Bab 1
Wajahnya yang sangat tampan dan berseri, senyumnya yang begitu manis, tubuh ideal, pantas saja banyak wanita yang terpukau. Aku selalu menontonnya saat dia bermain basket, dan banyak juga Siswi lain yang menonton dan mendukungnya saat dia bermain basket. Beberapa kali dia terus mencetak skor yang membuat kami semua kaum Hawa teriak histeris, Angga bukan hanya tampan tapi dia juga sangat berbakat.
"Aduh ..." Ucapku saat kepalaku terbentur bola basket.
"Kamu tidak apa-apa?" Seorang Pria menghampiriku tapi mataku buram karena kacamataku terjatuh.
"Ini," ternyata itu Angga, dia menyodorkan kacamataku.
"Te ... Terima kasih," badanku seakan mematung.
"Ya ampun Angga sudah tampan, dia juga sangat baik," ucap seorang Siswi yang terpesona dengan Angga.
Sepulang sekolah aku langsung masuk kamar dan terus memeluk kacamataku, "Kenapa dia menolongku? Apakah dia menyukaiku?" tanyaku sendiri.
Aku bangun dari tempat tidur dan melihat cermin, "Ah yang benar saja, bagaimana bisa Angga menyukai ikan buntal seperti aku,"
Wajahku masih berjerawat , padahal aku sudah berobat ke Dokter spesialis kulit.
"Silva, ayo makan," Mamah memanggilku untuk segera ke meja makan.
"Wah hari ini Mamah memasak banyak sekali," perutku langsung keroncong melihat makanan yang disajikan Mamah.
"Iya Mamah kan hari ini gajian, jadi Mamah sengaja memasak banyak, ini Mamah juga masak makanan kesukaan kamu," Mamah menyodorkan sepiring rendang yang aromanya sangat nikmat.
Tidak pikir panjang aku langsung mengambil piring dan mulai makan, Mamah tampak senang melihatku makan dengan lahap.
"Pelan-pelan makannya." Mamah membersihkan makanan di samping bibirku.
"Masakan Mamah paling enak sedunia," aku memuji masakan Mamah yang membuatnya makin senang.
"Aduh Anak Mamah pandai sekali memuji ya," Mamah mencubit halus pipiku.
Setelah makan aku bermaksud membantu Mamah mencuci piring, tapi Mamah bilang tidak usah dan malah menyuruhku menonton acara TV kesukaanku. Mamah memang selalu memanjakanku karena kami hanya tinggal berdua, Papahku pergi dengan Wanita lain. Terkadang aku heran kenapa Papah melakukan itu, padahal Mamahku cantik dan pintar. Mamah bahkan kerja di Bank, banyak orang yang tidak percaya kalau aku adalah Anaknya. Iya, aku juga sadar fisikku memang tidak sebagus Mamah, tapi walaupun begitu Mamah tetap sangat menyangyangiku.
"Aduh lemak di perutku banyak sekali." Aku meraba-raba perutku.
"Kamu sedang apa?" Mamah datang dan duduk di sampingku.
"Mah coba lihat, sepertinya badanku bertambah gemuk." Aku berdiri di hadapan Mamah memperlihatkan badan gemukku.
"Coba Mamah lihat," Mamah mengerutkan matanya sambil melihat badanku.
"Sepertinya iya badan kami bertambah gemuk, tapi lucu kok," Mamah mencoba membuatku senang.
"Tuh kan, bagaimana ini aku enggak mau bertambah gemuk," Aku merengek.
"Kamu rajin olahraga saja pasti tidak akan gemuk lagi," Mamah memberikan saran.
Setelah itu aku kembali ke kamar karena ada tugas sekolah yang harus dikerjakan, saat sedang menulis tiba-tiba aku teringat Angga. Senyumnya yang manis itu membuatnya terus terbayang di pikirkanku, aku jadi penasaran apakah dia sudah memiliki Pacar atau belum. Aku mengintip media akun sosialnya, dan aku tidak melihat ada foto Perempuan. Tapi saat aku lihat banyak Perempuan yang memberikan komentar kepada Angga, sampai aku menemukan percakapan Angga dengan seorang Perempuan di salah satu fotonya, dan di lihat dari percakapannya sepertinya mereka cukup dekat. Tapi pada saat aku melihat akun Perempuan itu, ternyata akunya di privasi jadi aku mengikutinya tapi dia tidak mengikutiku balik, jadi aku belum bisa melihat dengan jelas siapa Perempuan itu.
"Tok! Tok! Tok!" sepertinya itu Mamah.
"Va ini Mamah membawakan camilan agar belajarnya tidak jenuh." Mamah meletakan sepiring camilan kue dan segelas susu hangat.
"Terima kasih Mah." Aku memeluknya.
"Iya sekarang lanjutkan lagi belajarnya," Mamahku keluar kamar.
Padahal aku bertekad untuk diet tapi aku tidak bisa menahan godaan aroma kue coklat itu, apalagi dengan susu hangat. Juga Mamah sudah membuatkan ini untukku, jadi besok saja dietnya. Keesokannya aku berpapasan dengan Angga di gerbang sekolah, dia tersenyum kepadaku. Lagi-lagi badanku kaku tidak bisa digerakkan saat melihat senyumnya. Setelah dia sudah pergi jauh baru badanku bisa bergerak, aku masuk ke kelas karena bel sudah berbunyi. Dan pada saat jam istirahat aku pergi ke kantin sendirian, karena memang aku tidak punya teman. Tidak ada yang mau berteman denganku, karena aku gemuk dan jelak walaupun aku selalu juara kelas. Saat aku membeli minuman aku teringat kepada Angga, jadi aku membeli satu lagi minuman untuk Angga. Setelah itu aku pergi mencari Angga, dan aku melihat dia sedang berada di lapang basket bersama teman-temannya, aku menghampirinya dan memanggilnya.
"Iya ada apa?" Dia menghampiriku dengan ramah.
"Ini, terima kasih kemarin sudah menolongku." Aku memberinya minuman.
"Wah Angga," Teman-temannya menggoda dia.
"Ih enggak tahu banget Perempuan itu, sudah jelek gendut lagi," celetuk seorang Siswi.
"Iya sudah jelek penggoda lagi," tambah Temannya.
Mendengar perkataan itu aku lari ke toilet sekolah dan menangis di sana, kenapa semua orang menghinaku, padahal aku hanya ingin berterima kasih, itu saja. Lagian aku juga sadar diri kalau aku tidak pantas bersanding dengan Angga, saat kembali ke kelas semua orang menatapku seperti jijik.
"Lihat badaknya sudah datang," ucap Nina.
"Eh kamu enggak tahu diri banget berani-beraninya menggoda Angga," Lisa menggebrak mejaku dan terus memakiku.
Saat aku menangis tidak ada orang membelaku, semua hanya tertawa dan menatap jijik kepadaku. Saat pulang sekolah aku di rundung oleh beberapa murid, mereka mengambil paksa tasku dan melemparnya hingga tersangkut di pohon. Aku hanya bisa menangis dan berusaha untuk memanjat pohon itu, namun aku terjatuh karena badanku yang berat, mereka tertawa melihatku seperti itu.
"Hey apa yang kalian lakukan!" Teriak seorang Laki-laki yang ternyata itu Angga.
"Kita hanya main-main saja kok," jawab seorang Siswi.
"Kalian benar-benar keterlaluan." Ucap Angga dan langsung memanjat pohon dan mengambil tasku.
"Terima kasih," ucapku saat dia memberikan tasku.
Aku tidak sanggup menatapnya, karena kalau aku melihatnya badanku akan menjadi kaku.
"Kamu enggak apa-apa?" tanyanya lagi dan aku menggelengkan kepala tanda aku tidak apa-apa.
"Kalau begitu aku pulang dulu ya," ucapnya dan langsung pergi.
Lagi-lagi dia menolongku, rasanya jantungku berdebar. Aku semakin menyukainya, sesampainya di rumah ternyata Mamah sudah pulang dan sedang memasak. Lagi-lagi Mamah masak makanan yang lezat, baru mencium aromanya saja sudah membuat perutku keroncongan, "Tapi kan aku akan diet agar badanku tidak gendut lagi," tapi kasihan Mamah sudah capek memasak, kalau aku tidak makan. Baiklah, haru ini aku tidak akan diet dan nanti selesai makan aku kan memberitahu Mamah keinginanku untuk diet, agar Mamah tidak memasak makan yang enak lagi untukku.