Wanita tua itu tergeletak di lantai dalam keadaan sadar. Ia terbatuk-batuk. Badalu membantunya untuk duduk. Pangeran Hogan segera mendekati Tetua Nokah. Ia memastikan bahwa Tetua Nokah dalam keadaan baik-baik saja setelah terpental dan menabrak patung anjing kecil berkalung batu permata merah.
"Siapa anda?" tanya Tetua Nokah kepada wanita tua.
Wanita itu masih terbatuk-batuk. Setelah reda, ia kemudian menatap Tetua Noktah.
"Mohon berkenan, Aku Peramal Urula dari Negeri Kandanga," jawab wanita tua bernama Urula itu yang mengaku dirinya sebagai Peramal dari Negeri Kandanga. Negeri Kandanga sendiri adalah negeri kepulauan jauh di timur laut berbatasan laut dengan Negeri Sondan.
Terjawab sudah pertanyaan-pertanyaan di benak mereka bertiga tentang wanita tua itu. Pangeran Hogan membenarkan terkaannya tentang asal-muasal wanita tua begitu pun Badalu yang penuh tanya sejak menolong wanita tua itu.
"Dimana Aku? Siapa Kalian?" tanya Peramal Urula.
"Aku Tetua Noktah. Anda sedang berada di Kampung Gundo, Tempat Tetua-tetua Adat Negeri Sondan tinggal," jawab Tetua Noktah.
"Aku Badalu yang menolong Anda ketika Anda tak sadarkan diri di depan pintu rumah," jawab Badalu memperkenalkan diri.
"Oh, Samudera! Aku berterima kasih kepadamu Badalu," ujar Peramal Urula dengan lembut.
Peramal Urula sangat lembut tutur katanya. Pangeran Hogan bersimpati kepadanya.
Peramal Urula melirik Pangeran Hogan. Ia menatap Pangeran Hogan lama. Ia menyipitkan mata. Beberapa saat kemudian ia tersentak kaget. Ia manarik napas panjang lalu terengah-engah seolah begitu capek seolah telah berjalan jauh. Peramal Urula bertingkah aneh membuat ketiga orang di hadapannya itu bertanya-tanya apa yang tengah terjadi padanya.
"Siapa pemuda ini?" tanya Peramal Urula menunjuk Pangeran Hogan. Pangeran Hogan segera memperkenalkan diri.
"Perkenalkan, Aku Pangeran Hogan dari Kerajaan Sondan," jawab Pangeran Hogan ramah.
"Anda seorang Pangeran dari negeri ini?" tanya Peramal Urula memastikan dengan wajah serius seolah sedang berpikir.
"Benar, aku Pangeran Negeri ini. Kami khawatir dengan keadaanmu. Apakah anda baik-baik saja, Peramal Urula?" Pangeran Hogan memberanikan diri menanyakan keadaannya.
Peramal itu tak segera menjawab. Ia hanya memandangi Pangeran Hogan dengan jeli.
"Anda memiliki kekuatan supernatural yang luar biasa tetapi apa yang terjadi dengan Anda, Peramal Urula?" Tetua Noktah juga ikut bertanya kepadanya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Peramal Urula?" tanya Badalu tak sabar melihat Peramal Urula hanya asik dengan pikirannya sendiri tidak menggubris pertanyaan-pertanyaan mereka.
Memang benar, tingkah laku Peramal Urula membuat ketiganya penuh tanya.
"Oh, maafkan aku. Aku telah membuat kalian khawatir. Aku baik-baik saja," responnya menjawab ketika ia telah tersadar.
"Aku terkadang bertingkah aneh ketika aku membaca masa depan. Mohon maafkan aku," pintanya kembali meminta maaf dengan santun.
Ketiganya mengangguk. Peramal Urula memperhatikan sekitar ruangan Sondanta membuat ketiganya memperhatikan apa yang akan wanita itu lakukan. Peramal Urula menarik napas panjang.
"Aku baru pertama kali mengunjungi negeri ini. Entah hatiku seolah tertarik untuk mendatangi Negeri Adogema ini. Aku tidak mengerti kenapa?" terangnya.
Semua menyimak dengan seksama.
"Setelah aku sampai Ke Negeri ini, aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Negeri ini dipenuhi oleh kabut gelap kasat mata yang bersumber dari sebuah gunung api di selatan." jelasnya.
Pangeran Hogan terkejut mendengar Peramal Urula menyebut sebuah gunung api di selatan sumber kabut gelap aneh. Ia mengingat fenomena yang dilihatnya di Bukit Naga. Fenomena bintang jatuh di Gunung Kakotwa di selatan.
"Ketika aku telah sampai di Kota Sondan, aku bisa meramal masa depan Negeri ini. Portal yang menghubungkan masa depan dengan masa sekarang terbuka lebar. Aku bisa masuk ke masa depan dan melihatnya. Namun, aku merasa kabut hitam menghalangi. Sesosok berjubah hitam mendatangiku dari masa depan dengan bau yang khas. Dia hampir saja membunuhku. Aku berlari menghindari portal untuk menyelamatkan diri hingga aku sekarang berada di sini karena pertolongan kalian," jelasnya secara detail.
"Aku tidak melihat apapun di sekitaran ketika anda tergeletak di depan rumahku. Tak ada yang aneh," ujar Badalu.
Peramal Urula melirik ke arah Badalu. Ia berpikir sebentar tak menanggapi ujaran Badalu.
"Aku merasakan energi kegelapan yang sangat besar dari sosok berjubah hitam itu. Dia sangat berbahaya. Hatiku mengatakan bahwa sosok itu adalah kutukan bagi Negeri ini!" terangnya dengan jelas.
Semua menjadi tercengang mendengar penjelasan dari Peramal Urula. Mereka menjadi gusar dan khawatir dengan apa yang akan terjadi di Negeri Sondan jika memang benar ramalan ini benar terjadi juga jika memang benar Peramal Urula bisa dipercaya.
"Kalian semua warga Sondan harus waspada dengan apa yang akan terjadi ke depan," ujarnya kemudian.
Peramal Urula memang seorang yang waspada dengan kemungkinan-kemungkinan buruk karena kemampuannya yang bisa membaca masa depan. Ia percaya bahwa takdir bisa dirubah oleh kemauan dan usaha.
"Menarik sekali ramalan anda, Peramal Urula. Bahkan kami, Tetua-tetua Adat tak mampu melakukannya." ujar Tetua Nokah yang merasa kemampuan Tetua-tetua Adat Sondan dalam meramal masih sangat terbatas.
"Aku tidak percaya dengan ucapannya. Aku tak percaya dengan ramalan," ujar Badalu dingin membuat Pangeran Hogan dan Tetua Nokah melirik ke arahnya termasuk juga Peramal Urula.
"Kenapa kamu tidak percaya, Badalu?" tanya Tetua Nokah.
"Ramalan itu tidak nyata. Bisa saja ia membual. Jika kita percaya kepada ramalan maka itu tidak benar," ujar Badalu kritis dengan nada sedikit tinggi.
Badalu memang terbiasa berpikir sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Ia tak terbiasa mempercayai ramalan karena menganggap ramalan hanyalah pendapat pribadi yang bisa saja hanya karangan atau bualan semata. Ia juga kritis dengan pernyataan ramalan yang disampaikan oleh Peramal Urula. Peramal Urula hanya terdiam tidak menggubris mendapatkan penolakan dari Badalu yang meragukannya.
"Aku percaya dengan ramalannya," ujar Pangeran Hogan membuat semuanya melirik kepadanya.
"Apa? Bisanya seorang Pangeran percaya kepada ramalan dari seorang pembual. Aku tidak habis pikir," sindir Badalu mempertanyakan kelogisan berpikir Pangeran Hogan.
Pangeran Hogan tak menggubris sindiran Badalu. Ia hanya ingin fokus agar bisa memecahkan masalah di negerinya saat ini.
"Langit memang memberkati kita semua. Tahukah kalian bahwa Aku datang kesini juga untuk menanyakan kejadian aneh dan ganjil yang selama ini terjadi padaku dan Negeri Sondan yang ternyata aku yakin berkaitan erat dengan yang diramalkan oleh Peramal Urula," terang Pangeran Hogan menatap Tetua Nokah.
Tetua Nokah mengernyit. Ia merasa tertarik dengan pernyataan Pangeran Hogan tentang keperluannya.
"Aku tertarik untuk mendengarnya, Pangeran Hogan," ujar Tetua Nokah.
Peramal Urula dan Badalu memperhatikan.
"Aku akan menyampaikannya dengan jelas," ujar Pangeran Hogan.
"Ketika aku diperintah untuk mencari Pertapa Sakti di Bukit Naga. Aku melihat dengan mataku, sebuah bintang jatuh di selatan tepatnya di Gunung Api Kakotwa," Pangeran Hogan menceritakan fenomena yang dilihatnya di Bukit Naga.
"Aku berpikir ada kaitannya dengan yang disampaikan Peramal Urula tentang kabut hitam dari sebuah gunung api di selatan," Pangeran Hogan mengaitkannya dengan ramalan yang disampaikan Peramal Urula tadi.
"Bukankah di selatan Negeri ini hanya ada satu gunung api yaitu Gunung Api Kakotwa?" tanya Pangeran Hogan berusaha menguatkan kebenaran fenomena yang ia lihat juga mempercayai ramalan dari Peramal Urula yang dipikirnya saling berkaitan.
Tetua Nokah, Peramal Urula dan Badalu terdiam dan berpikir. Tetua Nokah memandang Pangeran Hogan dan Peramal Urula bergantian. Ia juga merasa ada kaitan antara keduanya bahkan hati kecilnya pun mengatakan hal yang sama.
"Aku kira sesuatu dari langit telah turun ke Gunung Api Kakotwa," ujar Tetua Nokah mengikuti perkataan nalurinya.
"Aku merasakan hal yang sangat buruk di sana. Kegelapan yang merusak," ujar Peramal Urula menambahkan.
"Apakah iblis yang dimaksud Pertapa Sakti turun dari langit dan bersarang di Gunung Api Kakotwa?" tanya Pangeran Hogan yang berusaha kritis menyimpulkannya membuat Tetua Nokah, Peramal Urula dan Badalu tercengang mendengarnya.
"Apa katamu, Pangeran Hogan?" tanya Tetua Nokah menyelidik.
"Hentikan! Kalian semua terlalu mengada-ada. Kalian tidak berpikir realistis!" sergah Badalu yang dari tadi merasa muak dengan pembicaraan yang menurutnya telah melenceng jauh dari realitas. Badalu memang menyukai kebenaran dan membenci bualan dan pembicaraan yang omong kosong karena baginya tak memiliki arti dan manfaat apa-apa.
"Aku semakin tak mempercayai kalian," ujar Badalu menambahkan dengan nada kesal.
****
Bersambung ....