Chereads / TERJERAT JANDA SEBELAH / Chapter 15 - MELABRAK JANDA SEBELAH

Chapter 15 - MELABRAK JANDA SEBELAH

"Sedang apa, Pak Parjo?" sapa Seli pada tetangganya.

Parjo diam membisu saat mendengar sapaan dari janda sebelah. Mulutnya terasa sangat berat untuk menjawabnya.

"I-ini, Se-Seli. Lagi buang air minumnya Betet."

Seli mengangguk. Dia hendak membuang sampah ke depan rumah. Jalannya berlenggak-lenggok hingga membuat bokong besarnya bergoyang saat jalan.

Parjo menelah ludah melihat pemandangan segar hari itu. Sampai tububnya terasa dingin semua.

'Astaga, pantas saja kalau banyak laki-laki yang datang ke rumah Seli. Bodynya memang sangat aduhai," batin Parjo.

Seli membuta tong sampah besar dan memasukan sampah miliknya ke dalam sana. Tiba-tiba jepit rambutnya terjatuh dan membuat dia harus membungkukkan badan untuk mengambil jepit rambutnya yang jatuh.

Parjo semakin panas dingin saat melihat rok wanita itu sedikit ke atas dan semakin menunjukkan paha atasnya yang sangat putih dan sedikit ada bulu-bulu pendek di sana. Matanya semakin terbuka lebar. Parjo tidak mau menyia-nyiakan kesempatan langka itu.

'Busyet, dah!'

Jiwa kelaki-lakian Parjo semakin meronta-ronta. Rasanya dia dibuat melayang hanya dengan melihat pemandangan itu saja. Dia sama sekali tidak membayangkan kalau dia bisa menikmatinya.

Seli berjalan kembali sambil membawa tong sampah yang sudah kosong. Berjalan melangkah ke rumah dan sesekali menghempaskan rambut panjangnya yang tergerai.

"Mari, Pak Parjo," ujar Seli.

"I-iya, Se-Seli."

Parjo sampai merasa sangat gugup hanya menjawab sapaan dari Seli. Janda itu berhasil membuatnya seperti hilang kesadaran.

Sampai-sampai dia tidak sadar kalau Marmi sedang mengintaunya dari teras sambil berdiri dan melipat kedua tangan. Matanya melotot seperti mau keluar dari wadahnya.

"Kalau begini caranya aku bisa sering-sering jemur Butet biar sekalian bisa cucui mata," ujar Parjo perlahan bersandar pintu gerbang sambil terus terbayang paha mulus janda sebelah.

Marmi yang geram pun langsung berjalan mendekati suaminya. Lalu menarik daun telinga Parjo dengan sangat keras.

"Aduh-aduh, sakit," teriak laki-laki itu.

"Bagus ya! Baru saja aku ngomong tadi kamu sudah cari-cari kesempatan untuk melihat janda itu!" Marmi menarik daun telinga suminya lebih keras lagi. Sampai membuat Parjo berteriak kesakitan.

"Sayang, kamu ngomong apa sih?"

"Nggak usah mengelak, Pak. Aku itu lihat kelakuanmu sedari tadi! Kamu kira kamu bisa aman begitu saja dariku, hah!"

Marmi murka dengan suaminya. Apalagi ini ada kaitannya dengan Seli, wanita yang sangat dia benci.

Parjo hanya bisa pasrah saat daun telingannya harus mendapat hukuman dari sang istri. Bagaimana pun dia memang mengakui kalau dirinya memang salah karena telah berpikir mesum pada Seli.

Sebenarnya dia tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja pemandangan tadi memang susah untuk dibiarkan begitu saja.

Parjo membenahkan sarungnya yang hampir terlepas. Memang setiap hari dia lebih suka mengenakan sarung saja di rumah.

"Jangan bohong, Pak! Apa perlu aku labrak janda itu biar nggak godain kamu, iya!"

"Ja-jangan, Marmiku, Sayang. Nanti malah akan jadi masalah besar."

"Biarkan saja, Pak. Biar semua orang di komplek ini tahu kelakuan janda sebelah yang belum lama ini jadi tetangga kita. Aku benar-benar tidak rela dia menggoda suamiku."

Marmi memang selalu nekat dengan semua perkataannya. Hal itu membuat Parjo sedikit panik kalau istrinya benar-benar melabrak Seli di rumahnya.

"Sini biar aku kasih pelajaran si janda genit itu!"

Marmi melipat lengan bajunya. Dia bersiap-siap untuk melabrak tetangganya yang kini menjadi musuh baginya.

"Marmi! Kamu jangan aneh-aneh!"

Wanita itu melihat ember kecil berisikan air kotor. Dia pun berniat mengambil ember itu dan membawanya ke rumah janda sebelah.

Seketika hal itu membuat Parjo semakin panik. Bagaimana tidak, air itu sudah jelas akan dibuat untuk menyiram Seli.

"Marmi, sudah lah. Kamu jangan terpancing emosi seperti itu. Malu dilihat tetangga nanti."

"Lepaskan aku, Pak! Kamu mau mencegahku untuk melabrak janda genit itu!"

"Astaga, nggak seperti itu."

Parjo menggaruk kepala sambil memikirkan ide untuk mencegah aksi istrinya. Dan lagi-lagi dia membenahkan sarung yang hampir melorot.

"Ya sudah, kalau kamu memang nggak keberatan nggak usah kamu cegah aku. Biar aku kasih pelajaran dia karena sudah ganggu suamiku!"

Marmi berjalan menuju rumah janda sebelah. Dia sudah tidak sabar ingin melabrak wanita itu.

"Seli! Keluar kamu!" teriak Marmi.

Parjo mengejar istrinya. Dia berusaha mencegah Marmi namun tidak bisa. Marmi sudah terlanjur marah dengan apa yang dia lihat tadi.

"Seli! Keluar kamu! Jangan jadi wanita pengecut!"

Seli yang baru saja keluar dari kamar mandi pun terkejut saat mendengar seseorang teriak-teriak di depan rumahnya. Dia juga tidak asing dengan suara itu.

"Siapa sih?"

Seli yang penasaran akhirnya keluar untuk melihat orang yang membuat keributan di rumahnya. Dan saat dia membuka pintu tiba-tiba...

Byur!

Guyuran air membasahi wajah dan sebagian tubuh Seli. Dia sangat syok dengan kejadian itu.

"Hah, apa-apaan ini?"

"Apa-apaan? Apa-apaan? Harusnya aku yang bertanya seperti itu bukan kamu dasar janda genit!"

Seli tidak mengerti mengapa Marmi memakinya seperti itu. Dia merasa hari ini tidak berbuat kesalahan sama sekali.

Parjo hanya berpasrah diri melihat kejadian itu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Amarah Marmi sudaj terlanjur memuncak. Dan dia memilih untuk tetap berada di belakang istrinya.

"Bu Marmi ini maksudnya apa, ya? Kenapa ibu guyur saya pakai air kotor. Dan ini bau sekali?" Seli mencium badannya yang tiba-tiba bau seperti air bekas cucian. Rasanya dia ingin sekali muntah detik itu juga.

"Itu buat pelajaran wanita macam kamu."

Seli menggelengkan kepala. Dia masih tidak mengerti mengapa tetangga yang satu ini sangat julid dengannya. Bahkan tanpa dia tahu apa sebabnya.

"Beneran saya nggak paham maksud Bu Marmi apa? Tapi yang jelas tindakan Ibu ini sudah sangat kurang ajar!"

"Kurang ajar kamu bilang? Hah, nggak salah? Yang kurang ajar itu kamu!"

Suara Seli dan Marmi saling beradu. Bahkan suara keras mereka bisa didengar oleh para tetangga.

"Apaan sih, Bu Marmi, ini?"

"Berani-beraninya kamu godain suami saya?"

Seli mengerutkan kening mendengar tuduhan dari Marmi. Bagaimana tidak? Dia sama sekali tidak merasa menggoda Parjo.

"Godain suami Bu Marmi? Astaga, kurang kerjaan banget sih saya godain suami Ibu? Lagian laki-laki yang lebih tampan dan banyak duitnya di luar sana banyak, Bu."

"Halah, kamu pikir suamiku ini tidak tampan dan banyak duit? Suamiku ini sudah jelas ketampanannya dan banyak duitnya. Kamu jangan salah ya menilai Parjo!"

Seli menggelengkan kepala. Dia menatap wajah Parjo yang menurutnya sama sekali tidak tampan seperti yang istrinya katakan. Bahkan tidak ada bandingannya dengan ketampanan Bara.

"Marmi, sudah ya. Kita pulang saja. Takut nanti tetangga sampai tahu dan pada kesini."

"Apaan sih kamu, Pak. Aku ini belum selesai ngomong sama janda genit ini."

Seli mendengus mendengar julukan Marmi padanya. Bagaimana tidak? Marmi adalah satu-satunya orang yang menjulukinya janda genit.

"Benar, Pak Parjo. Mending bapak ajak istri anda ini pulang karena saya mau istirahat!" ujar Seli.

"I-iya, Seli."

"Pak, kamu ini apa-apan sih?"

Parjo memberanikan diri untuk menyeret istrinya pulang ke rumah. Sebelum akhirnya tetangga akan ke rumah Seli dan semakin ramai.

"Sudah-sudah, kita selesaikan di rumah," ujar Parjo.

"Nggak bisa, Pak! Aku harus selesaikan urusanku dulu sama dia!"

PArjo tetap menarik Marmi pulang meski istrinya itu menolaknya.

"Lepaskan aku!" teriak Marmi yang mencoba memberontak suaminya.