Baru setelah itu aku mandi. Badanku terasa sangat bugar setelah mandi, setelah mandi Mamah menyiapkan makan. Mamah menyiapkan salad sayur, rasanya aku ingin berhenti diet dan ingin makan ayam goreng yang lezat.
"Semangat ... Kamu kan mau menurunkan berat badan," Mamah mencoba menyemangatiku.
"Tapi Mah aku enggak suka makanan ini enggak bikin perut kenyang." Aku memegang perutku yang masih bun buncit.
"Kamu kan baru mulai, jadi belum terbiasa, nanti juga kamu akan menyukai makanan ini," ucap Mamah.
Aku jadi semangat lagi untuk melanjutkan dietku lagi, karena kalau aku menyerah kasihan Mamah sudah susah payah membantuku. Aku memakan makanan itu sambil tersenyum agar Mamah senang, danaku teringat saat Orang lain menghina fisikku. Aku akan membuktikan kalau aku akan berubah, dan membuat mereka tercengang.
"Nah begitu, lihat Mamah juga makan ini." Mamah memakan salad itu.
"Mamah enggak usah, Mamah makan yang biasa saja." Aku memegang tangan Mamah.
"Enggak apa-apa, biar kamu semangat makannya, lagian kasihan kalau nanti kamu lihat Mamah makan yang enak," ucap Mamah tersenyum.
"Terima kasih ya Mah." Aku memukul Mamah.
Selesai makan seperti biasa aku menonton TV, lalu ada yang menelepon Mamah.
"Mamah pergi dulu sebentar ya, kamu jangan ke mana-mana," ucap Mamah.
"Iya Mah,"
Aku tidak bertanya Mamah akan pergi ke mana, mungkin Mamah mau menemui Temannya, karena bosan aku duduk di teras dan bermain Game di ponselku.
"Eh ini rumah kamu?" Angga sudah ada di depan rumahku.
"Kamu kenapa bisa di sini?" tanyaku kaget.
"Arah ke rumahku memang jalan sini?" tapi aku tidak pernah melihatnya lewat jalan ini.
"Kamu baru pulang?" aku menghampirinya.
"Iya, kamu lagi apa di teras sendirian?" tanyanya.
"Aku hanya bosan saja," jawabku gugup.
"Oh begitu, ya sudah aku jalan lagi ya," Angga kembali berlari kecil.
Aku kagum padanya, pantas saja badannya bagus. Dia ternyata rajin berolahraga, mulai sekarang aku bertekad untuk rajin berolahraga agar badanku juga bagus. Tapi aku melihat badanku di kaca jendela sangat besar, bahkan lemak di perutku belum berkurang sedikit pun. Padahal aku sudah diet dan olahraga, sepertinya perjuanganku tidak akan mudah.
Keesokannya di sekolah
"Semangat belajarnya ya." Mamah mengelus kepalaku dan aku mengangguk.
Saat Mamah pergi aku mendengar orang-orang membicarakanku.
"Itu benar Ibunya?" ucap seorang Siswa seperti tidak percaya kalau aku adalah Anak Mamahku.
"Sepertinya sia Anak pungut, karena kalau Ibunya cantik Anaknya juga pasti akan cantik," Temannya berbicara panjang lebar.
Aku memilih untuk tidak menghiraukan perkataan mereka, dan memilih untuk masuk kelas saja. Tidak pernah ada yang menyapaku, yang ada hanya perkataan yang menyakitkan. Hinaan sering di lontarkan kepadaku, bel kelas berbunyi dan Guru pun datang. Hari ini ada dua mata pelajaran kesukaanku, jam pertama matematika, dan nanti pelajaran terakhir fisika, aku sangat bersemangat saat Guru menjelaskan di depan.
"Siapa yang bisa mengerjakan ini?" ucap Guru sambil melihat semua Murid di kelasku.
"Saya Pak," aku mengangkat tangan.
"Baik Silva kerjakan, yang lain perhatikan," ucapnya.
Setelah selesai mengerjakan Pak Guru memeriksa hasilnya, dan jawabanku benar.
"Iya jawabannya benar, kamu memang pintar Silva, sekarang silakan kamu duduk kembali,"
"Dasar tukang pamer," celetuk Lisa.
"Apa Lisa, kamu juga mau mengerjakan soal?" tanya Pak Guru.
"Eh enggak Pak," Lisa terlihat panik.
Pak Guru membuat soal dan menyuruh Lisa untuk mengerjakan di depan, Lisa tampak bingung dan tidak bisa mengerjakan soal itu. Dan Pak Guru memarahinya, aku sedikit tersenyum melihat itu, dan rupanya Nina melihatku. Dan sepertinya Nina memberitahu Lisa, karena Lisa terlihat marah kepadaku. Pelajaran matematika selesai dan kami melanjutkan ke pelajaran selanjutnya.
Bel istirahat berbunyi, perutku sangat lapar tapi aku tidak bisa jajan seenaknya sekarang. Tapi untungnya, Mamah sudah menyiapkan bekal untukku, tapi aku ingin buang kecil dulu. Jadi aku menyimpan kembali makananku dan pergi ke toilet, saat sudah selesai aku menuju kelas kembali. Tapi langkahku terhenti saat melihat ada yang memakan cokelat, ingin sekali rasanya aku juga makan cokelat. Tapi aku tahan dan langsung pergi ke kelas, di kelas tidak ada siapa pun karena semuanya pergi ke kantin. Aku jadi bisa makan dengan tenang, karena kalau mereka melihatku memakan makanan ini, mereka pasti akan mengejekku.
Selesai makan aku membaca buku, karena setelah istirahat pelajaran selanjutnya adalah fisika. Bel masuk berbunyi semua murid masuk kelas dan belajar kembali, Pak Guru menjelaskan pelajar dengan sangat detail. Semua murid terlihat mengantuk, hanya aku yang bersemangat. Lalu Pak Guru membuat soal Dan menunjuk Nina untuk mengerjakan, karena dia dari tadi terus menguap dan tidak memperhatikan pelajaran.
"Silva saja Pak." Nina menunjukku.
"Baiklah Silva kerjakan," ucap Pak Guru.
"Baik Pak," saat aku hendak berdiri badanku sulit terangkat, aku berusaha sekuat tenaga.
"Brek! Rokku sobek dan menempel di kursi.
"Ha ha ha lihat roknya bolong," Nina menunjukku dan tertawa terbahak-bahak.
Aku sangat malu dan berusaha untuk tidak menangis.
"Siapa yang melakukan ini?" tanya Pak Guru sambil melotot.
Tidak ada yang mengaku siapa yang berbuat seperti itu kepadaku, karena sudah bel pulang aku masukan buku dan pulpenku ke dalam tas lalu keluar karena percuma tidak akan ada yang mengaku walau Pak Guru sudah marah. Aku menutupi rokku yang bolong dengan tas, aku tidak mau Mamah sampai tahu hal ini karena itu akan melukai hatinya. Semua Murid melihatku mungkin aneh karena aku menutupi pantatku dengan tas, aku berusaha agar rokku yang sobek tidak terlihat, aku berpikir apa yang akan aku katakan kepada Mamah kalau sampai Mamah melihatku seperti ini.
"Kenapa kamu memegang tas seperti itu?" Angga tiba-tiba datang.
"Ah ini, enggak apa-apa kok," jawabku gugup.
"Kamu dikerjai lagi ya?" tanya Angga dan aku hanya mengangguk.
"Apa yang mereka lakukan?" tanya Angga dan aku menceritakan apa yang terjadi.
"Keterlaluan sekali mereka." Angga melepaskan jaketnya dan menyuruhku untuk menutupi rokku dengan itu.
"Ah tidak usah," aku menolak karena tidak enak.
"Sudah pakai saja, aku pergi ya," Angga langsung pergi setelah meminjamkan jaketnya.
Antara senang dan mau yang aku rasakan, aku harus segera pulang dan sepertinya Mamah belum pulang. Karena hari ini aku pulang lebih awal, aku tidak mau Mamah sampai melihat yang terjadi kepadaku. Dan pada saat sampai di rumah, benar saja Mamah belum pulang, aku segera masuk rumah karena aku memegang kunci serep. Lalu aku mandi dan menyembunyikan rokku di laci kamarku, laci itu tempat barang yang sudah tidak terpakai.