengan wanita tua yang anda bawa?" tanya Pangeran Hogan kemudian.
Ia ingin tahu apa yang sebenernya yang terjadi dengan sang nenek yang dibawa pria itu.
"Pangeran juga akan mendengarnya nanti, ayolah kita tidak punya banyak waktu," Pria itu menolak untuk menjawab. Ia malah meminta Pangeran Hogan untuk segera mengikutinya ke Sondanta. Pangeran Hogan paham dengan apa yang dimaksud tidak punya banyak waktu mengingat malam sudah mulai larut.
Pria itu begitu gagah dan kuat hingga ia bahkan tak kesulitan menaiki tangga meskipun dengan beban tubuh wanita tua di pundaknya.
Pangeran Hogan mengikutinya sambil berjaga-jaga dari bawah jika sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu entah itu terpeleset atau pun lainnya.
Keduanya kini masuk ke dalam Sondanta yang memiliki dua bilik ruangan. Mereka berada di bilik pertama Sondanta.
Pangeran Hogan merasakan atmosfer yang berbeda di dalam Sondanta, masih terasa sama seperti ketika ia mengunjunginya dulu. Suasana Sondanta sangat keramat dipenuhi oleh benda-benda peninggalan masa lalu. Banyak sekali bentuknya. Berbagai kepala hewan yang diawetkan terpasang di tembok yang berornamen macan tutul, ada kepala banteng, kepala kujang, kepala domba, kepala harimau, kepala gajah, dan masih banyak lagi peninggalan kebudayaan di Tanah Adogema dulu yang tersimpan di bilik ruangan ini. Selain kepala-kepala hewan, banyak pula patung-patung batu yang unik dengan berbagai bentuk, ada patung bentuk wajah bulat, wajah kotak, wajah oval yang konon memiliki makna yang berbeda. Patung-patung wajah tampak seperti topeng yang gepeng. Banyak pula patung setengah badan dan badan utuh dengan berbagai corak dan ornamen yang berbeda-beda bergantung usia pembuatan. Semakin muda usianya semakin detail corak dan ornamen patung, mungkin saja karena kebudayaan dulu di Tanah Negeri Adogema semakin berkembang dan maju mengikuti perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan hingga semakin detail membuat patung.
Ada salah satu patung yang menarik perhatian Pangeran Hogan, yaitu patung anjing kecil dengan tiga kalung emas bertatah batu permata merah di lehernya. Entah memiliki daya tarik apa hingga patung itu bisa membuat Pangeran Hogan menjadi tertegun melihatnya.
"Salam sejahtera untuk Tetua-tetua Adat," ucap pria itu agak lantang agar terdengar karena melihat bilik ruangan pertama yang mereka masuki kosong tak ada orang.
Beberapa saat kemudian muncul dari bilik ruangan kedua Sondanta, seorang Tetua Adat berkulit gelap berbadan kurus berumur sekitar 40 tahun berpakaian layaknya seorang primitif hanya menggunakan kain batik yang menutupi area kemaluannya dari bawah pusar hingga sedikit di atas lutut yang diikat dengan ikat kain sebagai sabuk di pinggangnya.
Pangeran Hogan segera memberi salam kepadanya.
"Salam sejahtera untuk Tetua-tetua Adat," ucap Pangeran Hogan mengulang salam yang diucapkan pria tadi.
"Terima kasih, Pangeran Hogan dan Tuan! Silahkan duduk!" ucap Tetua Adat. Ia mengenal Pangeran Hogan.
Pangeran Hogan duduk di lantai Sondanta. Pria itu menurunkan wanita tua dari pundaknya lalu merebahkannya di lantai. Matanya yang agak sipit melirik sebentar ke arah Pangeran Hogan lalu terduduk. Mata sipit tajam berpadu dengan alisnya yang tebal dan pembawaannya yang dingin serta cuek membuat pria itu tampak garang.
"Perkenalkan, Saya Badalu dari Kota Sondan." Pria itu memperkenalkan diri.
Pangeran melirik ke arah pria itu. Ia akhirnya mengetahui namanya, Badalu.
"Saya Pangeran Hogan, Tetua," ucap Pangeran Hogan juga ikut memperkenalkan diri.
"Pangeran Hogan tak perlu memperkenalkan diri, kami semua di sini sangat mengenal Pangeran," ujar Tetua Adat santun sambil tersenyum ramah dan penuh hormat.
"Saya Nokah, salah satu Tetua adat yang sedang berjaga malam ini," ujar Tetua Adat yang diketahui bernama Nokah.
"Ada keperluan apa gerangan hingga Pangeran dan temannya kemari?" tanya Tetua Nokah kepada Pangeran Hogan dan Badalu.
"Keperluan kami berbeda, Tetua Nokah," terang Pangeran Hogan.
Pangeran Hogan melirik Badalu yang mengabaikannya.
"Jelaskan kepadaku, apa keperluan Pangeran Hogan?" tanya Tetua Nokah.
"Aku akan menjelaskan keperluanku setelah keperluan Badalu, Tetua," ujar Pangeran Hogan mendahulukan keperluan Badalu yang dianggapnya membutuhkan pertolongan segera.
Tetua Nokah mengangguk tanda mengerti melihat wanita tua yang tergeletak lunglai lalu mempersilahkan Badalu mengutarakan keperluannya. Badalu melirik ke arah Pangeran Hogan yang mempersilahkannya terlebih dahulu tetapi ia tetap mengabaikannya. Pangeran Hogan berusaha untuk bersikap wajar dan menerima kepribadian Badalu apa adanya.
"Tetua, aku menemukan wanita tua ini tengah tergeletak tak sadarkan diri di depan rumah kediamanku. Aku membawanya kepada tabib namun tak juga bisa menyadarkannya. Tabib menganggap wanita ini tak sadarkan diri dengan tidak wajar hingga orang-orang memintaku untuk membawanya ke sini." terang Badalu.
Tetua Nokah mengangguk segera memeriksa sang wanita tua. Pangeran Hogan memperhatikannya. Wanita itu ditaksir telah berumur sekitar 55 tahun. Wajahnya sedikit keriput. Rambutnya panjang beruban. Ada toh di atas bibir kanannya. Dari cara wanita tua itu berpakaian dan rambutnya ia sepertinya bukan penduduk Adogema mungkin saja dari negeri-negeri seberang di utara.
Tetua Nokah merapal mantra lalu memegang pundak wanita tua. Tetua tiba-tiba mengernyit dan menyipitkan mata. Tangannya bergetar kencang seolah mengeluarkan tenaga ekstra untuk menyadarkan wanita tua.
"AKKKHH!" jerit Tetua Nokah.
Tubuhnya terpental jauh ke belakang, punggungnya menghantam patung anjing kecil berkalung batu permata merah yang tadi menarik perhatian Pangeran Hogan hingga pecah berantakan.
Pangeran Hogan dan Badalu terkejut penuh tanya melihatnya.
Tiba-tiba, kedua mata wanita tua itu terbuka. Ia terbangun entah sadar ataukah tak sadar. Wanita tua itu kini telah berdiri menghadap ke arah Tetua Nokah.
Tiba-tiba udara di dalam bilik ruangan bergerak kencang seperti angin yang menghempas wajah wanita tua. Wanita tua tiba-tiba menjadi aneh. Kedua mata hitamnya mendelik dan berubah hijau terang.
"Iblis telah datang dan kutukan akan menimpa Seluruh Negeri yang berdiri di Tanah Adogema!" teriak wanita tua dengan suara berat dan seram.
Wanita tua lalu melirik ke arah Pangeran Hogan dan dengan cepat mendekati Pangeran Hogan dan menunjukkannya dengan seram. Pangeran Hogan terkejut dan menjadi agak ketakutan.
"Dia! Aku melihat dia bisa diandalkan! Dukung dia! tuntaskan!" teriak wanita tua itu seram membuat suasana semakin mencekam.
Sebentar kemudian, wanita tua itu kembali tak sadarkan diri membuatnya terjatuh ke lantai.
"Kenapa wanita tua ini?" tanya Pangeran Hogan dengan was-was.
****
Bersambung ....