Chereads / TERJERAT JANDA SEBELAH / Chapter 13 - TERJATUH

Chapter 13 - TERJATUH

"Lho, kamu kok tanya begitu?"

"Hm, katanya tadi kamu nawarin aku buat cerita sama kamu? Gimana sih?"

Arum melipat kedua tangannya.

"Iya-iya, sorry. Cuma aku bingung aja kenapa kamu tanya begitu?"

Arum mendengus. Entah mengapa ucapan Marmi kemarin membuat dia kepikiran dengan suaminya. Meski terbilang tidak mungkin baginya kalau Bara selingkuh dengan Seli.

"Ya mungkin aja sih. Perhatian itu nomor satu kalau menurutku."

Arum sontak menoleh ke arah Rayhan. Pikirannya pun langsung tertuju pada suaminya di rumah.

"Kenapa lihatin aku begitu? Kamu minta jawaban dari aku kan? Ya itu jawaban versiku."

"Tapi, Rayhan, nggak semua laki-laki begitu kan?"

"Mmm."

Rayhan terdiam untuk berpikir sejenak. Pertanyaan Arum cukup membuatnya sedikit bingung.

"Nggak juga sih. Aku kan tadi sudah bilang kalau itu jawaban versiku. Memangnya kenapa? Apa suamimu tergoda dengan wanita lain?"

Plak!

Arum memukul pundak Rayhan. Dia merasa kesal sekali dengan sahabatnya itu yang suka ceplas-ceplos kalau ngomong.

"Aw, sakit, Arum!"

"Ya habisnya kamu kalau ngomong nggak dijaga sih!"

"Astaga, memangnya salah aku tanya begitu?"

"Ya nggak juga sih."

Arum menunduk. Dia semakin cemas memikirkan suaminya. Dia sadar kalau kesibukannya dalam pekerjaan membuatnya sering meninggalkan Bara sendirian di rumah.

Dan belum lama ini dia mendengar isu-isu miring soal janda sebelah rumahnya yang suka Open BO, katanya.

"Hallo, Arum. Malah ngalamun!" bentak laki-laki itu.

"Rayhan, aku sebenarnya lagi khawatir sama suamiku di rumah."

"Why?"

"Karena belum lama ini kita punya tetangga baru."

"Terus?"

Arum kembali diam. Dia bingung apa memang perlu untuk menceritakan masalah rumah tangganya dengan Rayhan, atau tidak. Meski dia yakin sekali kalau laki-laki itu bisa dipercaya.

"Tetangga baruku itu seorang janda. Dan ada isu kalau wanita itu suka Open BO."

Seketika Rayhan tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Arum yang terdengar lucu baginya. Bahkan dia tertawa begitu lepas sampai membuat Arum kesal.

"Rayhan! Apanya sih yang lucu sampai kamu tertawa sekencang itu? Aku ini serius!"

"Ya-ya, sorry. Lagian kamu itu mengkhawatirkan sesuatu yang mustahil. Nih, Arum. Aku memang nggak kenal begitu dekat dengan suamimu. Tapi aku lihat wajah Bara bukan tipe laki-laki yang suka jajan di luar."

Arum pun mengenal suaminya orang yang seperti itu juga. Hanya saja ucapan Marmi sedikit mempengaruhi otaknya.

"Tapi tetanggaku bilang dia pernah melihat laki-laki yang postur tubuhnya mirip Mas Bara di rumah janda sebelah. Makanya aku jadi kepikiran."

Rayhan menghela napas dan membenarkan posisi duduknya yang mulai tidak nyaman. Dia tahu sekali kalau Arum merupakan wanita yang baik. Dan menurutnya rekan kerjanya itu mulai berpikir kalau kepergiannya keluar kota sedikit menjadi masalah untuk rumah tangganya.

Karena bagaimana pun Rayhan juga merasakan hubungannya begitu dengan Delisa yang suka marah kalau dia pergi keluar kota. Dan dia sedikit bisa membayangkan Bara yang juga kesal seperti pacarnya itu.

"Jangan kamu terlalu percaya sama omongan orang lain. Kamu yang tahu siapa suamimu. Jangan sampai kamu kemakan sama omongan orang lain dan rumah tangga kamu jadi ada masalah."

"Hm, benar juga sih. Sepertinya aku memang harus lebih percaya sama suamiku."

"Betul sekali."

Suasana di taman begitu sepi hari itu. Membuat mereka lebih nyaman ngobrol tanpa ada suara bising kendaraan atau suara orang.

"Oiya, kamu sendiri gimana sama Delisa?"

"Baik, nggak ada masalah."

"Syukur lah. Aku Cuma mau pesan aja sama kamu. Buruan gih halalin Delisa jangan buat dia kelamaan nunggun."

Rayhan tiba-tiba merasa gerah dengan pembahasan Arum mengenai hubungannya dengan Delisa. Mereka memang sudah berpacaran kurang lebih empat tahun. Tapi entah mengapa laki-laki itu belum merasa mantap untuk masuk ke jenjang yang lebih serius.

Sebenarnya Delisa sudah berulang kali membahas soal pernikahan dengannya. Dan Rayhan selalu mengalihkan pembicaraan setiap pacarnya minta dilamar.

"Gimana ya?"

"Gimana apanya?"

"Ya aku belum mantap saja untuk menikah dengan Delisa."

Arum mengerutkan keningnya. Dia heran kenapa Rayhan ragu-ragu dengan pacarnya.

"Apa sih yang bikin kamu belum mantap sama Delisa? Dia itu wanita yang cantik, pintar dan-"

"Stop! Itu yang kamu lihat berbeda dengan cara pandangku terhadapnya."

Rayhan nampak serius sekali membahas wanitanya. Seperti ada suatu beban yang sangat berat untuk diputuskan.

Dan Arum baru kali ini melihat respon Rayhan yang sepertinya tidak begitu suka dengan pembahasannya. Tapi dia terlanjur penasaran.

"Memangnya apa yang aku lihat salah?"

"Hm, kamu kan hanya melihat sisi positifnya saja."

"Jadi menurutmu aku nggak lihat sisi negatifnya?"

"Ya jelas, dong."

Arum mengangguk. Memang benar dia hanya melihat sisi positif dari Delisa dan tidak melihat sisi negatifnya. Tapi menurutnya Delisa merupakan wanita yang cukup baik.

"Kalau boleh tahu, apa yang bikin kamu ragu sama Delisa."

"Sebenarnya Delisa juga sering marah kalau aku keluar kota. Belum lagi dia yang menuntut aku harus begini harus begitu. Itu yang bikin aku belum mantap untuk maju ke jenjang yang lebih serius."

"Masak sih Delisa kayak gitu?"

Rayhan mendengus karena Arum masih tidak percaya dengan ucapannya.

"Ya sudah kalau kamu nggak percaya."

Arum mengerutkan kening. Lalu tertawa terbahak-bahak hingga membuat Rayhan kebingungan.

"Kenapa kamu tertawa begitu?"

"Nggak, lucu aja lihat muka kamu yang ngambek gitu."

"Please, Arum. Aku nggak ngambek."

"Halah, aku itu tahu."

"His, apaan banget sih. Sudah ah, yuk pulang! Aku pingin istirahat."

Rayhan beranjak dari tempat duduk. Dia tidak terbiasa cerita soal masalah pribadinya dengan siapa pun. Dan baru kali ini dia cerita soal Delisa pada Arum.

Dan hal itu cukup membuatnya merasa malu. Meski wanita itu biasa saja.

"Rayhan, tungguin aku!"

Arum berlari. Sepatu yang tinggi membuat dia sedikit kesusahan untuk mengejar Rayhan. Karena salah langkah saja dia bisa jatuh dan...

"Aw," teriaknya.

"Arum."

Rayhan terkejut saat melihat Arum terjatuh di belakang sana. Dia pun langsung berbalik membantu sahabatnya itu.

"Aduh, sakit banget kakiku."

"Arum, kamu nggak apa-apa?"

"Kayaknya kakiku keseleo, deh. Beneran ini sakit banget."

"Sini biar aku lihat."

Rayhan mencoba mengecek pergelangan kaku Arum. Dan baru saja dia menyentuh wanita itu langsung menjerit kesakitan.

"Aduh, Rayhan. Pelan-pelan dong. Ini sakit banget."

"Ya ampun, Arum. Ini aku sudah pelan-pelan banget."

"Tapi masih sakit."

Mata Arum berkaca-kaca. Dia merasa kakinya sangat sakit meski tidak digerakan. Bahkan tanpa sadar tangannya meremas lengan Rayhan sangat kencang.

"Gimana apa kamu bisa berdiri?"

"Jangan gila deh, Rayhan. Ini nggak digerakin aja sakit banget."

"Duh, terus gimana kamu ke kamarnya?"

Rayhan menggaruk-garuk kepala. Karena masih sekita sepuluh menit untuk sampai di kamar Arum.

"Ya ampun, Rayhan, kamu kan cowok. Gendong aku dong ke kamar."

"What? Gendong kamu? Arum kamu kan tahu badan kamu berat. Ogah, ah."

Arum menggelengkan kepala. Padahal dia tahu kalau dia termasuk wanita yang memiliki tubuh kurus dari wanita ideal mana pun. Dan baru kali ini dia mendengar seseorang mengatainya berat.

"Kamu itu cowok! Masak gendong aku aja nggak kuat?"

Rayhan menggaruk kepala. Dia memang belum mencobanya tapi membayangkan jarak taman dengan Hotel dia sudah merasa lelah.

"Aish, kamu ini merepotkan aku saja!"

Rayhan pun akhirnya dengan terpaksa menggendong Arum. Dan dia merasa wanita itu cukup berat untuk digendong.

"Huh, mimpi apa aku semalam, Tuhan," teriak Rayhan.