Chereads / BLUE & GOLDEN HOUR / Chapter 20 - Chapter 20 : Layaknya seorang buronan

Chapter 20 - Chapter 20 : Layaknya seorang buronan

Zelea menangis sejadi-jadinya. Ia terus memeluk Donela tanpa mau melepaskannya. Rasa sakit benar-benar telah menusuk hatinya. Ia tak sanggup untuk melihat anaknya menderita seperti ini. Seorang ibu tak akan rela jika anaknya disakiti oleh orang lain, apapun keadaannya. Seorang ibu juga akan selalu mengorbankan jiwa raganya untuk melindungi anaknya dari ancaman orang lain.

"Jangan lukai anakku ... lukai saja aku ....!"

"Jangan lukai anakku ... aku mohon ....!"

"Jangan hakimi anakku seperti ini ....!" raung Zelea dengan isak tangis yang memilukan.

Pangeran Hogan tak mampu berkata apapun. Ia pun diliputi rasa sedih yang teramat sangat melihat gadis yang dicintainya terluka karena dihakimi banyak orang. Putri Yemitt juga meronta-ronta ingin mendekati Donela namun ibu-ibu yang menolong tak membiarkannya. Putri Yemitt terus saja menangis sesenggukan karena merasa iba.

"Jangan melindungi iblis pembunuh, Mata-mata Zelea!"

"Biarkan kami membinasakannya!"

"Biarkan kami memusnahkannya agar Negeri Sondan dan negeri lainnya di Tanah Negeri Adogema menjadi aman dan tentram!'

"Jangan halangi kami!"

Seruan demi seruan penuh kebencian dari warga yang benar-benar sudah geram kepada Donela. Warga benar-benar ingin menghabisi nyawa Donela.

Donela semakin terpukul berat mendengarnya. Jiwanya berguncang hebat. Ia merasa warga benar-benar benci dan sangat menginginkan kematiannya.

"Seorang pejabat negara seperti anda seharusnya tidak melindungi pembunuh!" sindir Lorega keras.

Zelea melirik Lorega. Tatapan Zelea menjadi sadis. Ia tak mengira bahwa prajurit kepercayaannya juga murid kebanggaannya itu berkata demikian. Lorega kini tak lagi setia kepadanya bahkan untuk membela dari keterpurukan pun tidak ia lakukan.

"Apa kau masih tak mengerti juga Lorega?" tanya Zelea.

"Donela bukan pembunuhnya melainkan iblis!" teriak Zelea gamblang, berusaha membuka pikiran Lorega dan semua di sana.

"Tidak, Mata-mata Zelea! Aku melihatnya dengan mataku sendiri. Donela pembunuhnya bukan yang lain jadi Anda jangan mencoba untuk merekayasa kejadian!" seru Lorega berusaha bijak sesuai fakta.

Zelea menjadi geram. Ia berdiri mengambil pedangnya lalu menyerang Lorega. Terjadi adu pedang antara Zelea dan Lorega. Zelea yang merupakan seorang ahli pedang menghunuskan pedang dengan beberapa teknik yang mampu memojokkan Lorega. Hampir saja Lorega tertusuk pedang Zelea saat ia tak mampu membendung serangan pedang Zelea yang cepat mengayun dari arah kanan 65 derajat hampir saja mengenai lengan kanan atas Lorega.

Namun, pukulan-pukulan lurus tangan Zelea mengenai wajah juga mengenai perut Lorega hingga terpental mundur. Dengan cepat Zelea maju mengayunkan pedang menyerong ke kiri 45 derajat hingga menyayat dada Lorega hingga berdarah dan Lorega jatuh terkapar di lantai dermaga.

Semua orang yang melihatnya menjadi panik. Untung saja Lorega tak terluka parah. Ia masih sadarkan diri.

Pengawal kapal dan penjaga bandar segera maju mengacungkan pedang ke arah Zelea berusaha melindungi Lorega. Zelea hampir saja maju menyerang mereka namun Pangeran Hogan menghalangi serangan zelea. Ia berusaha menyadarkan Zelea untuk berhenti menyerang.

"Mata-mata Zelea, berhentilah!" pinta Pangeran Hogan lantang.

Ia berharap Zelea berhenti membuat penyerangan. Permintaan Pangeran Hogan rupanya berhasil. Zelea menatap dalam kepada Pangeran Hogan. Ia menjatuhkan pedangnya lalu kembali memeluk Donela.

"Anak dan ibu sama saja!"

"Tak tahu malu!"

"Bedebah!"

Seruan dan makian warga kembali memanas akibat serangan Zelea kepada Lorega yang membuat Lorega terluka.

"Diam semaunya!" teriak Pangeran Hogan lantang meminta semua diam.

"Dua orang tengah terluka dan membutuhkan pertolongan. Dimana rasa kemanusiaan kalian? Abaikan dulu penghukuman! Tolonglah yang tengah terluka! Aku berjanji akan menyelesaikan masalah ini dengan kebijaksanaan kerajaan. Hentikan perdebatan! Berikan pertolongan segera!" seru Pangeran Hogan lantang meminta agar perdebatan dan pengeroyokan warga segera dihentikan. Donela dan Lorega segera bisa mendapatkan pertolongan.

Semua orang diam mendengarnya dan tak mampu lagi berkomentar sedikit pun. Rupanya ada bagian dari seruan Pangeran Hogan yang menyentil hati mereka semua, yaitu rasa kemanusiaan. Warga Sondan memang terbiasa hidup dengan kelembutan dan saling tolong-menolong, warisan nenek moyang yang turun-temurun.

Dari arah alun-alun kota, beberapa orang mendekat dengan kuda-kuda kerajaan. Semua menatap ke arah mereka.

"Hormat kami, Panglima besar Gadeon!" seru salah satu pengawal kapal di sambut oleh pengawal lain dan penjaga bandar juga seluruh warga.

Panglima Gadeon sepertinya telah mendapatkan laporan hingga ia mendekati tempat kejadian. Zelea menatap dengan penuh harapan. Ia berharap suaminya itu membela. Namun, Panglima Gadeon tak merespon.

"Bawa mereka berdua ke pusat keamanan untuk diperiksa!" perintah Panglima Gadeon tegas.

Ia tak peduli dengan keadaan Donela dan Zelea, anak dan istrinya sendiri yang tengah berharap pembelaan. Bahkan, ia tak ragu jika Donela dan Zelea harus diperiksa oleh pusat keamaan yang berarti Donela dan Zelea akan diproses hukum.

Zelea yang mendengarnya menjadi sangat kecewa. Air mata kembali mengalir deras. Ia tak menyangka kalau suaminya sendiri bertindak demikian tanpa ada pembelaan sedikit pun.

Donela semakin nestapa. Hatinya yang retak menjadi hancur berkeping-keping.

Pangeran Hogan tak bisa berbuat apa-apa.

"Berikan dulu Donela pertolongan, Panglima Gadeon!" seru Pangeran Hogan.

Namun, Panglima Gadeon tak menggubris. Ia memerintahkan untuk meringkus Zelea dan Donela. Zelea dan Donela diringkus oleh prajurit kerajaan dengan kejam seolah mereka berdua adalah buronan kerajaan. Zelea dan Donela diikat dengan tali dan diseret untuk berjalan menuju pusat keamanan.

"Pangeran Hogan dan Putri Yemitt! Dipersilahkan untuk kembali ke istana dengan pengawal," ujar Panglima Gadeon agar Pangeran Hogan dan Putri Yemitt segera kembali ke istana dengan aman.

Pangeran Hogan dan Putri Yemitt hanya bisa menurut. Mereka naik kereta istana untuk kembali ke istana.

Di dalam kereta istana, keduanya menjadi tak tenang ketika melewati Donela dan Zelea yang digiring ke pusat keamanan dengan keadaan yang mengenaskan seperti buronan. Putri Yemitt masih saja menangis hingga Pangeran Hogan harus memeluknya agar menjadi tenang. Dalam hati Pangeran Hogan sendiri, ia merasa tak tenang dengan keadaan gadis yang dicintainya. Ia tak tahu harus berbuat apa.

"Langit, aku mohon berilah Donela kekuatan untuk tetap bertahan dalam keadaan seperti ini. Berilah ia keselamatan!" do'a Pangeran Hogan penuh harap agar terkabul.

Donela berjalan tertatih-tatih dengan luka-luka di tubuhnya. Ia berusaha tegar namun tatapannya kosong seolah ia hanya bisa pasrah dengan keadaan. Zelea selalu memperhatikan Donela. Ia selalu memastikan Donela dalam keadaan tenang walapun keadaan seperti ini pastilah tak menyenangkan bahkan untuk menjadi tenang pun sepertinya tak mungkin.

Senja di ufuk barat menjadi saksi langkah kaki Donela dan Zelea menjadi tawanan kerajaan Sondan.

Pangeran Hogan dan Putri Yemitt telah sampai terlebih dahulu di istana.

"Pangeran, dipersilahkan anda membersihkan diri karena Raja Soga dan Ratu Deyena akan mengunjungi Pangeran setelah makan malam," ujar pengawal istana.

Pangeran Hogan tak menggubris. Tatapannya kosong. Ia merasa tak bergairah untuk melakukan sesuatu. Ia masuk ke dalam kamarnya dan memilih duduk di kursi tak segera mandi, membersihkan diri. Ia hanya mengingat Donela saat ini, tak mempedulikan yang lain bahkan dirinya sendiri.

Putri Yemitt hanya menurut ketika pengasuh mengarahkannya untuk segera membersihkan diri. Ia hanya saja masih bersedih mengingat Donela.

"Apakah Donela tak apa-apa?" tanya Putri Yemitt kepada pengasuh.

"Putri Yemitt tak perlu memikirkannya, dia orang dewasa pasti baik-baik saja," ujar pengasuh berusaha berkata lembut walaupun dalam benaknya ia pun tak peduli.

Zelea dan Donela telah sampai di pusat keamanan. Keduanya dimasukkan ke dalam penjara sementara untuk mendapatkan pemeriksaan esok hari.

"Tolonglah penjaga, berilah obat-obatan untuk lukanya!" pinta Zelea memelas.

"Bersabarlah mata-mata Zelea, kami akan memberinya pertolongan. Kami akan memanggil tabib terlebih dahulu," ujar penjaga.

"Terima kasih," ucap Zelea lega karena Donela akan segera mendapatkan pertolongan.

Penjaga segera pergi. Zelea mendekati Donela yang meringkuk di lantai.

"Donela, bertahanlah nak!" ujar Zelea penuh iba. Ia lalu mengelus rambut Donela.

"Bersabarlah, Nak! Semua akan baik-baik saja! Langit akan menolong kita, Percayalah!" seru Zelea agar Donela tak menjadi rapuh, agar selalu menjadi kuat menghadapi pedihnya kehidupan.

****

Bersambung ....