Chereads / TERJERAT JANDA SEBELAH / Chapter 12 - KEGELISAHAN BARA DAN SELI

Chapter 12 - KEGELISAHAN BARA DAN SELI

"Mbak Marmi jangan asal nuduh, ya," ujar Bara membela diri.

"Ya ampun, Bara. Aku itu nggak nuduh kamu. Kan aku bilangnya mirip. Sensi banget sih jadi orang."

Bara merasa tubuhnya menjadi gerah. Marmi kini menjadi ancaman bagi hubungannya dengan Seli. Apalagi rumah Marmi memang bersebrangan dengan rumahnya dan rumah janda sebelah.

Seli diam-diam menatap Bara. Dia melihat wajah Bara yang terlihat sangat ketakutan.

"Marmiku, Sayang. Yuhu, kamu ada dimana?" teriak Parjo di teras rumahnya.

"Aku di sini, Sayang."

Marmi dengan cepat menjawab panggilan Parjo. Dia dan suaminya memang termasuk keluarga yang cukup harmonis.

"Ya sudah kalau begitu aku masuk dulu. Suamiku nyariin."

"Iya sana pergi. Kalau perlu yang jauh dan nggak usah kembali," ketus Seli.

"Bilang saja kamu takut kan sama aku?" Marmi mencolek dagu Seli.

Lalu pulang ke rumah karena dicari suaminya. Jalannya pun sengaja dilenggak-lenggokkan dan membuat Seli merasa jijik.

Setelah Marmi tidak terlihag lagi. Seli dan Bara kini bisa bernapas sedikit lega.

"Bara, aku mau bicara sama kamu. Tapi kamu masuk lewat pintu belakang. Aku nggak mau si Marmi sialan itu tahu kalau kamu ke rumahku."

"Iya, Sayang."

Seli masuk ke rumah dan Bara pun masuk lewat pintu belakang. Dia juga tidak mau Marmi tahu soal hubungan gelapnya dengan janda sebelah.

Seli menegus segelas air putih. Menghadapi tetangga yang super julid memang cukup menguras emosi dan tenaga.

"Sayang, kita bagaimana sekarang?" Bara datang dan langsung panik. Hal itu membuat Seli jadi merasa geram dengan kekasihnya yang masih sangat polos soal perselingkuhan.

"Kok kamu malah tanya sama aku sih, Bara? Harusnya kamu kasih solusi apa gitu? Bukannya malah bikin orang tambah panik."

Seli meletakan gelas di atas meja lalu beranjak membuka kulkas. Entah mengapa setelah menghadapi Marmi dia merasa sangat lapar. Dia pun mengambil makanan dari sana.

"Ya aku kan belum punya pengalaman soal perselingkuhan. Jadi wajar dong kalau aku bingung."

Seli hanya diam saja. Dia masih cukup emosi dengan kejulidan Marmi. Padahal dia belum lama pindah ke komplek itu dan sudah mendapat tetangga seperti Marmi.

"Ya sudah, begini saja. Lebih baik kita jangan melakukannya di sini."

"Terus kalau nggak di sini dimana? Masak di rumahku?"

Seli mendengus. Bara memang terlalu polos untuk soal perselingkuhan. Dan dia harus extra berjuang jika dia ingin memperjuangkan hubungannya.

"Ya kita mungkin bisa check in atau apalah. Yang jelas nggak di rumah ini."

"Itu artinya kita akan sering keluar rumah?"

Seli mengangguk.

"Aduh, Seli. Aku nggak mungkin keluar rumah. Kamu kan tahu sendiri kerjaanku freelance. Nanti kalau Arum tanya aku mau kasih alasan apa?"

Wanita itu hanya mendengus. Tidak ada cara lain selain harus check in. Kalau tidak mereka lama-lama akan ketahuan oleh Marmi.

"Ya kamu cari alasan apa kek. Mungkin meteeng dengan klien di luar. Atau apa pun terserah kamu. Yang jelas di rumahku sudah tidak aman. Apalagi di rumahmu."

Bara benar-benar pusing kali ini. Belum lagi masalah ide mertuanya yang akan membuatnya semakin sulit menjalani hubungan ini dengan Seli.

"Sebenarnya ada masalah lain selain Marmi, Sayang."

Seli menoleh ke arah kekasihnya itu. Dia melihat wajah Bara yang terlihat sangat serius dan sepertinya dia sedang tidak bercanda.

"Masalah apa, Bara?"

"Ini mengenai Arum."

"Arum? Ada apa dengan istrimu?"

Bara terdiam dan membuat Seli semakin penasaran. Wajahnya pun terlihat sangat galau.

"Jadi begini, mertuaku datang untuk meminta bantuanku membujuk Arum berhenti bekerja."

"Lho, bagus dong kalau Arum berhenti. Jadi dia bisa sering di rumah."

Bara mengerutkan kening. Dia bingung mendengar jawaban Seli.

"Kok malah bagus sih? Kalau Arum berhenti kerja. Itu artinya kita akan susah untuk bertemu, Seli. Aku nggak bisa keluar. Dan kamu juga tahu kalau kerjaku frelance jadi nggak ada alasan buat aku keluar rumah."

Seli termenenung.

"Hm, benar juga sih kamu. Terus apa yang akan kamu lakukan?"

"Entah lah aku juga bingung."

Mereka terdiam dan saling berpikir mencari solusi. Hubungan mereka bukan hanya terancam oleh Marmi saja tapi juga Arum.

Padahal pertemuan mereka akan berjalan dengan lancar ketika Arum pergi keluar kota sampai berhari-hari.

"Apa itu artinya hubungan kita terancam berakhir, Bara?"

"Kamu jangan begitu dong, Sayang. Aku sama sekali nggak mau hubungan kita berakhir. Aku sangat mencintaimu."

Seli menghela napas. Dia juga sudah terlanjur jatuh cinta dengan suami tetangganya itu. Bahkan dia tidak rela jika hubungannya akan berakhir.

Seli berdiri dan berjalan mendekati jendela. Sambil terus mencari ide yang sampai detik itu belum ada.

"Tapi aku sadar kalau kamu memang masih suami sah Arum."

Bara beranjak dan langsung memeluk Seli dari belakang. Dia sudah terlanjur nyaman dan enggan berpisah dengan janda itu.

"Kamu jangan ngomong begitu dong, Sayang. Aku pasti akan berusaha untuk mempertahankan hubungan kita apa pun yang terjadi."

"Terus kalau Arum beneran berhenti bekerja?"

"Aku akan pastikan kalau Arum tetap kerja. Agar kita bisa menjalani hubungan kita kembali."

Seli membalikkan badan. Menatap laki-laki itu dengan penuh harap. Meski dia tahu kalau Bara bukan laki-laki yang super kaya yang bisa dia kuras hartanya. Tapi kenyamanan yang dia rasakan ketika dekat dengan Bara.

Biasanya Seli mencari laki-laki yang bisa memberinya uang. Tapi dia rasa untuk saat ini dia belum butuh pemasokan lagi. Karena dari hasil uang kemarin dia kini memiliki beberapa usaha seperti toko dan yang lainnya.

"Terima kasih, ya, Sayang."

"Sama-sama."

Mereka pun saling berpelukan. Tidak ada kenyaman selain saling memberi kasih dan sayang yang mereka inginkan. Dan Bara kini tidak menemukannya di dalam diri istrinya yang selalu sibuk bekerja.

Di taman. Rayhan menatap Arum yang masih saja bermuka murung. Dia jadi bingung bagaimana membuat sahabatnya itu bisa tersenyum hari ini.

"Arum, kenapa sih wajah kamu mendung banget? Aku sampai heran tahu nggak lihat kamu masam begitu."

"Rayhan, aku benar-benar gelisah. Rasanya aku ingin segera pulang."

"Dan kamu mau ninggalin aku? Come on, Arum. Semua klien itu sukanya sama kamu. Kalau Cuma aku yang meteeng aku yakin seratus persen meraka akan mengurungkan niat untuk bekerja sama dengan perusahaan kita."

"Ah, kamu ini memang suka berlebihan kalau ngomong!"

Arum berhenti dan duduk di kursi taman. Dia rasanya belum ingin kembali ke hotel karena dia butuh udara sejuk untuk menenangkan hati dan pikirannya.

Dengan terpaksa Rayhan pun ikut duduk dan menemani Arum. Dia tidak tega membiarkan wanita itu sendirian di sana.

"Hm, sudah lah. Mending kamu cerita saja denganku. Biar perasaanmu itu plong. Kalau kamu pendam sendiri itu malah akan membuat kamu semakin banyak beban."

Arum menatap Rayhan. Dia mempertimbangkan usulannya. Dan sepertinya dia memang butuh seseorang untuk membantu memecahkan kegelisahannya.

"Sudah ngomong aja. Apa yang sebenarnya mengganggu pikiran kamu?"

"Menurut kamu mungkin nggak sih seorang laki-laki akan tergoda dengan wanita lain saat laki-laki itu mulai jarang mendapat perhatian dari istrinya?"

Pertanyaan Arum sontak membuat Rayhan bertanya-tanya.